Resah 2

888 Kata
Kamalia masih membenahi berkas dan merapikan ruang kerja Devin hingga menjelang sore. Sumi yang baru saja menyapu lantai atas menemaninya. "Tuan kok belum pulang. Padahal dia lagi sakit." "Kalau belum benar-benar ambruk Tuan tidak akan istirahat. Sibuk kerja sampai lupa menikah." Kamalia tersenyum simpul. Ia ingat kakaknya yang menolak cinta pria itu. "Sum, aku heran dengan ruangan ini. Ngapain kamar Tuan tertutup begini. Tidak seperti kamar pada umumnya?" Pertanyaan yang sejak kemarin dipendam akhirnya dikeluarkan. "Sebenarnya kamar ini dulu di buat untuk Mbak Mita. Kan dia sempat lumpuh. Kamar yang kamu tempati untuk sembunyi kemarin adalah kamar istirahat untuk suster yang bergantian merawatnya. Ruang kerja ini untuk latihan berjalan Mbak Mita. Setelah bisa jalan lagi, eh malah mergoki suaminya selingkuh. Akhirnya depresi berat dan dipindahkan ke paviliun karena dua kali mau terjun dari balkon kamar." "Oh, gitu." "Hu um. Ya, sudah aku mau turun dulu. Bantuin Mbok Darmi masak buat makan malam," pamit Sumi. "Tunggu, aku ikut. Bosan juga aku ngurus kertas-kertas ini seharian. Lagian aku harus siapin makan malam buat Tuan." "Ayo!" Kamalia mengikuti Sumi turun. Di dapur Mbok Darmi sudah menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. Ada dua menu yang di buat. Rawon kesukaan Mita dan Tjap cay sayur buat Devin. ***** Devin yang merasa tubuhnya lebih sehat tidak segera pulang ketika hari menjelang sore. Ia mengawasi beberapa pekerja yang sibuk mengemas daun teh kering yang siap dikirim untuk ekspor. Pekerja yang menetap di kebun ada dua puluh orang. Terdiri dari laki-laki dan perempuan usia setengah baya, mereka adalah pasangan suami istri. Tiga orang perempuan bertugas memasak untuk makan para pekerja. Ada beberapa pekerja lepas yang pulang ke rumah. Mereka masih muda-muda, jadi ada kesibukan mengurus anak. Ada tiga orang sopir yang kadang menginap, kadang juga pulang. Tiga orang ibu muda yang bertugas mengurusi administrasi. Ponsel Devin di atas meja berdering. Diraihnya benda yang tertera nama Mama dilayarnya. "Hallo, Ma." "Kebiasaan nggak mau ngucap salam, 'kan?" Suara jengkel mamanya diseberang. "Iya, maaf. Assalamualaikum." "Wa'alaikumsalam. Kamu lagi di mana?" "Aku masih di kebun, Ma. Ada apa?" "Apa kamu sudah baikan? Kok jam segini belum pulang?" "Sudah." "Mama barusan telfon Suster Erna. Kakakmu sudah tenang katanya sejak pagi. Mama nggak pulang ke vila, karena besok pagi ada acara di kampus." "Ya, Ma." "Ingat ucapan Mama pagi tadi. Sewaktu-waktu kamu datang ke rumah untuk bertemu keluarga Ninis." Devin tidak menjawab. "Dev, dengar enggak Mama bilang apa?" "Iya." "Ya, sudah Mama mau mandi. Jangan lupa ingatkan adikmu untuk pulang. Kalau sudah di kebun malas pulang. Hari Senin mulai masuk kuliah dia." "Iya, nanti aku bilang ke Ben." "Ya, sudah. Assalamualaikum." "Wa'alaikumsalam." Devin meletakkan kembali ponsel di meja depannya. Kemudian memandang pria tambun seumuran yang sedang mengawasi packing barang. "Malam ini kamu jadi pulang, Ton." "Iya, sudah seminggu aku di sini. Kangen sama anak-anak." Pria itu mendekat dan duduk di kursi depan Devin. "Bilang saja kangen sama ibunya anak-anak." Tony tersenyum. "Nah, paham juga, 'kan? Kamu belum tahu rasanya pria beristri nganggur seminggu." Devin tersenyum miring tanpa memandang pria di depannya. Mereka berteman semenjak duduk di bangku SMP. Begitu juga dengan Hesti, istri Tony. Mereka adalah sahabat sejati. Dulu wanita itu juga bekerja di perkebunan Devin. Namun setelah melahirkan putri kembar, akhirnya resign. "Tadi Hesty nelepon, ngasih tahu kalau kemarin Eva nikah sama guru SMA itu." "Hm, aku sudah tahu." "Kamalia yang bilang?" Devin mengangguk. "Sudahlah, aku tidak ingin membahas perempuan itu lagi. Mungkin baginya lebih bahagia bersama Ragil daripada hidup denganku." Hening. "Kabar Mbak Mita bagaimana?" tanya Tony mengalihkan topik pembicaraan. "Ya, begitulah. Aku hampir putus asa bagaimana mencarikan dokter untuknya. Tubuhnya makin kurus sekarang." "Mertuaku bilang, apa nggak sebaiknya cari jalan pengobatan alternatif. Siapa tahu Mbak Mita diguna-guna istri mantannya itu. Bisa jadi dia dendam karena bahunya cacat dan hingga sekarang belum hamil lagi setelah keguguran." "Aku tidak berpikir sampai ke situ. Aku tidak bisa memikirkan hal yang tidak tampak mata." "Apa salahnya dicoba." "Mama masih mencarikan psikiater yang bisa rutin datang ke rumah. Walaupun aku juga sadar kalau sebenarnya Mbak Mita bukan depresi lagi, tapi gila." Devin menahan kesedihan ketika mengucapkan kalimat itu. "Kalau tidak ingat Mama dan keluarga, aku bikin panjang urusan dengan laki-laki pengkhianat itu. Aku hanya kasihan Mama kalau terbebani dengan tindakanku." "Iya, jangan. Kasihan Ibu." ***** Devin dan Ben saling duduk berhadapan menikmati makan malam. Sumi dan Kamalia duduk di teras belakang, sambil melihat bulan purnama yang terang benderang di angkasa. Keduanya merapatkan jaket karena hawa dingin mulai menyebar. "Enak enggak nugget sayurnya, Mas?" tanya Ben pada sang kakak. "Enak." "Tahu enggak siapa yang bikin?" "Mbok Darmi." "Bukan. Kamalia yang bikin." "O." Ben mencondongkan tubuhnya ke depan Devin. "Udah pantas dijadikan calon bini." Devin menatap tajam adiknya. Ben mundur sambil tersenyum. Setelah makan malam, kedua kakak beradik menyambangi Mita di paviliun. Ada suster Erna yang jaga di sana. Devin dan Ben lega setelah mendengar penjelasan suster Erna, karena seharian ini keadaan kakaknya jauh lebih tenang. ***** Devin mematung memperhatikan ruang kerjanya yang bersih dan rapi. Semuanya tersusun sesuai keinginannya. Bau harum aroma terapi menguar di seluruh penjuru ruangan. Ia duduk di kursi putar. Menyadarkan punggung dan mengangkat kaki ke atas meja. Rasa pusing kembali datang saat ingat kata-kata mamanya tadi pagi. Bahkan sama sekali ia tidak tertarik dengan gadis itu, Ninis. Bukan tidak menyukai fisiknya, tapi sifatnya. Ponsel dari saku celana di keluarkan dan mengetik pesan. [Naiklah, Kamalia.] Terkirim dan langsung dibaca gadis itu. Next ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN