Setelah mengirim pesan pada Sisil, hati Sarah gelisah. Dia berjalan mondar-mandir sambil mengigit kukunya. Seketika itu juga, terlintas ide gila di kepalanya. Dia menatap Adrian dengan tatapan licik. "Aku butuh bantuanmu." Adrian menaikkan sebelah alis. "Bantuan seperti apa?" Sarah mencondongkan tubuhnya ke arah Adrian, menyembunyikan senyum licik di balik bibir merahnya. Dia menutupi mulutnya dengan satu tangan, lalu membisikkan sesuatu ke telinga pria itu. Adrian mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk tanpa mengubah ekspresinya yang datar. Setelah Sarah selesai berbicara, dia hanya menatap wanita itu dengan tatapan penuh arti, lalu tersenyum samar. "Baiklah. Aku akan mengurusnya. Tapi … itu tidak gratis sayang!" "Apa yang kau inginkan?" suara Sarah menggoda. Adrian berja