“Lulusan terbaik Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajamen … Falisha dengan IPK 3,93.”
Riuh tepuk tangan bersahutan di ruangan, tentu bukan saja hanya namaku. Masih ada beberapa nama lagi wisudawan dan wisudawati yang tengah disebutkan satu per satu. memeluk singkat Aliyah dan Safiyah saat melewati tempat duduk mereka. Aku hampir menangis saking bahagianya, namun aku takut make up ku luntur. Bisa-bisa Lili marah padaku, karena ini hasil karyanya
Temanku itu menempuh perjalanan satu jam diantar oleh Ardan ke tempat kos untuk merias wajahku. Lili memang pandai bermake up, tidak sepertiku. Punya bedak dan lipstik saja saat semester empat. Jam enam pagi hingga jam tujuh pagi. Kemudian kami bersiap menuju tempatku di wisuda. Bu Puja turut masuk bersamaku walau tempat duduk terpisah, sedangkan Ardan dan Lili menunggu di luar.
. Aku sudah di atas panggung, bersama lulusan terbaik lainnya dari tiap-tiap jurusan. Setelah melalui proses panjang, revisi, dan cobaan skripsi lainnya. Aku bisa berdiri disini dengan bangga. Jika saja Nenek Ana masih ada, beliau pasti akan menangis terharu dan tidak berhenti membanggakan aku.
Dalam kesempatan ini, aku ditunjuk sebagai perwakilan wisudawan terbaik hari ini untuk menyampaikan pidato singkat. Aku berjalan menuju mimbar dan menatap ke depan. Rasanya seperti sedang bermimpi aku bisa berdiri disini.
Dibuka dengan ucapan salam, dan salam hormat pada para petinggi kampus yang hadir. Untuk awalan, tentunya aku mengucap syukur pada Allah SWT, dan berterima kasih kepada semua orang yang terlibat sampai aku bisa sampai di titik ini.
“Terima kasih pada para dosen kami yang telah tulus memberi ilmunya pada kami, orang tua dan keluarga yang memberi dukungan tanpa henti, serta teman-teman yang ikut menyemangati. Menjadi sarjana bukanlah akhir, namun awal. Awal untuk kami membuka lembaran baru. Semoga ilmu yang kami peroleh bisa dimanfaatkan dengan baik dan bermanfaat pula untuk orang lain.”
Sejenak aku berhenti dan menyeka air mataku. “Kami memohon maaf apabila selama ini kami banyak melakukan kesalahan, dan berterima kasih sekali lagi, pada orang tua, keluarga, dan para dosen. Sekian dari saya.” Aku tutup pidatoku dengan salam. Aku sedih saat harus menyebutkan ‘orang tua’, namun aku tidak boleh egois. Aku menjadi perwakilan teman-teman lulusan terbaik lainnya, yang pastinya ingin mengucapkan terima kasih yang tiada hentinya khususnya untuk kedua orang tua mereka.
Setelah kejadian dengan Azfer, aku menolak untuk bimbingan dengannya jika Pak Khalid tidak bisa hadir. Aku memilih menunggu dengan sabar jika Pak Khalid sedang ada urusan atau mengganti jadwal bimbinganku.
Ya, hari ini aku wisuda, dengan Aliyah dan Safiyah juga tentunya. Bu Puja, Ardan, dan Lili pun hadir. Mereka adalah keluargaku. Aku kembali ke tempat dudukku, kemudian memejamkan mata sejenak dan mengatur napasku. Terputar memori-memori selama perkuliahan, baik memori indah maupun memori buruk. Aku telah melewati banyak hal sampai akhirnya berada di titik ini.
Sebelum menemui keluarga masing-masing, setelah prosesi wisuda selesai, aku menyempatkan diri berfoto dengan Aliyah dan Safiyah.
Kami bertiga berpelukan. “Aku pasti akan merindukan kalian!”
“Jangan lupakan kami, Fal!” ujar Aliyah saat mengurai pelukan.
“Aku harap kamu bisa mewujudkan cita-citamu membuka toko kue untuk almarhum Nenek Ana,” harap Safiyah, yang tentu aku aminkan dengan sungguh.
“Terima kasih. Semoga kalian juga sukses dengan cita-cita kalian.”
