Bab 2. Nikahkan Mereka Sekarang!

1010 Kata
Arina mengerutkan dahi saat melihat pria tampan yang dia tolong itu tiba-tiba berteriak. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada pria itu, pikirnya. Arina menjadi penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada pria itu. Dia harus tahu tentang itu semua agar bisa membantu pria itu ke depannya. Arina sudah berhasil menyingkirkan perasaan takutnya pada pria itu dan berpikir jika pria itu ada korban dari sebuah rencana pembunuhan. "Semua bagus kok, Dok, tinggal tunggu pasiennya siuman aja," jawab perawat pada Arina. "Ok, kalau dia siuman segera telepon saya, ya." Arina memeriksa angka-angka yang tertera pada alat yang tersambung pada tubuh pria yang dia belum tahu namanya itu. Mulai dari tekanan darah dan lainnya serta memeriksa cairan infusnya. "Oh ya, transfusi darahnya sudah selesai?" Arina baru ingat karena di lengan pria itu hanya tersambung selang infus saja. "Sudah semua kok, Dok." "Ok. Makasih ya, saya balik ke ruangan dulu. Nanti saya ke sini lagi." Arina pun keluar dari ruangan ICU lalu kembali ke ruangannya. Seperti biasanya pagi itu dia ada praktek pagi. Bertindak sebagai dokter umum dan menerima pasien yang sakit dan memberikan konsultasi tentang penyakit pasien lalu memberikan resep obat yang bisa ditebus di apotek. Pemeriksaan pasien hari itu berjalan dengan baik. Sampai jam 12 siang, Arina sudah memeriksa semua pasien. Dia pun keluar dari ruangan untuk mencari makan siang. Makan siang kali ini, Arina memilih warteg yang berjualan di dekat rumah sakit itu karena sebelum pulang ke rumah dia akan mengecek satu pasiennya di ruang ICU. Selesai makan siang, Arina sempatkan untuk kembali ke rumah sakit, mengecek pasien lalu pulang ke rumah. Hari itu tidak ada jadwal operasi untuknya. Di desa itu dia sangat jarang mendapat pasien operasi. Mungkin karena warga di sana kebanyakan gaya hidupnya lebih sehat. Perasaan kantuk menyerang Arina karena tadi malam dia harus melakukan operasi yang membuatnya kurang tidur. Dia segera masuk kamar lalu tidur setelah tiba di rumah. Perempuan itu tertidur sampai ashar. Hari itu dia tidak ada kegiatan apa-apa lagi. Untuk pasien di ruangan ICU dia akan mengunjungi pada esok hari atau jika ada panggilan mendadak saja. Arina bangun untuk mendirikan salat asar. Selesai salat dia memakai pakaian olahraganya lagi. Perempuan itu mendapat hiburan saat dia sedang berlari. Setelah berlari keliling, tiba-tiba Arina merasa penasaran dengan sosok pria itu. Dia pun kembali ke rumah sakit dan memeriksa kondisi pria itu di ruangan ICU. Namun, karena Arina baru selesai lari, dia tidak berani masuk ruang ICU, hanya bertanya pada perawat soal perkembangan pria itu. Karena pria itu belum siuman, Arina putuskan untuk pulang ke rumah. Pada hari kedua pria itu belum juga siuman. Di malam hari Arina datang ke ruangan ICU karena hari itu pada siang hari dia mendapat pasien yang membutuhkan operasi usus buntu. "Kok tumben ya, Dok, udah dua hari pasiennya belum siuman juga?" tanya perawat pada Arina sambil memperhatikan pasien pria itu. "Ya mungkin dia merasa capek dan butuh istirahat lebih lama, ya?" Arina berasumsi seperti itu. "Iya ya, Dok, ya sudah kita tunggu lagi aja, tapi semuanya bagus kok." "Iya, ya sudah saya mau pulang dulu ya." Pada hari ketiga pria itu dirawat di ruang ICU, Arina mendapat telepon dari rumah sakit karena si pasien membuka mata pada sore hari saat Arina baru pulang dari lari sore. Dia pun bergegas mandi dan berganti pakaian bersih lalu menuju rumah sakit dengan mobilnya. Tiba di rumah sakit. Arina segera menuju ruangan ICU untuk memeriksa kondisi pria tampan itu. Arina mendekati brankar pria itu. Benar saja dia sudah siuman dan menatap Arina dengan perasaan bingung. "Kamu siapa?" tanya pria itu pada Arina yang berdiri di sebelahnya. "Saya dokter, nama saya Arina, nama kamu siapa?" "Saya ada di mana ya, Dok?" "Kamu ada di rumah sakit. Kamu datang dari mana? Sepertinya kamu bukan warga sini kalau dilihat dari penampilannya." "Ini di mana ya, Dok? Maksud saya apa nama tempat ini? Nama daerahnya?" Pria itu terlihat berpikir. Arina menjelaskan nama daerah tempat pria itu berada sekarang. Pria itu tampak bingung dengan penjelasan Arina karena desa tempat dia berada sekarang terletak jauh dari kota Jakarta. Pria itu diam dan larut dalam pikirannya sendiri. Sepertinya dia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya beberapa hari yang lalu sampai akhirnya dia bisa berada di desa itu. Selama satu minggu berada di rumah sakit, kondisi kesehatan pria itu sudah membaik. Arina pun memberikan izin pada pria itu untuk keluar dari rumah sakit dan menjalani rawat jalan. "Tapi, Dok, saya enggak tahu harus tinggal di mana setelah keluar dari rumah sakit ini dan saya juga belum bisa pulang dalam kondisi sekarang ini." "Ya, gimana dong, Mas, mau enggak mau Mas Yudhi harus pulang. Apa Mas mau menghubungi keluarga Mas, biar saya pinjemin HP saya sama Mas." Arina pikir pria itu tetap harus pulang ke rumahnya." "Dokter bisa enggak bantu saya supaya tinggal di desa ini untuk sementara waktu. Saya belum bisa pulang, dokter sendiri kan tahu gimana kondisi saya waktu menemukan saya, kan?" Pria bernama Yudhi itu berharap Arina bisa membantunya. "Coba saya tanya perawat lain, siapa yang bisa mengajak Mas Yudhi tinggal sama mereka ya." Arina mendatangi ruangan jaga dan bertanya pada mereka, tetapi tidak ada satu orang pun yang mau mengajak pria itu tinggal bersama mereka karena semua merasa takut dan Arina paham soal itu. Dia pun menyerah. Akhirnya Arina dengan sangat terpaksa dan untuk membantu Yudhi, Arina mengajak pria itu tinggal di rumahnya. Sebelum pulang ke rumah dia mengajak Yudhi membeli beberapa pakaian karena bajunya yang lama sudah tidak bisa dipakai lagi. Kemudian dia mengajak pria itu tinggal di rumahnya di kamar yang berbeda. Kabar soal Arina tinggal berdua saja di rumah itu cepat menyebar di warga desa. Warga desa pun tersulut emosinya. Mereka marah karena ada dua orang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tinggal di satu rumah yang sama. Mereka pun berduyun-duyun mendatangi rumah yang ditinggali Arina pada malam hari karena mereka tahu saat itu Arina berada di rumah. Suara-suara teriakan warga terdengar dari dalam rumah. Arina yang baru selesai makan malam di rumahnya segera ke depan dan membuka pintu menemui warga di depan rumahnya. "Nikahkan mereka sekarang!" teriak warga saat melihat Arina keluar dari rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN