Akhir Pekan Suram

1150 Kata
“Teka teki apa itu?” tanya Nia. “Hei jawab aja dulu, apa sebutan lain dari tiga punuk unta” ujar Rafael tak mau memberikan petunjuk. Nia kelihatan berpikir amat keras, ia memikirkan apa saja hal yang membuat sesuatu mirip dengan punuk di punggung binatang khas Negara Timur itu. Ada beberapa objek yang nyaris sama dengan ketiga punuk unta, di antaranya gunung atau gurun, bisa juga benda lain. Hingga akhirnya Nia mengingat sesuatu yang tak pernah di sadari sebelumnya, gadis itu meletakkan sendok yang ia pegang. Nia mengingat teka teki lelucon ini di satu acara kartun lama yang pernah ia lihat, Nia menutup mulutnya tak percaya. “Mas, kamu kebangetan amat” gumam Nia, Rafael makin kebingungan dengan reaksi Nia yang aneh itu. “Apanya yang kebangetan?” tanya Rafael tak paham. “Mbak Ellaine hamil, bener itu?” tanya Nia tak percaya. “Kamu udah tahu jawaban teka tekinya? Semudah itu, ku kira ini teka teki yang gak bakal kamu tahu” sahut Rafael tak percaya. “Yee cari teka tekinya absurd banget mah, anak kecil juga bakal tahu soal itu. Untungnya aku cepet tanggap kan, lagi pula tinggal bilang kalo mbak Ellaine hamil kenapa? Nggak perlu sampe bikin aku pusing mikir kan” omel Nia. Rafael malah tersenyum sendiri, “Aku baru tahu kamu doyan ngomel ternyata, seharian ini aku lihat kamu marah-marah terus. Apa info tentang kehamilan Ellaine nggak bikin kamu senang? Aku rasa Cuma kamu satu-satunya orang yang tahu soal ini selain aku dan Hans” kata Rafael tenang. Nia menyadari kebodohannya sendiri, ia juga baru menyadari seharian ini terus menunjukkan sisi menyebalkan dirinya pada Rafael. Namun Nia tak bisa menyalahkan dirinya karena sikap kali ini, Rafael sendiri yang membuatnya terus emosi seharian ini. “Ya kan aku bener, kamu marah-marah terus hari ini. Kamu lagi datang bulan ya?” tanya Rafael menebak. Nia memanyunkan bibirnya kesal, ia segera meneguk air putih dan pergi meninggalkan Rafael sendiri. Nia menuju kasir lalu membayar semua tagihan makan yang ia pesan, alhasil Rafael cepat-cepat mengejar Nia yang sudah duluan keluar kafe. “Hei kamu mau kemana?” tanya Rafael. Lelaki itu menuju kasir untuk membayar makanannya, “Berapa mbak?” tanya Rafael buru-buru. “Masnya dari meja nomor enam belas ya?” Rafael melihat meja yang tadi di dudukinya bersama Nia, “Iya kayaknya, aku nggak ingat” gumam Rafael, ia memang tak memperhatikan urutan ke berapa meja yang di tempatinya tadi. “Maaf mas, tagihannya sudah di bayar sama mbak yang duduk di depan masnya tadi” kata kasir itu. “Hah?” gumam Rafael. “Itu mbaknya tadi pacar masnya kan? Mbaknya udah jalan keluar dari tadi mas, lagi marah kali dari tadi masnya cuekin” sahut pegawai lainnya. “Ya sudah makasi banyak ya mbak” kata Rafael, ia segera berlari mengejar Nia yang sudah jalan duluan. Gadis itu berjalan santai keluar dari halaman kafe tanpa memperduluikan Rafael yang tertinggal di belakang, tepat hampir ia melangkah keluar dari halaman kafe, Rafael menghalangi langkah Nia dan berdiri di depannya. “Tunggu, mau kemana kamu?” tanya Rafael, napasnya ngos-ngosan. “Pulang” jawab Nia singkat. “Baiklah tapi bisa nggak habiskan makanan tadi lebih dulu? Lagi pula aku nggak suka kamu yang bayar makanannya” “Mas lupakan soal sipa yang bayar makanan tadi, aku nggak bisa lama-lama keluar sama kamu, dua puluh menit lagi aku harus nganterin ibu balik ke rumah sakit. Aku nggak punya banyak waktu main-main sama mas, lagian aku nggak tahu tujuanku datang ke kafe ini, tiba-tiba mas Rafael datang ke rumah dan menyeretku kesini” omel Nia. Rafael mengangkat kedua tangannya, ini pertama kalinya dia bertengkar dengan Nia, “Baiklah, aku mengaku salah kali ini, aku hanya ingin memberitahumu kondisi Ellaine. Tapi aku harus mengantarmu kembali pulang walaupun kamu lagi marah” “Aku bisa naik bus, haltenya nggak jauh dari sini kok. Jadi mas Rafael bisa balik ke dalam dan melakukan pekerjaan di depan laptop lagi” ujar Nia, ia kembali melangkah hendak meninggalkan Rafael namun lelaki itu memegang lengan Nia. “Nia ku mohon tunggulah disini, aku ambil mobil dulu untuk mengantarmu pulang. Aku nggak mau di anggap jadi lelaki nggak bertanggung jawab suatu hari nanti” pinta Rafael. “Aku bisa pulang sendiri, aku nggak mau ngerepoti mas Rafael” jawab Nia. “Aku bakal menyeretmu kapan saja kalo kamu membantahku lagi” ancam Rafael, lagi-lagi Nia harus mengalah kali ini. Pemandangan gedung tinggi di sepanjang jalan rupanya lebih menarik hati Nia, ia amat menikmati hal sederhana seperti ini saat ia berada di dalam kendaraan. Bedanya kali ini ia berada di dalam mobil lelaki paling menyebalkan dan tukang mengancam jiwa raga Nia. “Kamu lebih tertarik melihat gedung di luar dari pada bicara denganku, Nia? Kau tahu kan mereka nggak bisa bicara sedangkan orang di sampingmu bisa ngomong lancar?” tanya Rafael. “Hemm, gedung disana nggak bisa bicara. Beda sama orang di sebelahku yang hobinya ngomel” sahut Nia. Rafael tersenyum senang, ia bahagia Nia mau menunjukkan wajah aslinya tanpa ragu, “Yup sekali lagi, semakin aku mengenalmu semakin aku tahu kamu ini tukang marah-marah. Hemm kau nggak pernah gagal membuatku gemas” gumam Rafael bahagia. “Lagian tujuan mas Rafa ngajak aku ke kafe tadi buat apa? Mas fokus ke laptop aja dari tadi” protes Nia. “Apa berita tentang kehamilan Ellaine nggak bikin kamu senang?” Nia berpikir sejenak, “Aku seneng banget dengar soal itu sampai kepalaku mau meledak” jawab Nia jujur, ia menyenderkan badannya pada kursi mobil, “Aku seneng banget dengar informasi terbaru mengenai mbak Ellaine, sekecil apapun beritanya aku akan sangat menantikan itu” “Terus kenapa kamu malah bertingkah kayak bocah begitu!? Pake acara lari keluar kafe pula” gumam Rafael sangat pelan, tentu saja ia tak mau Nia mencekiknya disini. “Tapi aku nggak mau melewatkan sedetikpun waktu di akhir pekan dengan hal nggak jelas kayak gini” lanjut Nia, ucapannya tentu membuat Rafael terkejut, “Hanya di akhir pekan ini aku bisa menghabiskan waktu dengan ibuku saja karena waktuku banyak tersita di tempat kerja” “Aku nggak mau ninggal ibu di rumah sendirian, itu sebabnya aku banyak marah sama mas Rafael. Aku menyadari semua perilaku hari ini sangat menyebalkan dan buat mas Rafael marah. Maafkan aku mas, aku nggak memikirkan perbuatanku tadi bakal buat hati mas Rafael. Seakan tersambar petir di siang bolong, Rafael sangat terkejut mendengarnya. Di hari Sabtu ceria ini dia telah merenggut kebahagiaan Nia, secara tak langsung Rafael telah memisahkan Nia dengan ibunya. Ini memang murni kesalahan Rafael karena seenaknya menyeret Nia tanpa bertanya lebih dulu kegiatan penting Nia di akhir pekan. Rafael membiarkan Nia duduk di depannya tanpa melakukan apa-apa sefangkan dia sendiri tengah mengerjakan banyak hal untuk perusahaan dan rumah sakit milik Ellaine. Akhir pekan ini Hans yang bertandang ke villa melihat sahabatnya jadi Rafael ingin menikmati waktu bersama Nia, walaupun dia tak tahu cara berkencan dengan baik dan benar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN