Zumena terbangun dengan kepala yang terasa seperti dihantam palu godam. Setiap gerakan kecil mengirimkan gelombang nyeri yang berdenyut dari pelipisnya hingga ke belakang mata. Cahaya matahari pagi terasa menusuk, dan aroma maskulin yang familier—campuran parfum mewah, mint, dan gairah yang memudar—dari kamar tidur mewah Jafran menyambut indranya. Ia mengerang, memegang pelipisnya. Tenggorokannya kering, dan rasa mual melandanya, sebuah reaksi fisik yang akrab: mabuk berat. Ia membuka mata, bingung. Ia ingat berada di Club, ia ingat musik yang memekakkan telinga, dan yang paling penting, ia ingat rasa kesal yang luar biasa. Ia kesal pada Jafran yang membatalkan janji mereka demi ‘mata uang Abimana’—sebuah alasan bisnis yang terasa dingin dan menjengkelkan setelah semua keintiman yang me

