Sapu Tangan

1100 Kata
Lelaki bermata indah itu terdiam mematung di depan Nia, jalan satu-satunya untuk kabur berada di belakang Nia. Gadis itu sengaja memblokir jalan agar lelaki itu tak bisa pergi kemanapun, ia menatap Nia yang tak berhenti tersenyum padanya. “Halo” sapa Nia, senyumnya terukir indah di wajah Nia. Nia edikit tertunduk namun lelaki itu tahu betul Nia tengah ketakutan, entah apa yang mendorongnya sampai sejauh ini untuk bisa memojokkannya. Harus ia akui Nia punya nyali begitu besar menghadapi orang yang sama sekali tak di kenalnya, baru kali ini ia melakukan hal memalukan dan di luar akal sehatnya. “Maaf aku nggak tahu siapa kamu, jadi aku akan memanggilmu ‘tuan penguntit’” ujar Nia membuat alis lelaki itu bergerak. “Maaf aku.. aku sengaja melakukan ini padamu tapi..” belum sampai selesai Nia bicara namun lelaki itu hendak pergi meninggalkan Nia. Buru-buru Nia mencegah kepergian lelaki itu dengan merentangkan kedua tangannya, “Tunggu dulu! Jangan pegi aku mohon, sekali ini saja dengarkan sampai aku selesai bicara” pinta Nia. Lelaki itu nampaknya lebih keras kepala dari yang di duga oleh Nia, ia tak mengindahkan permintaan Nia dan terus saja berjalan melewati Nia. Tak ada pilihan lain, Nia berlari dan mencegat lelaki itu agar tak bisa kemana-mana. “Maaf kalo aku nggak sopan padamu, tapi aku ingin berterima kasih” ujar Nia, bibir dan seluruh tubuhnya terasa bergetar hebat. Nia menatap mata lelaki yang memiliki bentuk mata paling indah yang pernah ia lihat, lelaki itu terdiam menatap seluruh tubuh Nia yang gemetaran hebat. Nia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk bicara dengannya, lelaki itu memasukkan kedua tangannya ke jaket kulit berwarna hitam yang selalu di pakainya. “Aku nggak tahu apa maksudmu selalu mengikuti aku sejak satu tahun terakhir ini, awalnya aku sangat ketakutan kamu terus mengikutiku seperti penculik. Tapi aku ingin sekali berterima kasih padamu tentang kejadian di hari itu” Lelaki itu terdiam menatap Nia yang bicara tanpa melihat matanya, mimik wajahnya benar-benar terlihat kalau Nia ketakutan. Lelaki itu memutuskan untuk diam mendengarkan setiap kata yang di ucapkan oleh Nia, setidaknya gadis ini sudah berhasil membuatnya terpojok. “Aku ingin berterima kasih padamu, tuan penguntit” “A-aku nggak tahu apa yang bakal terjadi padaku kalo saat itu kamu nggak ada disana, aku kira selama ini kamu salah satu bawahan dari Patrick jadi aku.. aku.. maaf saat itu aku sempat berpikir buruk tentangmu karena kamu terus mengikuti aku seperti semua bawahan Patrick” kata Nia terbata-bata. Nia menurunkan kedua tangannya perlahan, “Sekali lagi aku ingin beterima kasih padamu karena sudah menolongku hari itu, jika saja kamu nggak disana mungkin.. mungkin aku sudah..” kalimatnya tak selesai, tubuh Nia kembali bergetar hebat mengingat kejadian dimana ia di seret paksa menuju tempat Patrick. “Maaf aku membicarakan hal terlalu jauh denganmu, aku tahu aku sangat memalukan karena menemuimu dengan cara seperti ini” Lelaki tadi mengeluarkan tangan kanannya dari dalam saku jaket kulit, ia menggenggam sesuatu berwarna gelap yang pekat. Nia tahu betul lelaki itu membawa benda asing di tangannya namun isi hatinya selalu mendorong pikiran positif. “Aku tahu kamu nggak akan pernah mendekatiku sedikitpun, dan aku tahu kamu nggak akan menyakiti aku apapun alasannya” ujar Nia dengan bibir gemetar. Lelaki itu mendekati Nia perlahan, sepertinya tebakan Nia tak sejalan dengannya. Nyatanya lelaki bermata indah ini tetap mendekatinya tanpa aba-aba. Lelaki dengan tinggi lebih dari