Belum selesai

1529 Kata
Ketenanganku terusik dengan foto orang tua kandungku. Aku menyandarkan tubuhku di sofa dan menopang kepalaku dengan tangan kiriku seraya menonton tv. Chris duduk di sampingku seraya asik menonton tv. Aku rasa ia tidak menyadari aku yang sedang banyak pikiran dan itu adalah hal yang bagus. Aku harus menutupi kegundahanku dengan baik, jangan sampai Chris menyadari pikiranku yang sedang kacau. Aku tidak mau membuatnya khawatir. “Filmnya bagus,” kataku. Chris melirikku seraya tersenyum, “kamu suka? kamu suka karakter siapa di film ini?” tanya Chris kepadaku. Pertanyaan yang Chris lontarkan adalah pertanyaan yang sulit karena sebenarnya aku tidak menyimak betul film yang kami tonton. Aku lebih banyak melamun ketimbang menonton film laga yang mengasikkan ini. “Aku mau ngemil sesuatu deh rasanya, aku ke dapur dulu ya,” ucapkku. Aku sengaja pergi ke dapur untuk menenangkan diriku sejenak karena aku tidak bisa berhenti memikirkan masalahku, ditambah Michael yang terus – terusan masuk ke dalam hidupku dan itu membuatku risih. Aku menyandarkan tanganku di meja makan seraya menatap keluar jendela, entah apa yang aku lihat dari jalanan yang sepi dan gelap. Namun tiba – tiba aku membelalakkan mataku saat seorang laki – laki berjaket hitam melemparkan telur ke jendela rumah. “Chris!” teriakku. Lalu aku berlari keluar rumah dan mengejar laki – laki tersebut dengan hanya modal nekat. Aku mendengar teriakan Chris yang memanggil namaku. Aku tidak melihat Chris lagi, entah ia ikut mengejarku atau tidak. “Hai berhenti!” teriakku lagi. Tapi naas, aku tidak berhasil mengejar pecundang itu, ia berlari terlalu cepat. Chris datang menghampiriku, “astaga kamu ini kenapa kamu nekat banget ngejar preman itu?” Aku memegang d**a kiriku seraya mengatur nafas, “aku gak terima dia ngelempar rumahku pakai telur. Sialan emang b******n itu.” “Apa b******n itu suruhan seseorang?” ujar Chris. “Masa sih? Yaudah ah kita masuk ke dalam dulu,” aku dan Chris kembali ke dalam rumah. Kami memilih untuk langsung beristirahat, kepalaku sudah kacau dengan semua masalah di hari ini. *** Saat aku terbangun dari tidurku, Chris sudah tidak ada di sampingku. Ia meninggalkan catatan kecil di atas nakas yang bertuliskan ‘aku sudah pergi ke kantor, I love you.’ Aku tersenyum membaca catatan tersebut. Aku suka dengan cara Chris perduli denganku, ia tidak tega membangunkanku dan lebih memilih untuk meninggalkan catatan di atas nakas. Hatiku jauh lebih tentram karena membaca catatan kecil dari Chris ketimbang aku bingung dan mencari – cari keberadaan Chris walaupun sebenarnya aku tau ia pasti pergi ke kantornya. Semenjak aku meresmikan hubunganku dengan Chris, Chris lebih menunjukkan kasih sayangnya lebih dari pada sebelumnya. Dan aku juga akhirnya bisa merasakan apa yang orang lain rasakan di balik semua masalah – masalah buruk yang menimpaku beberapa bulan terakhir. Pada akhirnya aku percaya bahwa semua orang berhak bahagia termasuk aku yang sudah disakiti dan menyakiti hati orang – terdekatku. Untuk ke depannya aku hanya menjalankan hidupku seperti air mengalir dan berusaha untuk tidak melawan arus. Aku juga akan melupakan kejadian yang menimpa ibu. Selain itu semua aku harus benar – benar menyingkirkan Michael dari hidupku, aku tidak mau ia datang untuk mengusik kebahagiaanku dengan Chris. Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan dengan penuh semangat ke lantai bawah. Aku memulai hari ini dengan kegembiraan yang tidak pernah aku rasakan sebelum aku resmi berpacaran dengan Chris. Meskipun kami terbilang buru – buru untuk tinggal serumah bareng, tapi aku rasa ini adalah keputusan yang benar. Sebutir telur aku pecahkan ke atas teflon yang sudah setengah panas. Telur dadar dan daging bacon adalah makanan yang tepat untuk memulai hari. Aku duduk di ruang makan seraya memperhatikan langit yang indah melalui jendela yang persis terletak di hadapanku. Setelah selesai sarapan, aku duduk sebentar sambil membuka hpku. Aku memeriksa media sosial dan novel yang sedang aku kerjakan. Semuanya berjalan lancar dan aman sesuai harapanku. Tringg… Bel pintu depan berbunyi dengan nyaring membuat kesunyian di rumahku berubah menjadi bising. Bel pintu tersebut berbunyi berkali – kali dengan cepat seakan si pengunjung tidak sabaran untuk masuk ke dalam rumah. Tidak perlu berjalan jauh, karena jarak pintu depan dari meja makan cukup dekat sehingga aku juga tidak perlu berlari untuk segera membuka pintu. Aku dikagetkan dengan kehadiran Michael bersama perempuan paruh baya yang wajahnya tidak asing bagiku. ‘Rasanya aku pernah bertemu dengan wanita ini,’ batinku. “Michelle, boleh kami masuk?” tanya Michael kepadaku dengan nada serius. Aku melebarkan pintu dengan tanganku, “boleh.” Lalu Michael dan wanita paruh baya tersebut masuk ke dalam rumah. Kami bertiga duduk di ruang tamu secara berjauhan. Perasaanku tidak enak akan kehadiran mereka berdua. Aku yakin Michael pasti mempunyai suatu rencana dan akan membawa masalah lagi bagiku. “Aku mau memperkenalkan wanita di sebelahku ini, dia adalah Rose, ibu kandungmu,” lanjut Michael. Seketika aku terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut laki – laki tampan di hadapanku ini. Aku terdiam selama beberapa waktu sampai akhirnya pikiranku normal kembali untuk berbicara. “Ibu kandungku? Kenapa kamu bawa dia ke sini? Kamu mau menyeret aku ke dalam masalah lagi?” protesku. Michael menggeserkan badannya agar ia lebih dekat denganku, “aku gak ada maksud untuk buat masalah baru di hidup kamu, tapi ibu kamu ini mau mengenal kamu lebih jauh dan menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan.” “Masalah apa yang belum selesai? Gak ada. Aku gak perlu ketemu dengan ibu kandungku.” Wanita yang bernama Rose ini beranjak dari tempat duduknya dan berlutut di depanku sambil memegang tanganku, “aku tau aku salah sudah meninggalkan kamu, anakku. Tapi tolong kasih aku kesempatan yang kedua kalinya untuk memperbaiki hubungan kita yang dulu terabaikan akibat kebodohanku.” Aku dengan cepat menarik tanganku dari genggamannya dan menjauh dari Rose, “sudah cukup ya anda memohon seperti itu, mau sekuat apapun anda berusaha untuk dekat denganku pasti hasilnya bakalan gagal. Aku akhirnya sudah memiliki kebahagiaan yang selama ini aku cari – cari kenapa kalian berdua datang di kehidupanku dan mengganggu semuanya?” Michael ikut beranjak dari sofa dan berjalan mendekatiku dengan tatapan mata sendu, “aku minta tolong sama kamu sekali ini aja, maafkan ibu kamu. Dia itu sayang sama kamu, dia kangen sama kamu Michelle.” “Kangen? Selama ini dia kemana aja? Setelah semua masalah yang datang di kehidupan aku baru dia datang dan mencari aku,” aku berjalan ke arah pintu depan dan membuka pintu itu untuk memberikan tanda agar mereka berdua pergi dari rumahku. Tetapi tampaknya mereka tidak mengerti. Malahan wanita paruh baya berambut pirang dengan tato bunga di lengannya itu mendekat denganku dan memegang tanganku lagi. Tercium bau alkohol yang menyengat dari tubuhnya. Bisa aku nilai bahwa wanita ini adalah pecandu alkohol. Aku tidak mau seorang pecandu alkohol mengacak – acak hidupku yang sudah mulai tersusun rapi. “Untuk sekali ini aja, biar ibu jelaskan semuanya,” kata wanita itu. Aku menghela nafas dengan berat, “aku gak mau kalian berdua masuk lagi ke dalam hidupku!” tegasku seraya menunjukkan jari telunjukku ke arah mereka berdua. “Oke, kami pergi dari sini sekarang. Tapi aku mohon kamu pikirkan lagi soal ini,” ucap Michael. Lalu Michael dan Rose berjalan menjauh dari rumahku. Baru saja aku merasakan kehidupan sebagai orang normal, tetapi aku sudah di hadapkan dengan masalah baru lagi. Sejujurnya, aku bukannya tidak mau untuk memberi wanita itu kesempatan untuk menjelaskan permasalahan ini, tetapi aku sudah cukup muak dengan masalah – masalah di hidupku. Aku tidak mau pikiranku yang mulai berjalan lurus kembali kacau lagi. Aku menutup pintu depan, badanku seakan lemas dan tidak sanggup lagi untuk berdiri. Aku duduk di lantai dengan punggung yang tersandar di pintu. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, lalu aku berteriak sekencang – kencangnya. Aku belum siap untuk mengenal ibu kandungku lebih dalam. Menurutku ini adalah hal yang canggung, apalagi ibu yang aku kira adalah ibu kandungku sekarang sudah meninggal dan belum sempat untuk menyelesaikan masalah dengannya. Tidak sadar percakapanku dengan Michael dan Rose memakan waktu selama 2 jam. Aku melamun seraya menatap entah kemana. Pandanganku kosong, hanya ada pikiran yang sangat berisik di kepalaku. Matahari pun hendak terbenam, langit yang tadinya menyinari hampir seluruh sudut ruangan rumah tidak lagi memancarkan cahaya. Aku bangkit dari lantai dan menyalakan lampu ruang tamu sebelum aku kembali ke kamar. Aku memejamkan mataku tepat di bawah shower seraya mengusap kepalaku dengan pelan. Aku lepaskan seluruh beban pikiranku dengan air dingin yang mengalir deras membasahi kepala hingga ujung kakiku. Cukup lama waktu yang aku habiskan di kamar mandi. Sebagian besar waktu itu aku habiskan untuk merenung bukannya membersihkan badan. Dengan tidak bertenaga aku keluar dari kamar mandi, aku tidak menyadari keberadaan Chris di kamar sampai akhirnya ia memanggil namaku, “Michelle, kamu abis mandi?” Aku mengangkat kepalaku dan melihat Chris yang sedang duduk di sofa seraya tersenyum kepadaku, “Chris, kamu udah pulang? Tumben cepat.” “Cepat? Ini kan sudah jam 7 malam, kamu gak sadar ya?” tanya Chris dengan wajah kebingungan. “Aku sadar kok. Kamu sudah makan malam?” tanyaku mengalihkan topik pembicaraan. Chris menggelengkan kepalanya, “belum, kan memang aku sengaja pulang cepat biar aku bisa makan malam berdua sama kamu.” Chris mendekatiku dan mendaratkan kecupan di keningku. Ia menyentuh rambutku yang basah dan mengangkat daguku dengan jari telunjuknya sehingga bibirku berjarak sangat dekat dengan miliknya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN