Pesawat yang ditumpangi  Sisilia tertunda karena cuaca buruk dan harus transit beberapa kali.  Salah satu manfaat dari ilmu ninja adalah kemampuan menunggu di suatu  tempat. Kadang tanpa makan dan minum selama waktu yang tak ditentukan.  Bahkan pada beberapa situasi tak boleh bergerak dan bernapas harus  menggunakan teknik tertentu. Jadi menunggu kedatangan Sisilia selama 10  jam di ruang tunggu khusus VIP di Bandara Internasional T tidaklah buruk  daripada berada di rumah, berhadapan dengan ayahnya. Ia hanya tidak  ingin membuang sedetik pun kesempatan untuk segera menemui kekasihnya.
Malam menjelang. Hujan  ringan menambah suhu dingin Kota T di awal Oktober 2022. Sisilia turun  dari pesawat beriringan dengan penumpang lainnya. Penampilannya kusut.  Dia banyak tidur selama di pesawat. Rambut disanggul kecil di puncak  kepala dan banyak helainnya keluar dari ikatan. Mantel tebal tertutup  rapat dan syal rajutan dililitkan hingga menutupi separuh wajahnya. Tas  ransel berat di punggungnya. Matanya mengerjap jemu karena mengantuk dan  menatap sekilas pada pria tampan yang berjalan ke arahnya. Pria itu  mengenakan setelan jas gelap dan mantel selutut warna senada. Sebelah  tangan dalam saku mantel, sebelahnya lagi memegang payung hitam  terkembang. Sungguh khas Ambrosio, yang tidak disadari pria itu, sangat  menarik perhatian.
"Okaerinasai, Aka-chan!"  Selamat datang kembali, Merah-ku! ucap Ambrosio tanpa segan langsung  menarik Sisilia ke dekapan. Ambrosio mendaratkan kecupan ringan di  kening istrinya. 
"Apaan, sih, Ambrosio?  Kau membuatku malu," gumam Sisilia karena merasa orang-orang  memperhatikannya. Perbedaan penampilan mereka begitu mencolok membuatnya  sungkan. Ambrosio adalah orang yang selalu berada di kelas bisnis VIP,  sementara dirinya kelas ekonomi dengan tiket diskon dan backpacker, jauh dari kata elegan. 
Bukannya menjauh,  Ambrosio malah segera melumat bibir Sisilia dengan mata terpejam. Wanita  itu  terbelalak karena terkejut. Namun sedetik kemudian kelopak matanya  tertutup dan kakinya lemas, menyerah dalam dekapan Ambrosio dan  membiarkan pria itu melahap seluruh bibirnya. Dia pun merindukan rasa  pria ini.
"Oh, anak muda jaman  sekarang, tidak tahu malu," suara seorang wanita yang melintas di  belakang Sisilia. Hanya itu yang terdengar jelas, selebihnya hanya  gumaman tak karuan serta suara tawa kecil karena melihat pemandangan dua  sejoli berciuman di bawah payung saat hujan gerimis seperti reka adegan  dalam film romantis.
"Bagaimana?" tanya Ambrosio lembut setelah memutus ciumannya, membuat Sisilia menatapnya nanar. "Ba-bagaimana apanya?"
"Ciumanku. Tidak membuatmu malu 'kan?"
Sisilia tertunduk dengan  muka merah padam. Ambrosio pasti tahu pecikan nafsunya sudah menyala.  Dia menepis lengan Ambrosio yang mendekapnya lalu berjalan cepat menuju  mobil pribadi Ambrosio yang terparkir tak jauh dari badan pesawat.  Suaminya itu segera mengiringi. 
Ajudan Ambrosio  membukakan pintu mobil lalu menyimpan tasnya ke dalam bagasi. Sekarang  mereka berdua berada dalam mobil SUV dan penghalat kompartemen dinaikkan  oleh Ambrosio. Mobil mulai bergerak. "Mana Tetsuya? Kenapa kau tidak  membawanya serta?" tanya Sisilia sambil melonggarkan lilitan syalnya.
Ambrosio melirik tajam  pada istrinya itu. "Sisilia, aku benci mengakui ini, tetapi Tetsuya  adalah pria dan aku tidak ingin bersaing dengannya. Lagi pula aku  ayahnya, anak itu tak mungkin ada tanpa aku, jadi ia harus mengalah."
"Yang benar saja, Ambrosio? Tetsuya anak kita, kau tidak perlu menganggapnya saingan."
Ambrosio mengungkung  Sisilia ke sandaran. Gerakannya yang tiba- tiba membuat Sisilia  terperangah. "Oh, ya? Jika anak itu ada di sini, siapa yang akan kau  peluk? Siapa yang bergelut di buah daramu saat tidur? Siapa yang menyita  perhatianmu dengan uring-uringannya? Siapa yang mengganggu kita dengan  tangisannya yang tiba-tiba?"
Mulut Sisilia terbuka tetapi tak bersuara. Dia tak percaya Ambrosio mencemburui anak mereka sendiri.
"Aku sudah menunggu  berbulan-bulan untuk bisa bersamamu, setidaknya beri aku waktu khusus di  mana hanya ada kita berdua dan saling memuaskan diri, tanpa ada orang  ketiga."
"Itu ... kedengarannya  sangat egois, Ambrosio ...," ujar Sisilia ragu. Mungkin hal yang sama  juga berlaku pada dirinya, mengingat betapa dia lebih mengutamakan  pekerjaan, meninggalkan suami dan anak di rumah, padahal Ambrosio  sendiri bisa memenuhi semua kebutuhan mereka. 
Ambrosio mencondongkan wajahnya pada Sisilia dan berucap dengan rahang terkatup. "Akan kutunjukkan padamu betapa egoisnya aku."
"Oh, seperti apa contohnya?"
"Kau akan melihatnya."  Sudut bibir Ambrosio melengkung ke atas, membentuk seringai nakal yang  membuat dalam d**a Sisilia berdesir panas. Bukan hangat, tetapi panas  bak bara yang telah lama terpendam dan saatnya menjadi api. Sisilia  melingkarkan tangannya di pundak Ambrosio. Bibir keduanya segera  menangkup satu sama lain, berlomba untuk berada di atas, menunjukkan  siap yang lebih memegang kendali. Lidah saling melilit dan berbagi  cairan dalam mulut mereka. Rasa panas itu menjadi-jadi membuat keduanya  berusaha mencari udara.
"Ahh," engah Sisilia  dengan d**a turun naik.  Ambrosio memutus ciumannya dan menatap penuh  hasrat pada wanita di bawahnya. Tanpa disadari Sisilia, Ambrosio telah  merebahkannya di kursi dan menindihnya. Mantelnya sudah terbuka dan  sebelah tangan pria itu berada di balik kaus, meremas buah dadanya.  "Katakan, Sisilia," pinta Ambrosio dengan suara parau. 
"Katakan apa?"
"Kau merindukanku, aku  ingin mendengarnya langsung," ujarnya sembari mengecup bibir bawah  Sisilia yang membengkak dan menggigitnya sedikit lalu kembali menatap  wanita itu.
"Oh, Ambrosio," desah  Sisilia sambil mendongakkan kepala menghindari tatapan Ambrosio. "Itu  hal sepele, tidak usah dipedulikan." Matanya sayu terpejam. Remasan  tangan pria itu di kedua buah dadanya serta bagian kasar di telapak  tangannya menimbulkan rasa nyeri yang membuat dalam perutnya  menggelenyar hingga ke mulut rahim. Kenapa pria ini mesti mempersoalkan  hal sepele padahal dirinya sudah siap disetubuhi?
Ambrosio menyusuri leher  Sisilia dengan lidahnya dan ia bisa merasakan desiran mendesak dalam  tubuh Sisilia. Wanitanya ini hanya memikirkan hubungan seks karena  desakan kebutuhan biologis. Mendatanginya di saat dia sedang butuh saja.  Tak apa jika Sisilia memang menginginkan tubuhnya, ia tahu ia bisa  memuaskan Sisilia. Hanya saja wanita seharusnya lebih ekpresif soal  perasaan. Rupanya dalam hubungan ini, situasi mereka terbalik. Untungnya  ia adalah pria yang baik dan sangat pengertian. 
Ambrosio mengangkat kepalanya dari lekukan leher Sisila. "Iietakunai?" Kau tidak mau mengatakannya? desak Ambrosio.
"Iie." Tidak. Sisilia melirik sekilas lalu kembali membuang muka.
"Baiklah, kau akan tahu  betapa egoisnya aku dan jangan mengeluh karenanya. Meskipun kau memohon  dan menangis, aku tidak akan berhenti menikmati tubuhmu hingga aku  puas!"
Sisilia mengatup  rahangnya rapat-rapat. Ucapan Ambrosio menggetarkan hatinya.  Berbulan- bulan tidak menyalurkan hasratnya, pria ini mungkin akan  seganas macan kelaparan. Sisilia berharap dia tidak akan kalah dari  Ambrosio. Atau setidaknya dia sanggup bertahan meladeni nafsu buas  lelaki ini.
***
BERSAMBUNG ....