“Zira tidak mengangkat teleponku lagi,” desah Rayyan sesaat mengendarai mobilnya menuju jalan pulang. Sejak beberapa menit yang lalu dia mencoba menghubungi Zira tapi tidak satu pun teleponnya Zira angkat. Cemas? Tentu saja. Takut Hazira masih marah kemudian berpikir yang tidak-tidak. “Ini semua gara-gara Indah. Coba saja Indah tidak berulah, pasti Zira tidak salah paham.” Menambah kecepatan mobilnya, sesekali Rayyan membuang napas kasar. Beruntung Hazira masih menerimanya dan merawatnya seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Coba kalau Hazira tidak bisa mengendalikan emosinya, mungkin Hazira sudah meninggalkannya kemudian pulang ke rumah. Tak lama kemudian, Rayyan sampai di rumah. Begitu saja dia meninggalkan mobil kemudian menuju pintu utama. Harap-harap cemas harus mengatakan

