Pukul dua dini hari Aisyah pun terbangun karena mimpi buruk kejadian sore tadi kembali terulang. Aisyah pun bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu. Tempat mengadu yang paling mustajabah hanya kepada Allah SWT.
Selesai berwudhu seperti biasa Aisyah menggelar sajadah kesayangannya dan memakai mukena putih polos. Dengan rasa taat dan tawadu, Aisyah pun mulai melaksanakan sholat tahajud sebanyak empat rakaat dengan dua kali salam.
Tangisannya mulai luruh saat bermunajat indah kepada Sang Pencipta dan Pemberi hidup.
"Ku pasrahkan semuanya Ya Allah, aku bukan seorang hakim yang bijak, aku bukan seorang istri yang sempurna, aku bukan wanita yang keras dan tak punya hati. Aku bukan Sayidah Khadijah dan Sayidah Aisyah ataupun Sayidah Fatima Az-Zahra. Aku hanyalah Aisyah Maharani yang terlalu mencintai Seorang Ahmad Baihaqi yang juga milikmu. Aku tersadar bahwa sejatinya tidaklah baik bila kita terlalu mencintai sesama makhluk yang juga ciptaanMu, melebihi rasa cintaku Kepada Mu Ya Allah SWT, Ya Rasululloh... Ampuni hamba yang masih banyak dosa dan kedurhakaan terhadap Suami hamba. Hingga saat ini pun, hamba belum bisa membahagiakan Suami hamba dengan memberikan keturunan. Apa ini salah satu caramu? bagiku mungkin ini menyakitkan, tapi bagi Allah SWT ini adalah jawaban terindah. Aku hanya butuh kesabaran yang lebih lagi, memiliki kelembutan dan ketulusan serta keihklasan. Berikan petunjuk kepadaku Ya Allah..." lirih Aisyah dengan terisak-isak.
Hatinya sungguh perih dan pedih. Suasana malam yang sunyi dan hening menambah pilu di hati pun semakin terasa. Rasa sesak di d**a Aisyah pun makin kuat.
"Humairah........ " ucap Baihaqi lirih memanggil istrinya yang sedang bersujud lama dengan bahu yang bergetar hebat.
Baginya hanya kepada Allah SWT cara yang tepat Aisyah meminta pertolongan dan petunjuk.
"Humairah ...... " panggil Baihaqi kemudian.
Baihaqi pun turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke menuju tempat sujud Aisyah.
Di pegangnya bahu Aisyah kemudian di dudukkan dengan tegak di atas sajadahnya. Matanya sudah basah dan merah. Dengan penuh kelembutan Baihaqi pun mengecup kedua mata Aisyah yang basah itu secara bergantian dan berulang ulang. Tangannya pun saling bertaut seperti akan berpisah lama.
"Jangan menangis lagi Humairah... Air matamu terlalu mahal dan terlalu istimewa untuk dikeluarkan karena Aku? Maafkan aku yang selalu membuatmu bersedih dan menangis. Dan aku tahu Aisyah, kamu mengadukannya hanya kepada Allah SWT. Aku tidak tahu harus berbuat apa, hingga pagi ini pun aku belum menemukan jawabannya." ucap Baihaqi pelan mengusap kepala Aisyah penuh kasih sayang.
Hanya ini yang bisa Baihaqi lakukan saat ini. Pikirannya benar benar kalut dan tidak bisa berpikir dengan jernih.
Satu tangan Baihaqi pun mengusap sisa air mata di pipi Aisyah. Aisyah pun memegang tangan Baihaqi dan mengecupnya berulang kali.
Senyumnya manis tapi tipis karena kegundahan hatinya masih ada dan belum lega, walaupun sudah mengadukan semuanya kepada Allah SWT. Aisyah tetaplah Aisyah, wanita yang lembut dan halus perasaanya.
"Sholat Tahajud Mas Bai.. agar hatimu tenang dan pikiranmu jernih. Kita hadapi masalah ini berdua. Aku ingin kita saling menghargai by pendapat kita masing masing." ucap Aisyah lembut kemudian mengecup pipi Baihaqi dengan penuh kasih sayang.
Baihaqi pun menganggukan kepalanya dan tersenyum manis.
"Kamu memang Humairah ku, Aisyah. Tetaplah di sisiku hingga maut yang memisahkan kita. Walaupun rasanya pun aku tak sanggup untuk kamu tinggalkan Aisyah. Hidupku sudah tergantung denganmu Aisyah." ucap Baihaqi pelan.
Itulah kenyataannya, setelah menikah, mungkin rasa cinta itu baru mereka pupuk bersama. Pacaran setelah menikah, mengenal setelah menikah. Sejak itu juga Aisyah yang selalu mendukung, mensuport serta melayani suaminya dengan baik dan tanpa cela, menurut Baihaqi. Semua terasa sempurna dan indah. Pakaian, makanan, hingga hal hal kecil pun Aisyah yang menyiapkan dan mengingatkan. Aisyah bagaikan alarm hidup bagi Baihaqi. Bisa dibayangkan bagaimana rasa cinta Baihaqi kepada Aisyah.
Pagi ini, seolah tangisan pun sudah mengering dari mata Aisyah. Sesuai kesepakatan dengan Bu Margaretha, Aisyah akan datang ke rumahnya membahas masalah ini secara kekeluargaan.
"Humairah.. aku harus ke kampus dulu, ada beberapa berkas yang harus aku tanda tangani terkait acara makrab di Kudus." ucap Baihaqi pelan.
"Baiklah Mas. Tapi hari ini kita harus menemui Bu Margaretha. Kira kira kamu ingin seperti apa Mas?" ucap Aisyah yang sudah pasrah dengan jawaban atau KEPUTUSAN apapun yang dipilih suaminya.
Baihaqi pun mulai tampak bingung dan gusar. Wajahnya terlihat cemas, karena jawaban itu belum ada. Tidak mungkin Baihaqi menikahi wanita yang mengandung bukan benih darinya, bukan kesalahannya.
"Jangan pernah ragu dengan keputusanmu Mas. Apapun keputusan yang kamu ambil aku ikhlas Mas Bai." ucap Aisyah pelan dan menatap kosong ke arah lantai.
Aisyah hanya menunduk, bulir kristal itu mendesak ingin keluar lagi dari sela sela matanya yang indah.
"Apa yang kamu pikirkan Aisyah!!! Aku tidak mungkin meninggalkan kamu apalagi menduakanmu, kamu pikir aku akan melakukan itu?" ucap Baihaqi dengan tegas.
"Aku hanya takut kamu menikahinya karena kasihan Mas." ucap Aisyah dengan suara bergetar.
"Aku tidak akan menikahinya Aisyah. Tidak akan pernah terjadi. Aku tidak mau berpoligami, aku manusia biasa dan aku tidak mencintai Anggie tidak mungkin aku bisa berlaku adil." ucap Baihaqi dengan lantang.
Aisyah pun terdiam, Aisyah pun merasa bersalah memancing masalah ini di saat mode pagi mereka sebenarnya sudah baik.
"Aku ingatkan, biar aku yang menyelesaikan masalah ini dan bukan keputusan kamu atau kita, tapi keputusan aku!! Aisyah. Hormati keputusan aku, aku akan melaporkan hal ini ke jalur hukum atas tindakan pencemaran nama baik." ucap Baihaqi dengan berapi api.
"Bukti-bukti yang kamu punya apa Mas?" tanya Aisyah pelan.
Deg....
Bukti yang valid, aku tak punya, gumam Baihaqi menatap nanar ke arah Aisyah.
"Aku memang tidak punya bukti apapun Aisyah. Tapi aku punya Allah SWT, yang pasti akan melindungi aku dari bencana dan marabahaya apapun. Bagiku, aku sudah beribadah dengan baik, Allah SWT sayang dengan aku dan kita Aisyah." ucap Baihaqi pelan. Rasanya saat itu juga Baihaqi ingin menangis tersedu-sedu, membayangkan ujian kehidupan yang tiba-tiba saja datang menerpa rumah tangga mereka.
"Mas Bai... kamu melupakan sesuatu?" ucap Aisyah dengan lembut.
"Apa itu Humairah?" tanya Baihaqi pelan.
"Ujian itu akan datang, di saat keimanan kita semakin kuat. Bukan karena kita merasa sempurna dalam beribadah maka tidak akan ada ujian, tapi inilah ujian kita, sampai dimana ketakwaan kita, ketawadukan kita terhadap Allah SWT." ucap Aisyah dengan pelan.
Baihaqi pun takjub mendengar pernyataan yang terlontar dari bibir Aisyah. Betul perkataan Aisyah, aku melupakan siapa aku? dan siapa Tuhanku?? Aku hanyalah manusia biasa, yang tidak sempurna dan tidak luput dari dosa, baik dosa kecil ataupun dosa besar baik sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan.
Dan siapa Tuhanku?? Dialah Allah SWT. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan juga Maha Besar.
Semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan, semuanya adalah fana. Tidak ada yang abadi, semua mahkluk hidup akan mati dan kembali kepada Sang Pencipta, Dialah Tuhan kita Allah SWT.
"Terima kasih Humairah, sudah mengingatkan aku. Aku terlalu sibuk dengan duniaku, seharusnya aku bersyukur dengan ujian ini, dengan begitu Allah SWT memperlihatkan kepeduliannya kepada kita melalui teguran yang sangat indah." ucap Baihaqi pelan, matanya sudah memerah dan berkaca kaca.
"Aku sudah memasrahkan masalah ini kepada Allah SWT. Apapun solusi yang ditunjukkan oleh Allah SWT, itu yang terbaik untuk kita." ucap Aisyah pelan.