Chapter 10. Bertemu Pacar Bagas.

966 Kata
Lara menggeser posisi pinggulnya di dalam mobil. Berjam-jam berkendara membuat bokongnya kebas. Ditambah dengan Bagas yang terus memasang wajah ketat dan irit bicara, membuat perjalanan ke kebun teh ini rasanya kian menegangkan. Sejurus kemudian laju mobil yang dikemudikan Bagas memasuki perempatan jalan dengan plang bertuliskan Dekso. Bagas melanjutkan perjalanan memasuki kawasan Perbukitan yang sekilas Lara googling bernama perbukitan Menoreh. Perjalanan selanjutnya melalui jalan perbukitan yang naik turun. Saat menemui jalan pertigaan sebelum Pasar Plono, terlihat plang dengan tulisan Wisata Nglinggo Tritis. Bagas kemudian berbelok ke kanan. Mengikuti jalan beraspal namun lebih sempit dari jalan yang sebelumnya. Sekitar setengah jam kemudian, mereka pun tiba di perkebunan teh Nglinggo. Pemandangan hijaunya kebun teh bagai hamparan karpet raksana berwarna hijau. Lara mengernyitkan kening tatkala dari kejauhan ia memindai ada orang yang menghalangi laju mobil Bagas. Di samping orang tersebut ada sebuah mobil berjenis jeep. Bagas melambatkan kendaraan. Semakin dekat Lara melihat sosok penghalang itu adalah seorang gadis yang sangat cantik. Di tengah terpaaan angin, rambut sang gadis berkibar dengan indahnya. "Agni!" Desisan terperanjat dari mulut Bagas telah menjelaskan semuanya. Gadis ini adalah Agni Paramitha, pacar Bagas. Pacar yang tidak direstui oleh ayahnya tepatnya. Bagas melambatkan kendaraan sebelum benar-benar berhenti di depan sang gadis. Adegan selanjutnya sudah bisa Lara duga. Gadis yang kini berurai air mata itu berlari mendekati mobil. Saat Bagas keluar dari mobil, sang gadis langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Bagas. Memeluknya erat dalam sedu-sedan memilukan. Lara terkesima. Ia memang menduga akan ada adegan-adegan haru ala sinetron yang akan diperlihatkan pacar Bagas. Namun ekspektasinya jauh di bawah adegan yang cukup berani untuk ukuran dusun ini. Agni tampak begitu berani memeluk Bagas. Sementara Bagas sendiri tampak kaget dan segera menjaga jarak. Lara tidak tahu apa yang mereka berdua bicarakan. Lara hanya melihat Agni berkali-kali menatap ke arahnya dengan air muka geram. Sekonyong-konyong Agni berlari ke arahnya dan memukul-mukul kaca mobil. Di belakangnya Bagas menyusul. Bagas menahan tangan Agni yang terus saja memukul-mukul kaca mobil di samping Lara. Lara menurunkan kaca mobil. Ia ingin tahu, apa yang ingin Agni katakan padanya. "Turun kamu perempuan tidak tahu malu! Terbuat dari apa wajahmu sampai kamu tidak malu memaksa Mas Bagas menikahimu? Kamu tidak laku ya di ibukota sana?" Lara terkesiap. Perempuan ngamukan seperti ini yang sangat dicintai Bagas? Ekspektasinya kembali salah. Alih-alih menemukan perempuan dusun yang ayu nan anggun, ia malah menemukan perempuan beringas ala artis antagonis. "Agni, sudah! Urusan kita tidak ada hubungannya dengan Sesil." Bagas menghela lengan Agni. Berusaha menjauhkannya dari Sesil. "Tutup jendela mobilnya!" Bagas membentak Sesil kesal. Dua perempuan di depannya ini sama keras kepalanya. "Siapa perempuan tidak tahu malu yang kamu maksud? Saya?" Lara menunjuk dadanya. "Ya memang kamu. Siapa lagi? Memang kamu tidak tahu malu 'kan minta dinikahi secepatnya oleh Mas Bagas, padahal Mas Bagas itu pacar saya?" Agni mengamuk. Ia tidak mengira kalau rencananya bersama Bagas gagal total. Alih-alih membujuk Sesil membatalkan pernikahan, gadis kota tidak tahu malu ini malah ingin dinikahi secepat mungkin. "Kamu salah. Yang tidak tahu malu itu bukan saya, tapi kamu," kecam Lara datar. "Saya ini sudah dijodohkan dengan Mas Bagas sejak dalam kandungan. Masalah Mas Bagas setuju atau tidak, itu bukan urusan saya. Yang saya tahu, Mas Bagas menjemput saya baik-baik dari kediaman saya untuk dinikahi di sini. Tidak tahu malunya saya itu di mana?" tantang Lara. "Justru yang tidak tahu malu itu, kamu. Karena kamu tidak punya etika, memeluk-meluk calon suami orang di tengah jalan begini." Lara balas memaki Agni. "Memang dasar perempuan murahan kamu ini!" Amarah Agni kian menggelegak. Perempuan kota ini pembangkang. Pantas saja Bagas tidak berhasil membujuknya. "Kembali ke mobilmu, Agni. Jangan mempermalukan dirimu sendiri. Nanti Mas akan menemuimu di tempat biasa." Bagas menggeret lengan Agni yang masih saja ingin memaki-maki Sesil. Ia tidak menyangka bahwa Agni yang biasanya santun dan lemah hati bisa berubah seperti singa galak begini. Baru kali ini Bagas mendapati sisi lain dari kepribadian Agni. "Mas membelanya? Jangan-jangan Mas memang menyukainya ya?" Agni meradang. Ia tidak terima Bagas membela perempuan lain yang bukan apa-apanya. Bagas tidak menyahuti protes Agni. Sebaliknya, ia menarik lengan Agni kian keras menuju mobilnya sendiri. Ia tidak mau menjadi tontonan gratis para pengguna jalan. Sementara Lara yang ditinggalkan dalam mobil gemetaran. Untuk pertama kalinya ia berani menyuarakan suara hatinya. Selama ini ia hanya diam dan terus diam apabila dituduh yang tidak-tidak oleh Sesil. Ia tidak berani membantah, karena mereka sekeluarga bekerja pada ayah Sesil. Di sekolah dan kampus dulu, ia juga selalu menjadi bulan-bulanan Sesil dan teman-teman satu gank-nya. Kedudukannya sebagai anak pembantu dan supir, kerap menjadi bahan olok-olok merek semua. Lara hanya bisa diam dan memendam semua perasaannya. Namun kini, ia bisa bebas lepas menjadi dirinya sendiri. Ia berani membela diri selama ia benar. Ternyata bisa menyuarakan pendapat sendiri seperti ini rasanya. Puas dan lega. "Astaga!" Lara kaget saat ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Sesil menghubunginya. "Liat lo gambar yang gue kirim. Itu keadaan ayah lo saat ini. Ingat, semakin cepat lo nikah dengan si petani, maka ayah lo akan semakin cepat sehat juga. Ingat, lo jangan mengulur-ulur waktu. Bukan apa-apa, gue takutnya ayah lo keburu meninggal ntar. Pilihan ada di tangan lo." Klik. Sesil langsung saja memutuskan panggilan. Lara segera membuka aplikasi percakapannya. Di mana Sesil mengirim photo tentang kondisi terkini ayahnya. Air mata seketika berlelehan ketika melihat ayahnya terbaring diam di ruang ICU. Berbagai macam selang tampak dipasang di sekujur tubuh ayahnya. Baiklah, ia akan menunaikan tugasnya dengan segera. Ia tidak mau menunda-nundanya lagi. Nyawa ayahnya bisa saja hilang sewaktu-waktu. Lara menekan klakson mobil keras-keras. Ia ingin secepatnya sampai di kediaman Bagas dan menikah secepatnya di sana. Ia tidak punya waktu untuk menonton live drama yang diperankan oleh Bagas. Ketika melihat Bagas dan Agni terus saja berdebat, Lara kembali menekan klakson. Ia tidak mau kehabisan waktu. Tatkala Bagas kembali, Lara segera memerintahkan Bagas untuk melanjutkan perjalanan. Lembar baru hidupnya sebagai seorang istri, akan segera dimulai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN