Rapuh

1100 Kata
Perjalanan pulang ke rumah kali ini di rasa lebih tenang di banding sebelumnya, hati Nia lebih rileks sejak pagi tadi. Walapun ia masih sangat bingung kenapa dia berakhir di teras setelah berhadapan dengan anak buah Patrick. Nia dan Ratna tengah menunggu bus yang akan mengantarkan mereka kembali ke rumah masing-masing, Nia melirik Ratna yang tengah memandangi foto dari ponselnya. Nia sedikit mengintip siapa gerangan yang sudah membuat rekannya di mabuk kepayang sepanjang hari ini. “Aaah..” gumam Ratna kencang. “Ada apa?” tanya Nia penasaran. “Dia ganteng pol-polan deh” jawab Ratna dengan wajah bersemu merah. Nia menepuk jidatnya saking aneh ucapan Ratna, memang benar jatuh cinta membuat manusia jadi lupa akan segalanya termasuk keburkan si doi sekalipun. Ini pun terjadi pada Ratna sendiri, meskipun di tegur oleh Hendry akibat kelalaiannya saat bekerja namun Ratna menganggapnya sebagai bentuk perhatian. Pagi hari tadi sebelum masuk ke kantor, wajah merah karena amarah Ratna itu membuat semua orang yang berpapasan dengannya sangat ketakutan. Ia ingin sekali mendamprat Hendry karena tak sekalipun ia menanyakan keadaan Ratna saat sakit. “Lihat aja bakal aku damprat sampe mukanya penuh sama ludahku!” geram Ratna. “Yakin kamu bisa marah di depan dia?” tanya Nia santai. “Yakinlah, dia keterlaluan banget nggak perhatian sama bawahan sendiri huh!” Namun lelaki yang mereka bicarakan sepanjang jalan itu malah berdiri tegak di belakang Nia dan Ratna, dua orang gadis itu sama sekali tak mneyadari kehadiran Hendry sejak tadi. Malahan Ratna dengan lantang akan menjitak kepala atasannya itu jika mereka bertemu. “Huh kesel banget aku sama dia!” geram Ratna, kakinya menghentak-hentak ke tanah setiap langkah. “Ratna pelan jalannya, juga jangan bicara gitu dong kalo pak Hendry denger gimana?” pinta Nia sembari berusaha mengikuti langkah amarah dari Ratna. “Dimana dia? Dimana lelaki nggak peka itu? Bakal aku cincang dia pagi ini juga!” geram Ratna, ia dan Nia berhenti di depan pintu kantor. “Pagi Nia, pagi Ratna” sapa Hendry dari belakang mereka. Sontak Nia dan Ratna sama-sama terkejut bukan main, lelaki itu menampakkan senyumnya yang benar-benar manis. Jangan tanyakan bagaimana reaksi Ratna setelah melihat Hendry, baginya wajah Hendry yang menenangkan itu lebih indah dari sekuntum bunga. “Pagi pak” sapa Nia santai. Hendry beralih menatap Ratna yang terdiam seribu bahasa, matanya tak henti memandangi wajah Ratna yang merah bagai tomat itu. Senyum Hendry sedikit menghilang ketika melihat wajah salah satu karyawan di bawah bimbingannya itu makin merah. “Ratna kamu sudah sembuh?” tanya Hendry, nada bicaranya yang rendah tak pernah tinggi itu mematahkan emosi Ratna dalam sekejab. “I-iya pak, saya sudah baikan sekarang” jawab Ratna terbata-bata. “Wajah kamu merah, kamu yakin baik-baik saja?” tanya Hendry lagi, wajahnya berkerut ketika melihat Ratna. “Nggak apa-apa kok pak, saya sudah sembuh total” jawab Ratna makin malu. Hendry memicingkan matanya pelan, “Ya sudah kalo begitu hari ini kamu jangan memaksakan diri ya, boleh pulang duluan kalo nggak kuat” Ratna mengangguk pelan, tak di sangka kalau Hendry bakal seperhatian itu pada Ratna. Amarah Ratna segera menghilang begitu saja setelah mendengar perhatian Hendry. Jam menuju makan siang pun mulai tiba, para pegawai berhamburan keluar untuk mancari makan siang. Namun tidak dengan Nia dan Ratna maupun beberapa pegawai lainnya, mereka menghabiskan waktunya di tempat karena banyak sekali pekerjaan yang harus di selesaikan. Nia mengeluarkan bekalnya yang di bawa dari rumah lalu menatap meja Ellaine yang sudah kosong. “Aaah mbak Ellaine pulang duluan lagi ya?” gumam Nia sendiri, ketiadaan Ellaine membuat semangatnya meredup untuk bekerja. Nia menatap Ratna yang sibuk menyelesaikan laporan setelah di tinggalnya selama beberapa hari, “Ratna makan dulu yuk” ajak Nia. “Nanti aja nanggung nih masih banyak” sahut Ratna, matanya tetap tertuju pada layar computer. “Tapi kamu harus makan loh, dikit aja deh ya. Kalo nanti kamu sakit lagi gimana?” bujuk Nia. “Oke aku makan setelah laporan satu ini selesai, temani aku pergi beli soto di depan yak” Nia mengangguk pelan, tak sulit membujuk Ratna karena dia termasuk gadis periang yang selalu gembira. Namun niat Nia untuk menemani Ratna pergi beli soto langsung sirna saat Edy datang mendekati mereka berdua. “Ratna, ini di belikan makan sama pak Hendry” kata Edy, pegawai berkacamata itu memberikan bingkisan makanan pada Ratna. “Dari siapa!?” teriak Ratna tak percaya. “Hiih bisa diem nggak sih? Aku bilang itu dari pak Hendry, dia suruh kamu habisin semua makanannya” jawab Edy sembari menutup telinganya. “Uuuh aku nggak nyangka pak Hendry seperhatian itu sama aku, aku jadi nggak marah lagi deh sama beliau” kata Ratna kegirangan, sedangkan Edy juga memberikan bingkisan pada Nia dan Cassandra. “Hah jangan-jangan pak Hendry jatuh cinta sama aku! Nggak mungkin kan dia tiba-tiba kasih makan ke aku begini, lewat orang lain pula. Aku yakin pak Hendry malu banget mau kasih sendiri makanan ini ke aku” ujar Ratna berdialog sendiri di saksikan oleh Nia, Cassandra dan Edy. “Aaah harusnya pak Hendry nggak usah malu-malu begitu deh hehe, kasih ke aku langsung juga nggak apa-apa kok. Kan aku yang nggak enak kalo begini hehehe” ujar Ratna lagi. “Hei Ratna” panggil Edy, niatnya untuk menyadarkan Ratna. “Gimana menurut kalian? Pak Hendry terlalu kelihatan kan kalo cinta sama aku?” tanya Ratna. “Pak Hendry juga cinta sama aku juga dong kalo gitu?” tanya Edy sembari menaikkan nasi padang yang di beli oleh Hendry. Ratna melihat bungkusan nasi padang yang di bawa oleh Cassandra dan Nia, mereka punya bungkusan nasi yang sama dengannya. Hendry memang sengaja ingin membelikan makan siang untuk para pegawai yang terlihat lembur di kantor. “Huh sama toh ternyata?” gumam Ratna sedikit kesal. “Haha makanya jangan aneh-aneh deh, perhatiannya pak Hendry itu nggak lebih dari perhatian ke pegawai kok” sahut Edy dan di iringi gelak tawa dari Cassandra dan Nia. Kembali saat menunggu bus di halte, Nia masih tak menyangka ternyata kekuatan cinta sehebat ini bisa membuat orang di mabuk kepayang tanpa minum alkohol sekalipun. Namun pandangan Nia tertuju pada langit yang mulai menampakkan pemandangan sore. ‘Aaah jika di perbolehkan, aku juga ingin merasakan indahnya jatuh cinta. Walau cuma sekejab tapi aku ingin merasakan itu seperti gadis muda lainnya’ gumam Nia sangat pelan. Matanya menatap seluruh langit sore dengan awan yang berjalan cepat, kumpulan awan itu terlihat indah sekali seperti permen gulali yang manis. Senyum Nia tiba-tiba saja menggaris tipis di wajahnya, sadar akan apa yang ia harapkan tak akan pernah terjadi, Nia mneundukkan wajahnya lagi. ‘Cinta.. apa sehebat itu kekuatanmu bagi kami manusia sang manusia berhati rapuh?’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN