Ketegangan memenuhi udara saat Nawa menerima panggilan dari Jhon. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak gelap dan penuh amarah. Jhon baru saja memberitahu bahwa salah satu tawanan penting mereka di Swiss berhasil melarikan diri. “Apa?!” suara Nawa menggelegar, hampir menggema di ruangan yang biasanya sunyi itu. Rahangnya mengeras, dan matanya berkilat marah. Napasnya terdengar berat, dan cengkeraman tangannya pada ponsel menguat. Dari seberang telepon, Jhon terdengar canggung, mencoba menjelaskan situasi dengan terbata-bata. Tapi Nawa sudah kehilangan kesabaran. Dia menutup telepon tanpa basa-basi, lalu menggebrak meja kerjanya dengan keras. Semua benda di atasnya bergetar, beberapa bahkan jatuh ke lantai. “Sialan,” desisnya penuh frustrasi. Dia mulai berjalan bolak-balik, pikirann

