Shafir terus berlari, dengan tubuh lemas dia terus berusaha menyelamatkan diri. Ia ketakutan tapi tidak tahu apa yang sedang mengejarnya..
wanita itu terjatuh, dalam rasa sakit sebuah cahaya terlihat, membuat Shafir berjalan mendekati arah titik cahaya itu. semakin dekat, rasanya semakin silau dan menusuk.
ia mendengar namanya si sebut, nada-nada terdengar lirih dan nyata.
Apakah ini mimpi?
Rasanya Shafir begitu lelah dan tesedot semakin dalam.
"Shafira ...."
"Shafir ...."
"Shafir ...."
seruan terus terdengar hingga akhirnya wanita itu tersadar. Shafir tersentak dengan nafas yang seakan hampir putus.
Alex dan Suesan bernafas lega ketika melihat wanita itu terbangun. Alex mengusap dadanya. semenjak wanita itu menjerit dan berteriak sambil bernafas kasar ia jadi sangat khawatir.
"Akhirnya mau sadar, apakah kau bermimpi buruk? kau menangis, menjerit dan berteriak ... kau bahkan mencengkram tanganku hingga berbekas." kesal Alex.
Shafir membangkitkan dirinya, ternyata benar apa yang dia alami hanyalah mimpi belaka. wanita itu mengusap wajahnya, saat ia menoleh kepala pelayan Suesan memberikan sebuah air putih untuk dia minum.
"Terima kasih ...." ujar Shafir.
"Kau demam selama semalaman, kau terus menangis dan terlihat ketakutan, mungkin kau bermimpi buruk." ujar Suesan. wanita itu berpikir sejenak, ia mengingat bagaimana dirinya saat bertemu dengan Gaston dan Rora.
Shafir berusaha menenangkan dirinya agar tidak kembali down seperti yang lalu.
"Maafkan sudah merepotkan kalian, sekarang aku sudah baik-baik saja. jadi tidak perlu khawatirkan aku." jelas Shafir sambil bangkit dan mendudukkan dirinya.
"Kau belum benar-benar pulih, kau istirahat saja tidak perlu bekerja hari ini." wanita tua itu membaringkan Shafir lagi. Namun, Shafir merasa dirinya benar-benar baik-baik saja. Mungkin kemarin dia hanya shock melihat apa yang terjadi di hadapannya. Sekarang Shafir sudah kuat mental, di sudah mencoba menerima keadaan dan kenyataan jika kedepannya mungkin akan bertemu dengan Gaston bersama Rora lagi.
"Aku sudah baik-baik saja, kepala pelayan Suesan." akhirnya wanita tua itu mengalah, jika menang Shafira merasa sudah agak mendingan maka dia tidak dapat menahan wanita itu.
"Baiklah, tapi untuk hari ini kau tidak perlu ke dapur dan ruang cuci, cukup bantu aku untuk mencatat beberapa persiapan pesta." pinta Kepala pelayan Suesan.
"Baiklah ...." Shafir setuju, dia bergegas membersihkan dirinya dan langsung menuju ruangan Suesan. Di sana wanita tua itu sudah terlihat begitu sibuk.
"Kemarilah, bantu aku merekap data ini, jumlah semuanya." ujar kepala pelayan Suesan.
Shafir langsung mengerjakan hal itu, dia mendata kebutuhan pesta, persiapan, deretan acara, hingga berbagai hidangan yang ingin di persiapkan hari itu.
"Kenapa banyak sekali tamu yang akan Tuan Black Jerico undang? apakah ini pesta penting?" tanya Shafir.
"Ini acara yang memang di selenggarakan setiap satu tahun sekali, ini memang sudah menjadi kebiasaan Tuan Black Jerico."
"Apakah ini semacam pesta ulang tahun?"
"Tentu saja, bukan. Pesta ini sebenarnya adalah ajang untuk mengumpulkan para miliarder dan pengusaha yang kaya raya, saling bertukar informasi dan mempertimbangkan kerja sama satu sama lain, ini pesta bisnis, karena fokus utama adalah untuk perusahaan ... Mengalirnya dana investor dan meningkatkan harga saham." Jelas Kepala pelayan Suesan.
Shafir mengangguk, dulu di kediamannya sering di lakukan pesta, mengundang teman dan keluarga untuk saling bercerita, terkadang para pebisnis lain juga di undang.
"Akan, banyak yang datang tahun ini jadi persiapan juga jauh lebih banyak dari sebelumnya. " Jelas kepala pelayan Suesan.
Shafir mengerjakan tugasnya tanpa banyak bertanya atau bicara, setelah beberapa waktu semua selesai. Kepala pelayan Suesan memintanya untuk kembali ke kamar dan beristirahat. Shafir menurut ia berjalan menuju kamar dan saat itu dia berpapasan dengan Black Jerico. Safir menunduk tapi lelaki itu berlalu begitu saja, Shafir menghentikan Black Jerico. Dia menjegat pria itu dengan membentangkan kedua tangan di dapan menghalangi jalan lelaki itu.
"Ada apa?"
"Anda ingin pergi?"
"Iya aku banyak urusan, ada apa?"
"Kepala pelayan Suesan, meminta aku untuk istirahat, jadi apakah boleh jika aku pergi ke suatu tempat?" Tanya Shafir. Black Jerico mengerutkan keningnya. Dia menatap wanita itu dengan lekat dan sedikit penasaran.
"Kau mau pergi kemana?"
"Aku ingin pergi ke makan ibuku, aku juga ingin mencari ayahku, bisakah kau berikan gajiku lebih awal, tidak perlu penuh hanya setengah saja, tidak masalah bukan?" Tentu tidak uang sedikit tidak akan membuat kau miskin mendadak.
"Untuk apa uang itu?"
"Aku butuh buaya transportasi,"
"Kalau begitu ikut saja denganku."
"Eh, kenapa? Aku bisa pergi sendiri tidak perlu menumpang denganmu, Tuan Black Jerico yang terhormat!".
"Aku sudah menawarkan dan aku berani menolak? Maka tidak bisa keluar kalau begitu." Mendengar hal itu Shafir langsung setuju dia mengangguk dan bergegas mengikuti Black Jerico walau dengan wajah sedikit kesal. Apa susahnya mengeluarkan uang beberapa dolar saja Apakah dia memang sangat pelit tentang uang.
Mereka berdua pergi meninggalkan kediaman Black Jerico. Lelaki itu mengemudi dengan lebih banyak diam dari pada bicara. Setelah hampir satu jam, mereka akhirnya sampai ke pemakaman. Shafir turun dan langsung menuju makam ibunya. Dia duduk dan tertegun melihat bagaimana makan itu nampak tidak terawat dan penuh rerumputan.
Shafir duduk dia mencabut rumput itu satu-persatu. Air mata wanita itu berlinang, sebentar lagi, adalah hari peringatan kematian ibunya. Kecelakaan yang merenggut wanita itu dan pengelihatannya 5 tahun yang lalu.
Shafir duduk dan membenarkan posisinya, dia bersandar pada baru nisan milik ibunya.
"Ibu bagaimana kabarmu? Maaf aku baru bisa datang ... Ibu apakah kau bisa mengenali aku? Ini aku putrimu Shafir Adella Brown. Ibu mengenaliku, bukan." Shafir menangis keras karena dia begitu merindukan ibunya.
Dari kejauhan Black Jerico melihat semua itu lelaki itu hanya diam sambil memangku tangan.
"Aku, akan balas dendam, aku akan ... Menghancurkan mereka yang menyakiti aku ... Aku juga akan mencari di mana ayah, maaf aku gagal melindungi ayah seperti janjiku ...." Ujar wanita itu.
Dia mereka seperti berada di pelukan ibunya hanya dengan memeluk tanah makam itu.
"Tolong bantu aku dari atas sana, berikan aku kekuatan untuk menghadapi semua cobaan yang akan ada di depanku." Jelas Shafir. "Bantu aku .... Lindungi aku dan lihat bagaimana aku berjuang." Jelasnya dengan tatapan berapi penuh dengan kemarahan.
Black Jerico mendekati Shafir, dia menepuk bahu wanita itu dan memintanya untuk segera pergi dari sana. Shafir menolak, inilah alasan dia ingin pergi sendiri, karena ingin berpuas berbincang dengan ibunya bukan sebentar lalu pergi.
"Aku baru datang sebentar, Tuan Black Jerico. Tidak bisakah aku di sini lebih lama lagi?" Tanya Shafir dengan nada memohon. Dia sangat merindukan ibunya tidak ingin pergi terburu-buru.
"Kau bilang ingin mencari ayahmu? Aku sudah dapatkan informasi tentang dia ..." Shafir langsung terlonjak. Dia bangkit dan segera mengikuti Black Jerico yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkan dirinya.
"Anda tahu di mana ayahku?" Tanya Shafir. "Perawat rumah sakit sebelumnya mengatakan dia di pindahkan ke rumah sakit terpencil, tapi tidak tahu di mana." jelas Shafir.
"Aku tahu, di mana ... Jadi diam saja dan jangan banyak bicara cukup ikuti aku saja, kau mengerti?"
"Mengerti!" Jawab Shafir yakin. Lelaki itu membawanya pergi dari kompleks pemakaman, mereka berjalan jauh melewati keramaian kota, butuh satu jam lebih sebelum akhirnya mereka memasuki sebuah wilayah perbatasan kota.
"Apakah sejauh ini? Sialan, pria itu membuang ayahku di tempat terpencil seperti ini!" Kesal Shafir yang semakin menyimpan amarah.
Black Jerico hanya diam, di fokus pada kemudi dan terus berjalan menuju rumah sakit yang ada di pinggir kota itu. sebuah rumah sakit di samping gereja, dia menghentikan mobilnya dan meminta Shafir turun.
"Di sini ..." ujar lelaki itu dengan nada datar.
"Di sini?" Shafir langsung berlari masuk. Namun, saat itu juga tangan Black Jerico meraihnya dan menahan wanita itu.
"Kenapa?" ujar Shafir yang tidak mengerti apa alasan dirinya di tahan begini.
"Ingat kau bukan lagi, Shafir melainkan Shafira. jangan lakukan hal yang membuat petugas rumah sakit curiga, mereka mungkin sudah di bayar oleh Tunanganmu!" jelas Black Jerico. Shafir sadar dan ia mengangguk paham.
"Tapi bisakah berhenti mengatakan dia tunanganku? sungguh aku merasa sangat kesal mengingat pernah memiliki hubungan dengan lelaki seperti itu!" ujar Shafir dengan wajah serius.