seratus depalan puluh lima itu berdiri tegak di depan Nia, mata indah bewarna cokelat terang itu terpantul oleh sinar rembulan yang menerobos melalui celah gang. Dari jarak sedekat ini, bibir merah meronanya terdiam kelu menatap mata indah milik lelaki ini. Nia ingat betul ia tak pernah melihat bentuk mata seindah ini sebelumnya, Nia juga tahu ia sama sekali tak mengenal lelaki yang selalu menutupi wajah tampannya. Aroma maskulin menyeruak dari tubuh atletis ini, Nia merasa sangat tentram hanya mencium aroma khas ini. Perlahan namun pasti jantung Nia terasa lebih tenang di banding sebelumnya, entah mengapa berada di dekat lelaki asing ini terasa sangat nyaman dan tentram. Pandangan lelaki ini tak beralih pada hal lain selain menatap kedua mata Nia, pun dengan Nia yang terpesona menatap bola mata indah itu. Ia menyodorkan sapu tangan berwarna gelap pada Nia berharap benda ini berguna untuk mengusap keringat yang terus membasahi seluruh tubuh, gadis pemberani di depannya menatap sekilas sapu tangan aneh tanpa corak itu. Nia menerima sapu tangan itu pelan, tanpa berkata apapun lagi lelaki bermata indah itu langsung pergi melewati Nia. “Ma-maaf, maaf aku sudah lancang dengan memanggilmu tuan penguntit! Maaf aku sudah membuatmu nggak nyaman, terima kasih sudah menolongku” kata Nia memberikan salam pisah pada lelaki itu. Nia menatap punggung lelaki itu yang makin menghilang di telan oleh gelapnya malam, Nia menatap sapu tangan berwarna hitam legam di tangannya. Wangi maskulin berhembus tertiup angin melewati hidung Nia, aroma yang sangat langka dan baru kali ini Nia menghirup bau maskulin namun terkesan lebih lembut. * Di dalam kamar tidurnya yang hangat dan sangat nyaman, Nia telah bersiap untuk segera mengistirahatkan tubuh. Nia mengingat kembali bentuk dan sorot mata indah yang ia temui beberapa jam yang lalu, entah mengapa bayangan akan mata indah itu tak pernah lenyap dari kepala Nia. Gadis itu teringat dengan benda berharga yang di berikan lelaki tadi pada Nia, ia meraih sapu tangan berwarna hitam dari mejanya. Nia mendekatkan sapu tangan itu ke wajahnya, makin lama aroma maskulin itu tercium begitu kuat. ‘Aromanya sangat berbeda, baru kali ini aku mencium bau seperti ini’ gumam Nia pelan. Ia menatap sapu tangan dari lelaki misterius itu lagi, perlahan Nia membuka lipatan sapu tangan yang kelihatannya sangat mahal. Namun lagi-lagi Nia di kecewakan oleh angannya sendiri, sapu tangan itu sama sekali tak memiliki pola atau corak seperti sapu tangan milik perempuan. “Yaah, nggak ada tanda apapun di dalam sini. Aku nggak punya petunjuk mencari lelaki itu lagi deh” gumam Nia. Namun Nia teringat akan sapu tangan milik lelaki itu, ia terbelalak kaget menyadari kebodohannya sendiri. Nia berajak duduk dan menyalakan lampu tidur, dalam cahaya temaram itu Nia berusaha mencari petunjuk walaupun sangat kecil kemungkinan ia menemukannya. “Gawat, aku nggak menemukan apapun disini. Gimana bisa aku mengembalikan sapu tangan ini padanya kalo aku sama sekali nggak tahu apa-apa tentangnya?” gumam Nia. “Aaah, Ratna! Aku yakin Ratna pasti tahu sesuatu tentang benda sakral ini, mungkin lelaki tadi memberikan pesan tersembunyi untukku” gumam Nia lagi. Walaupun dalam sekejab Nia dapat menemukan solusi untuk masalahnya, namun Nia tak dapat tidur dengan tenang. Bagaimana jika lelaki tadi tak akan pernah mau menemani Nia kembali pulang seperti sebelumnya? Bagaimana jika sapu tangan ini menjadi satu-satunya kenangan yang di tinggalkan oleh lelaki bermata indah itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN