BAB 8 GEMAS

1136 Kata
Novie kembali menelepon Riko tiap hampir sepuluh menit sampai suaranya membuat telinga gatal, padahal Riko masih belum bisa menigalkan putranya yang sedang sakit. "Mas Riko lama banget, cepat bawain makanan pesanan aku. Ini lagi mual, gak bisa makan apa-apa dari pagi," rengek Novie terdengar manja untuk minta perhatian. "Ya, sebentar tunggu Bagas selesai minum obat." Nabila dan Moy ikut mendengarkan percakapan mereka karena Riko mengangkat panggilan telepon sambil menggendong Bagas untuk minum sirup penurun demam yang disuapkan Nabila. "Aku tunggu sepuluh menit lagi, jangan lama-lama sama mantan!" Novie pura-pura ngambek kemudian menutup telepon lebih dulu. Akhirnya Riko berpamitan pulang karena Novie pasti akan terus ribut, bahkan Moy yang ikut mendengarkan saja jadi jengkel. "Rasanya pingin kucekik itu leher perempuan tidak tahu diri! Sudah merebut suami orang masih juga sok-sokan paling minta dimanja kayak cuma dia aja yang pernah bunting!" gerutu Moy setelah riko pergi. "Pasti dia takut suaminya balikan lagi sama kamu." Riko memang masih muda, tampan, dan punya pekerjaan mapan, pantas banget Novie sudah seperti kebakar ekor begitu tahu Riko sedang bersama Nabila. "Pasti dia pakai pelet buat merebut suamimu!" Moy memang mulai su'udzon karena melihat Riko lebih pilih perempuan bermulut lampir seperti itu dibanding Nabila. "Atau memang mantan suamimu itu juga tidak waras!" "Aku sudah tidak mau mikirin mereka, asal Mas Riko ingat untuk tetap tangung jawab sama anak kami." Walaupun Nabila pernah sangat mencintai Riko tapi dia pilih mematikan semua perasaan itu agar tidak terus sakit hati. "Sepertinya kau memang harus segera carikan Bagas ayah baru biar itu laki-laki dan perempuan gak terus-terusan menyepelekan mu!" Moy juga jadi jengkel melihat Riko yang kurang tegas sebagai laki-laki hingga begitu mudah dipengaruhi wanita. "Kau masih muda dan cantik Nabila kau bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari pada mantan suamimu!" "Aku bukan hanya janda Moy, tapi aku juga seorang ibu, pertimbangannya akan semakin banyak jikapun nanti aku ingin memutuskan untuk menilkah lagi." "Tidak sedikit ayah sambung yang berhasil, banyak juga anggota di grup yang tidak keberatan dengan status janda beranak satu. Apa lagi mumpung sekarang anakmu masih kecil dia belum begitu paham. Nanti aku akan membantumu mencari laki-laki berkualitas dan tidak lembek seperti mantan suamimu itu!" Moy makin bersemangat untuk cepat-cepat mencarikan Nabila jodoh. "Nanti juga akan kupajang profilmu sebagai pengumuman di halaman paling depan grup!" Tidak tahu kenapa Nabila malah merinding. "Kau tinggal sapa aja anggota grup, perkenalkan dirimu secara singkat, tidak harus pakai nama asli. Nanti bakal aku promoin besar-besaran pakai banner di sampul depan halaman." Mendengar semangat Moy dan berbagai rencananya, Nabila malah jadi ingin tertawa geli. "Aku serius, Nabila!" tegur Moy melihat Nabila yang memang sedang bergetar menahan tawa membayangkan dirinya mau diiklankan sebagai janda. "Sebenarnya aku lebih tertarik jika kau membantuku mendapatkan pekerjaan." "Aku hanya ada posisi kasir di salon apa kau mau?" Moy kembali menawarkan pekerjaan yang kemarin sempat mereka bahas. " Kau boleh membawa Bagas." "Ya, tentu aku mau." Nabila buru-buru mengangguk. "Sebenarnya Elice yang mungkin bisa memberikan pekerjaan yang lebih sesuai dengan pendidikanmu." "Tidak masalah pekerjaan apapun aku mau." Moy sendiri hanya tamat SMU tapi sekarang dia memiliki bisnis kecantikan yang maju pesat salon dan klinik kecantikannya sudah tersebar di beberapa kota besar di tanah air. Moy sempat tidak enak ketika menawarkan pekerjaan sebagai kasir untuk Nabila yang berpendidikan sarjana. "Gajinya juga cuma standar UMR." "Aku benar-benar tidak masalah." Moy memang tidak tahu semenderita apa Nabila ketika hanya untuk membelikan popok dan s**u untuk putranya saja ia sampai tidak punya uang dan harus seperti mengemis dari mantan suaminya. Meskipun Moy dan Elice tidak akan segan untuk membantu tapi Nabila bukan tipe orang yang suka mengeluh masalah finansial kepada teman. 'Kling!' terdengar bunyi pesan masuk di ponsel Moy. "Elice sepuluh menit lagi akan sampai ke mari." Tadi Moy dan Elice sebenarnya sudah janjian untuk menjenguk putra Nabila, Moy datang lebih dulu karena kebetulan dia juga sedang berada di sekitar situ sama seperti yang dia katakan tadi. Elice benar-benar datang beberapa saat kemudian, membawakan kue serta mainan untuk putra Nabila. "Terima kasih Tante Elice." Nabila selalu mengajari putranya untuk selalu berterima kasih meski lidahnya masih cidal dan ucapannya belum jelas. Elice mencium putra Nabila yang terlihat ceria karena demamnya sudah turun sejak Riko datang. Bagas adalah anak laki-laki yang mengemaskan dan tampan seperti Riko, memang lebih banyak genetika Riko dari pada Nabila pada anak laki-laki itu. "Kemana saja kau kemarin?" Moy langsung menepuk bahu Elice yang sedang menggendong putra Nabila. "Aku dapat komplain dari anggota grup karena kau tidak datang di janjian kencan!" "Apa kau gila, dia teman bisnis mantan suamiku!" desis Elice yang kemarin sebenarnya sudah datang tapi segera kabur sebelum ketahuan. "Bayangkan bagaimana jika mantan suamiku sampai tahu aku ikut grup perjodohan konyolmu?" "Oh Tuhan!" Nabila yang jadi tidak bisa membayangkan konflik mengerikan seperti itu. "Mana aku tahu," kelit Moy. "Kupikir dia potensial untukmu karena sama-sama pengusaha tajir." Sebenarnya Moy memang tidak sembarangan untuk mencarikan duda berkualitas untuk kedua sahabatnya. Moy akan menyelidiki semua profilnya dulu dan melihat kinerjanya di grup. "Kulihat dia juga serius mencari istri sejak tahun lalu." Tiba-tiba Moy menoleh pada Nabila. "Giman kalau kukenalkan aja sama kamu, Nabila?" "Jangan aku dulu!" protes Nabila yang belum siap dan jujur saja masih malu buat buru-buru mencari suami lagi. "Ah, ayolah Nabila, jangan buang-buang waktu dan cepat bikin mantan suami dan pelakor itu menyesal pernah menyepelekanmu!" "Aku benar-benar belum siap!" "Aku serius Nabila, Sunan ini gak hanya tajir, tapi juga masih muda dan tampan. Tanya aja pada Elice kalau kau gak percaya!" "Istrinya meninggal tiga tahun lalu, sempat depresi dan aku juga baru tahu dia ikutan grup pencarian jodoh." Elice menambahkan cukup banyak keterangan. " Aku setuju dengan, Moy!" dukung Elice yang langsung sepakat dengan ide Moy memperkenalkan Sunan pada Nabila. "Kau juga lebih butuh suami dari pada aku." "Bayangkan saja, putraku sedang demam dan kalian sudah sibuk ingin mencarikanku jadoh!" "Sudahlah jangan jadi janda naif, mantan suamimu aja tetap langsung genjot wanita selingkuhannya sampai bunting!" Setiap kali memang mulut Moy yang paling tidak punya filter jika sudah kesal sama orang. "Sebenarnya aku lebih butuh pekerjaan dari pada suami!" tegas Nabila sekali lagi. "Nanti kau juga tetap bisa bekerja, yang terpenting sekarang cepat cari suami yang lebih tajir biar mantan suamimu tahu rasa!" Moy memang tipe wanita yang pasti akan membalas, dia tidak akan pasrah seperti Nabila. "Sepertinya aku juga harus membawamu ke salon." Moy mengoreksi penampilan Nabila yang sudah kurang tidur dari kemarin, ditambah dia memang kurang suka memakai makeup. Moy memperhatikan kulit Nabila lebih dekat, memastikan tekstur dan kekenyalannya sambil dia tepuk-tepuk seolah dia memang ahli dari klinik kecantikan. Sebenarnya Nabila sudah cantik alami tanpa perlu banyak dipoles, tapi laki-laki jaman sekarang memang matanya pada jelalatan. "Kau harus tahu jika pelakor lebih seram dari pada kuburan!" Moy terus mengomel. "Aku yakin pelakor itu juga lebih banyak menghabiskan duit suamimu untuk mempercantik diri dibanding jatah belanjamu yang cuma kau habiskan untuk membeli s**u bayi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN