Setelah beberapa minggu ini Lian tidak mendengar kata-kata ajaib Vanya, akhirnya sore ini Lian kembali mendengarnya. Ada rasa senang bercampur kesal. Seperti biasanya. Daripada berdua-duaan di dapur dan nantinya dapat menimbulkan fitnah, Lian memutuskan untuk beranjak ke tempat yang lebih terbuka. Tentu saja Vanya terus mengikutinya dengan bibir yang tak mau berhenti untuk berceloteh. Sampai di depan rumah mewah ini, barulah Lian menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badan dan menatap Vanya dengan tatapan tajamnya. Seketika itu juga Vanya terdiam. Tak ada lagi celotehan tidak pentingnya, padahal niat Vanya tak lain dan bukan untuk tetap menciptakan obrolan bersama Lian. Vanya masih ingin Lian di sini lebih lama. Karena memohon untuk waktu berhenti pun, rasanya mustahil. “Beberapa min