"Halo, Tabitha." Dengan terpaksa aku harus menerima panggilan video call dari Mama. Nggak mungkin aku terus-menerus menolak panggilan dari beliau. Bisa-bisa Mama menjadi curiga atas penolakanku itu. Lagipula, otakku sudah terasa buntu untuk bisa mengeluarkan alasan-asalan logis. "Halo, Mama. Gimana kabar Mama sama Papa?" tanyaku dengan suara parau. Aku berpura-pura fokus pada layar laptop di hadapanku agar Mama nggak mendapati mataku yang bengkak sehabis menangis. "Baik. Kamu sendiri gimana?" tanya Mama dari seberang sana. Dapat terlihat dari layar ponselku kalau Mama sedang ada di dapur memotong daun bawang. "Tabitha baik, Ma. Maaf, ya, belum bisa main ke rumah. Tabitha sibuk banget soalnya," jawabku kemudian segera mengalihkan tatapanku lagi dari layar. "Suara kamu kenapa serak begit