Sinar keluar dan berlari setelah mobil Bima berhenti di depan rumah sakit. Langkahnya tergesa, menembus kerumunan yang ada. Ia sudah tidak peduli pada suara Bima yang memanggil dari belakang. Napasnya memburu, dadanya terasa sempit, sesak. “IGD di—” “Nar!” Panggilan seseorang membuat Sinar berbalik dan tidak jadi bertanya. Ia kembali berlari, menghampiri Lala yang sudah menghubunginya beberapa waktu lalu. “Bunda, La? Di mana!” Melihat mata merah Lala dan wajah sembabnya, membuat perasaan Sinar semakin tidak karuan. Lala memeluk Sinar. Mengusap punggung gadis itu sebentar lalu menunjuk ke balik tirai putih tanpa suara. Sinar menahan napas. Tangannya terulur pelan, lalu menepis tirai dengan jemari yang bergetar hebat. Pandangannya langsung terpaku. Di balik tirai itu, sesosok tubuh te

