Pria itu mendorong kursi roda perlahan, membawanya sedikit menjauh dari teras ruang rawat menuju lorong yang lebih sepi. Wita menolehkan kepalanya sedikit, menangkap bayangan wajah Harley yang dihiasi senyum sinis. “Kaget?” tanya Harley dengan nada santai, seolah ia hanya mengomentari cuaca pagi. “Sialan kamu, Harley,” cetus Wita dengan nada penuh kemarahan. Namun suaranya bergetar, mencerminkan rasa panik yang coba ia sembunyikan. Tawa sinis Harley terdengar di telinganya, membuat Wita semakin tegang. Ia mencoba mengendalikan napasnya, tetapi sulit. Ia merasa seperti rusa yang terperangkap di hadapan seekor serigala. “Tinggalkan aku sendiri,” katanya, berusaha terdengar tegas. “Sendiri? Di rumah sakit ini?” Harley tertawa mengejek. “Kau ini lucu sekali, Wita. Bukankah aku justru satu