“Aamiin,” sahut Aliyah dan Safiyah serempak.
Kami pun berpisah dan aku menghampiri Bu Puja. Aku sedikit berlari dan memeluknya.
“Ibu bangga padamu, Falisha!”
“Terima kasih, Bu. Aku bisa seperti ini juga berkat dukungan Ibu, juga Kak Ardan dan Lili. Kalian adalah keluargaku.”
Aku dan Bu Puja keluar dari gedung untuk menemui Ardan dan Lili di luar. “Aku bangga padamu, Falisha!” Lili langsung memberiku buket bunga.
“Terima kasih, Lili.” Aku menerima buket bunga dari Lili.
“Ini untukmu. Aku bangga padamu, Fal.” Ardan memberikan boneka beruang lengkap dengan jubah dan toga khas wisuda.
Aku menerima pemberian Ardan. “Terima kasih, Kak.”
Aku, Ardan, Lili, dan Bu Puja memutuskan untuk makan siang bersama. Namun sebelum ke restoran, kami mampir ke studio foto terlebih dahulu. Kami ingin mengabadikan kenangan yang terjadi hanya sekali seumur hidup ini.
Ardan menyetir mobil dan Bu Puja di sampingnya. Sedangkan aku dan Lili duduk di kursi belakang. “Kapan kamu wisuda, Li?”
“Bulan depan, Fal. Tapi belum tahu tanggalnya,” jawab Lili.
“Cepat tanyakan, Lili. Aku harus mengajukan cuti dari jauh-jauh hari,” kata Ardan yang sedang mengemudikan mobil.
“Iya Kakakku Sayang.” Lili terlihat sebal pada pacarnya itu.
Aku dan Bu Puja malah terkekeh. Ardan memang sudah bekerja, itu sebabnya tidak bisa seenaknya menghadiri acara. Dia harus mengajukan cuti dari jauh-jauh hari sebelumnya. Aku bahagia hubungan Lili dan Ardan berjalan lancar. Semoga mereka bisa secepatnya menikah.
Kami sampai di salah satu studio foto, namanya Diamond’s Studio Photos. Suasana ramai sekali karena banyak wisudawan dan wisudawati yang juga berfoto. Tanpa aku tahu, Ardan telah booking jadi kami tidak perlu mengantri lama. Kami berpose kurang lebih satu jam. Kami langsung mendapat soft file, namun untuk foto cetak membutuhkan waktu beberapa hari. Pihak studio foto akan memberi kabar melalui pesan singkat saat foto cetak sudah siap diambil.
Perjalanan kami selanjutnya menuju salah satu restoran rooftop. Jika saja malam hari, pasti pemandangannya akan lebih menakjubkan dari atas ini. Tidak ada henti-hentinya aku berterima kasih pada Lili, Ardan, dan Bu Puja. Mereka bertiga adalah orang lain, namun terasa seperti keluarga bagiku. Sedangkan keluargaku sendiri layaknya orang lain.
Kini salah satu tujuan hidupku sudah tercapai, lulus kuliah, ditambah bonus menjadi lulusan terbaik. Aku sama sekali tidak menyangka. Apa sekarang aku bisa menyombongkan diri? Aku yang terkadang direndahkan oleh orang lain, bisa menjadi salah satu lulusan terbaik.
Aku tahu, tidak semua orang menatap rendah padaku. Hanya beberapa orang yang melakukannya, namun tetap saja itu melukai harga diriku. Tidak mudah untuk melupakan segala perlakuan buruk yang aku terima selama 22 tahun aku hidup. Semua terekam di dalam memoriku. Andai saja aku bisa melupakan segala kenangan buruk itu, andai saja ada option delete dalam memoriku. Aku ingin menyisakan kenangan-kenangan yang indah saja. Agar aku tidak merasa sakit lagi.
Aku menatap Lili, Ardan, dan Bu Puja bergantian. Mereka sedang tertawa karena salah satu celotehan Lili. Aku bahagia hari ini. Aku ingin bahagia setiap hari. Apa aku bisa mendapatkan kebahagiaan itu sekarang dan seterusnya? Namaku Falisha, yang artinya kebahagiaan. Jika yang punya nama tidak berbahagia, setidaknya biarlah orang-orang di sekitarku yang merasakan kebahagiaan itu.