Chapter 2

804 Kata
Informasi yang menghebohkan itu memang benar adanya, terbukti Jojo menggebrak meja dengan semangat dan memberitahu mereka, "Bukan hoax guys, Gurunya ganteng banget, njir!" teriak Jojo dan Siswi di kelas melompat ria, ada juga yang pinggulnya menyenggol meja dengan keras namun mereka tidak kesakitan karena rasa sakit hanya untuk orang yang kurang bahagia. Nadia dan Hannah tetap santai, mereka akan melompat pada waktu yang tepat, tunggu aja, dalam pikiran mereka, (sans, kita bakalan lebih heboh dari kalian) mereka berdua bermain game dengan serius karena ini mempertaruhkan nyawa dan harga diri team. "Dikit lagi wiped out, nih," ucap Nadia dan Hannah dua kali lebih serius. "Yeay, MENANG!" Nadia dan Hannah teriak kompak lalu berpelukan terharu karena memenangkan permainan yang memakan waktu setengah jam. "Ck,ck,ck. Ada-ada aja kelakuan cewek jaman now," Jojo menggelengkan kepalanya dan menatap miris kedua sahabatnya yang sudah terlarut dalam dunia permainan, itu masih mending daripada terlarut dalam dunia kebucinan. "Asal kalian tahu, kalau Guru ganteng itu bakal masuk ke kelas i-" ucapan Jojo terpotong oleh teriakan membara nan membahana itu memenuhi seisi ruangan, "Stop! Dengerin dulu kek. Jadi ada keuntungan dan kekurangannya, nih. Keuntungannya Guru ganteng itu jadi wali kelas kita dan kekurangannya kalian pasti mengerti," lanjut Jojo, raut wajah semangat dan penuh keceriaan itu berubah menjadi masam dan menggelap. "Pak Sutretno akan mundur menjadi wali kelas kita," sedih Jojo. Langkah sepatu terdengar nyaring bersamaan Kepala sekolah dan Guru asing yang masuk dalam kelas itu, bisik-bisik mulai terdengar ketika Siswi membicarakan bahwa Guru yang baru masuk sangat tampan. "Ekhem, kalian kedatangan Guru baru sekaligus pengganti wali kelas," ucap Kepala sekolah mengumumkan. Mereka senang, bahkan kelewat senang tapi di hati mereka juga terbesit perasaan sedih yang mendalam bahwa Guru kesayangan mereka telah digantikan. Wajah Pak Sutretno terbayang di pikiran mereka, senyumnya, tawanya, bahkan giginya yang berkilau karena keputihan. "Nad, gue gak jadi heboh," bisik Hannah. "Gue juga, sedih tau Pak Sutretno ninggalin kita," balas Nadia. Alasan utama yang membuat mereka tidak rela adalah kemurahan hati Pak Sutretno dalam pemberian nilai praktik dan ulangan yang lebih tepatnya tidak pelit memberi nilai. "Saya tinggal yah, Pak. Silahkan berkenalan dengan Murid, saya duluan," pamit Kepala sekolah dan Guru baru membalasnya dengan senyuman kecil namun sopan. Kecil namun sopan? Bahkan senyum kecil membuat Siswi terpana dan melupakan Pak Sutretno dalam sekejap kecuali Laki-lakinya, mereka tetap terlarut dalam kesedihan, yang artinya cowok lebih setia. "Woi, Jo! Sadar, tanam dulu jiwa bejat lo, jangan liat Guru baru seakan lo mau makan dia," Hannah menyadarkan Jojo, kalau tidak Jojo akan menerjang Guru baru itu dan mencomblangkannya dengan Ibunya yang janda. "Ck, untung lo peringetin, coba gak udah gue terjang mah," balas Jojo dan Hannah terkikik geli. Guru baru itu melempar spidol mengenai dahi Jojo dan Nadia berteriak, "Headshoot! Keren, Pak. Lanjutkan," puji Nadia. Tak ada balasan, jika kalian membayangkan suara jangkrik yang menandakan garing, seperti itulah. "Saya, Kean Indrawan. Panggil Pak Kean," ucap Kean memperkenalkan diri. Bisik-bisik kembali terdengar, menceritakan bahwa betapa dinginnya wali kelas mereka, tapi tidak dengan Hannah yang menatap lapar Kean, "Sumpah, kalau liat ginian tiap hari, gue bisa ileran nih." Jojo tersenyum nakal dan mengedipkan sebelah matanya ke Hannah. "Ngeliat gue telanjang dada di pagi hari ngebuat lo ileran gak sih, Han?" tanya Jojo. Tamparan terdengar dan Jojo meringis kesakitan sambil mengusap pipinya yang merah merona, maaf, merah membara. "Apaan ileran? Keracunan bisa jadi," balas Hannah garang dan suasana kelas kembali ramai, detik kemudian. "Kalian berdua keluar dari kelas Saya!" bentakan itu bagai alarm di tengah malam yang memperingati bahwa setan akan menjemput kalian untuk tidur bersama di kuburan. Hannah dan Jojo menunduk lesu sambil berjalan keluar kelas sedangkan Nadia yang menatap Kean dengan puja saat itu menjadi jengkel. "Lanjut, umur Saya 22 tahun." Siswa bersorak gembira bahkan secara terang-terangan mereka, "Seger, Pak. Halalin Saya yah." "Seger apaan?! Nyebelin!" teriak Nadia tidak sadar karena kesal kepada Kean yang mengeluarkan Hannah dan Jojo, padahal di hari pertama seharusnya Kean memberi kesan yang hangat namun berbanding terbalik. "Siapa nama Kamu?" tanya Kean sambil menunjuk Nadia. "Nadia Reanandika, Pak," jawab Nadia dengan takut karena tatapan Kean begitu menusuk relung kalbunya hingga menimbulkan perasaan deg-degan dengan detakan jantung luar binasa. "Ikut Saya!" perintah Kean lalu keluar kelas. Pasrah, hanya itu yang dirasakan Nadia ketika mengikuti Kean ke ruang Guru dan menyuruhnya untuk menyelesaikan berkas-berkas, terutama absen kelas. "Jangan memasang wajah murung seperti itu, Kamu harus ikhlas!" ketus Kean, Nadia hanya menggerutu sebal. Selesai dengan pekerjaannya, Nadia beranjak dari kursi dan tida sengaja ia menginjak sepatu Kean yang mengkilap sempurna. "Jalan liat-liat, kalau gak bisa sebentar Saya masukin senter ke mata Kamu," tegur Kean membuat Nadia bergidik ngeri. "Maaf, Pak. Saya gak sengaja, lagipula Saya punya mata yang bagus kok gak perlu ditambahin senter," balas Nadia. "Percuma minta maaf jika suatu hari terulang kembali. Dasar nakal," Kean menyentil kening Nadia kemudian melanjutkan kalimatnya, "Mulai saat ini, Kamu harus terbiasa dengan sifat Saya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN