“Rumah ini bagus juga, aku suka,” ucap Michael sambil melihat – lihat sekelilingnya.
“Iya, ini rumah pilihanku sendiri,” balasku.
Michael menoleh kepadaku, “bukan pilihan Chris?”
Aku mengernyitkan dahi, “bukan.”
“Kali ini Michelle mau milih rumahnya sendiri,” kata Chris ikut ke dalam pembicaraan.
Michael tersenyum sarkas, “oke kalau gitu.”
Michael menyentuh sofa putih, lalu ia mendudukinya, “ini rumah cocok buat keluarga baru.”
“Iya, aku tau. Aku sengaja milih rumah ini buat anak kita nanti,” balasku.
Aku duduk di samping Michael, lalu Chris ikut duduk di sofa single di sebelah kanan kami.
“Kenapa kamu gak bilang dulu kalau mau membeli rumah, aku kan bisa ikut bantu kamu,” protes Michael kepadaku.
“Aku gak mau ngerepoti kamu lagi, aku udah cukup merepotkan semua orang.”
“Tapi kamu itu hamil anak aku Michelle, aku mau dan aku punya andil yang besar di sini. Kalau kamu seperti ini aku ngerasa gak dihargai sama kamu,” Michael berdiri dan hendak keluar dari rumahku.
“Kenapa kamu datang – datang langsung marah sih? Kan bisa dibicarakan baik – baik,” aku memegang lengannya untuk mencegahnya keluar dari rumahku. Aku tidak mau menambah masalah baru di kehidupanku.
Michael membalikkan badannya, ia menatapku tajam, “aku berhak marah di sini, karena kamu hamil anak aku. Kenapa kamu malah bersama Chris? Kenapa bukan aku?”
“Kamu bilang kemarin kalau kamu memberi aku waktu satu bulan untuk mikir ini semua, kenapa kamu malah marah kalau Chris menemani aku untuk mencari rumah? Aku dan dia belum ada hubungan apapun,” jelasku.
Michael tersenyum sarkas lagi, “belum? Berarti kamu akan milih dia dong? Jadi percuma aja kalau aku turut andil atas kehamilan kamu, toh nantinya kamu gak ada milih aku.”
Aku memejamkan mataku untuk menahan rasa kesal, “jadi kamu peduli sama kehamilan aku cuma karena kamu mau aku pilih? Bukan karena kamu ingin bertanggung jawab atas anak kamu? Mood kamu berubah terus ya, kamu kepribadian ganda ya?”
Michael emosi mendengar ucapanku, ia melayangkan tamparan kepadaku namun ia terhenti karena Chris menahan tangannya. “Stop! Kamu ini keterlaluan ya, dia ini lagi hamil anak kamu Michael. kenapa kamu kasar begini?”
Michael menarik tangannya, “aku juga tau kalau dia lagi hamil anak aku, bukan kamu!” lalu ia pergi dari hadapanku dan masuk ke mobilnya yang terparkir tepat di depan rumahku.
Chris merangkulku dan menutup pintu, ia menuntunku untuk duduk di sofa.
“Kamu yang sabar ya, aku ngerti kok kalau mood Michael kadang berubah drastis,” ucap Chris seraya mengelus bahuku.
“Iya, aku tau. Aku gak tahan dengan sifat dia yang seperti itu. Aku ngerti dia marah sama aku, tapi omongannya buat aku sakit hati.”
“Kamu harus lebih sabar menghadapi dia. Jangan sampai kamu emosi dan mempengaruhi kehamilan kamu,” saran Chris kepadaku.
“Kalau gitu aku mau istirahat dulu di kamar, kamu mau pulang?” tanyaku kepada Chris.
Chris melihat jam tangannya, “boleh deh, besok aku ke sini lagi ya.”
Aku tersenyum, “iya, aku tunggu ya.”
***
Hari demi hari berjalan dengan cepat, tidak terasa 2 minggu lagi aku akan memilih salah satu di antara dua laki – laki paling penting di hidupku, Chris dan Michael. Chris adalah orang yang baik, romantis, dan selalu bisa menjaga emosinya. Sedangkan Michael, laki – laki yang baik juga dan romantis serta perhatian namun terkadang ia mudah emosi dan mengeluarkan kata – k********r.
Seperti biasa saat aku bangun tidur barang yang aku cari pertama kali adalah hp. Aku memeriksa akun sosial mediaku untuk melihat informasi terbaru hari ini. Aku mampir pada akun Michael, aku melihat storynya hari ini. Hatiku dibuat kacau ketika aku melihat foto wanita cantik pada salah satu story terbarunya.
Wanita berambut pirang sepunggung dengan mata biru bak artis hollywood. Aku tersentak dan menyadari bahwa semua perkataan Michael adalah bulshit. Aku mengerti dengan kesalahan yang aku lakukan terhadapnya, tetapi jika ia sudah ada wanita lain tidak seharusnya ia memberiku kesempatan lagi sampai akhir bulan ini.
Aku melempar hpku ke sembarang tempat, aku menutup wajahku dengan bantal dan berteriak. Aku bingung dengan diriku sendiri, kenapa aku sakit hati melihat Michael yang mempunyai wanita baru di hidupnya?
Tringg…
Ponselku berbunyi, aku bangkit dari tempat tidur dan mengambil hpku yang terjatuh di lantai. “Halo.”
“Michelle, dari tadi aku mencet bel pintu depan gak kamu respon,” kata Chris.
“Oh iya ya? Maaf aku gak dengar. Aku akan buka pintu, tunggu ya,” aku langsung menutup telfon dan bergegas untuk membukakan pintu.
“Hai Chris,” sapaku ketika aku melihatnya yang tegak di depan pintu.
“Hai, kamu tidur ya tadi?” tanya Chris seraya berjalan masuk ke dalam rumah.
“Hmm, iya aku masih tidur. Gak tau kenapa aku pusing banget pagi ini,” kilahku.
“Kamu gak kerja hari ini?” tanyaku penasaran.
Chris berhenti sejenak dan menatapku dengan tatapan lelah, “kan hari ini adalah hari minggu.”
Aku menepuk keningku, “oh iya, aku lupa.”
Chris menggelengkan kepalanya, “kamu kenapa sih? Lagi gak enak badan ya?”
Lalu ia memegang bahuku dan menatapku, kemudian ia menyentuh keningku dengan punggung tangannya, “gak panas kok.”
Aku menyingkirkan tangannya dari keningku, “siapa yang lagi sakit.”
“Habisnya kamu kayak orang linglung gitu,” Chris berjalan menuju dapur, aku mengikuti langkahnya dari belakang.
Chris membuka kulkas untuk melihat bahan makanan yang tersedia, “loh kok masih kosong, kamu belum belanja ya?”
“Belum, tadi malam aku gak sempat belanja.”
“Yaudah, ayo kita ke supermarket,” ajak Chris.
Sebelum kami pergi ke supermarket, aku mandi dan berganti baju. Aku memakai parfum baruku yang baru saja aku beri satu bulan lalu. Aku ingin menarik perhatian Chris.
“Ayo, aku udah siap,” kataku seraya menuruni tangga.
Chris berjalan menghampiriku dan memegang tanganku, “kamu wangi banget, aku suka wangi floral.”
Pujian yang keluar dari mulut Chris menandakan bahwa aku sukses menarik perhatiannya, “Thanks.”
Aku dan Chris masuk ke dalam mobilnya. Aku jadi rindu dengan sepeda motor yang sering ia gunakan untuk mengantarkanku kuliah dulu. Waktu berjalan sangat cepat.