Sinar menghela napas panjang. Ia belum juga beranjak dari kamar mandi, setelah kembali ke kantor. Pandangannya lurus pada cermin wastafel, melihat bayangan dirinya sendiri. Rambut dan kemejanya sudah kering, tetapi aroma matcha yang sempat disiramkan Puspa masih tercium meski sudah dibilas. Dengan gusar, Sinar menggigit bibir bawahnya. Ia tahu benar, begitu keluar dari kamar mandi, Bintang tidak akan diam lagi. Pria itu mungkin menahan diri selama perjalanan pulang karena ada Ryu dan Edi di dalam mobil yang sama. Namun, kini tidak lagi. Sinar sampai tidak bisa membayangkan, ceramah seperti apa yang akan diberikan Bintang padanya setelah ini. “Kalau mau tidur, jangan di kamar mandi.” Bibir Sinar sontak mengerucut ketika mendengar suara Bintang dari luar. “Saya punya kamar yang bisa k

