Sembilan

2094 Kata
Jumat (17.20), 09 April 2021 ---------------------- “Raynand?” Fiera bersuara kaget saat melihat suaminya sedang berdiri tegak di depan pintu rumah yang terbuka lebar. Gugup menyelimuti dirinya ketika menyadari kilatan di mata lelaki itu. Sorot yang pernah dilihatnya dua tahun lalu. Raynand sedang marah besar. Dengan hati gentar, Fiera keluar dari mobil sambil menggendong Russel yang terlelap. Perhatiannya tertuju pada Raynand. Dia bahkan tidak menyadari kapan Rachles keluar dari mobil dan kini berdiri di sampingnya. “Raynand, kapan kau pulang?” Rachles berbicara santai seolah tidak melihat kemarahan di mata kakaknya. Raynand diam dengan bibir terkatup rapat. Dia menunggu hingga ketika orang itu berada di hadapannya, baru kemudian berbicara, “Kau langsung mematikan telepon tadi.” Nada suara Raynand terdengar menuduh pada Rachles. “Oh, tadi itu kau mau memberitahu bahwa sudah pulang? Kupikir kau menelepon karena khawatir atau rindu pada Fiera dan Russel.” Kening Rachles berkerut. “Aneh sekali Fiera tidak tahu bahwa kau akan pulang hari ini. Memangnya kau sama sekali tidak menghubungi Fiera ketika pergi?” Raynand gugup dengan pertanyaan Rachles. Tapi dengan lancar dia menyembunyikan perasaannya. “Seharusnya aku pulang beberapa hari lagi. Tapi karena pekerjaanku selesai lebih cepat, jadi aku pulang dan sengaja tidak mengabari Fiera sebagai kejutan.” Rachles tersenyum lebar lalu menepuk lengan atas Raynand. “Sungguh suami yang romantis.” Sebenarnya ini ejekan. Tapi hanya Rachles yang tahu. “Sebaiknya aku membawa Russel ke kamarnya.” Fiera berkata lirih. Belum sempat melewati ambang pintu, ucapan Rachles terdengar dan membuat langkah Fiera membeku. “Tidak ada pelukan atau ciuman? Kalian kan baru bertemu setelah beberapa hari.” Buru-buru Fiera meninggalkan kedua lelaki itu karena tidak ingin mendengar alasan lain yang akan digunakan Raynand. Sementara itu Raynand menatap kesal adiknya. “Itu bukan urusanmu. Cepatlah menikah agar kau tahu bahwa suami istri tidak harus mengumbar kemesraan.” “Whoa, kau ini kenapa sih?” tanya Rachles tanpa rasa bersalah lalu berjalan santai hendak masuk. Menyadari Rachles mendekati pintu rumah, Raynand mencekal lengannya. “Mau ke mana?” Rachles menoleh, menatap kakaknya masih dengan raut tenang dan bersahabat. “Ah, iya. Aku lupa mengatakan itu. Sejak tadi malam aku tinggal di sini. Nenek, Mama dan Papa sudah memberi izin.” Sengaja Rachles tidak mengungkit bahwa Fiera yang menawarkan agar Raynand tidak melampiaskan kekesalan pada Fiera. Mata Raynand melebar. “Ini rumahku. Jika kau mau tinggal di sini, kau harus meminta izin dariku. Mama, Papa, atau bahkan Nenek tidak berhak menentukan siapa yang boleh atau tidak boleh tinggal di sini.” Rachles memperhatikan Raynand dengan mata menyipit. Kali ini tidak ada lagi jejak humor di bibirnya. “Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan?” sengaja Rachles maju selangkah untuk mengintimidasi Raynand. “Kalian tampak harmonis dari luar. Tapi apakah ada sesuatu yang terjadi hingga kau tidak mengizinkan orang luar tinggal di rumah kalian, meski itu adikmu sendiri?” Raynand tampak semakin gugup. Tapi lagi-lagi dengan cepat ia menyembunyikannya. Dia berdecak. “Rachles, tidakkah kau mengerti? Dengan adanya dirimu di rumah kami, aku dan Fiera jadi tidak leluasa bermesraan. Lagipula, harusnya kau sudah kembali ke luar negeri sekarang.” “Aku putuskan untuk menetap di negara ini dan mulai mencari istri. Aku juga ingin memiliki anak yang menggemaskan seperti Russel.” Raynand tersenyum. “Itu bagus sekali. Tapi kenapa kau tidak membeli apartemen saja? Kenapa harus di sini?” Rachles mengangkat bahu. “Aku ingin tinggal dengan orang yang masih keluarga. Tapi tentu saja tidak di kediaman keluarga Reeves. Aku pusing mendengar Nenek dan yang lain selalu menanyakan kapan aku menikah.” “Kalau di sini, aku yang akan terus-menerus menanyakan hal itu padamu.” “Tanyakan saja sampai mulutmu berbusa, dan aku hanya akan menganggap itu angin lalu.” Rachles berkata santai lalu kembali melangkah memasuki rumah. Kali ini Raynand membiarkannya dan memilih berjalan di samping Rachles. Di ruang tengah, tampak Fiera yang baru turun dari lantai dua. “Raynand, apa kau lapar?” “Ya.” Sahut Raynand singkat. Dia memang belum makan malam karena cemas menunggu kepulangan mereka. Cemas yang dirasakan Raynand karena khawatir Fiera mengatakan sesuatu pada Rachles. Dia bukannya tidak tahu bahwa perselingkuhannya diketahui Fiera. Dia sudah tahu tapi sama sekali tidak peduli. Kini di hati Raynand hanya ada satu nama. Helliana Pramudya. Saat dijodohkan dengan Fiera, Raynand sama sekali tidak keberatan karena dia memang tidak memiliki wanita spesial. Dia bahkan belajar untuk mencintai Fiera dan berusaha menjadi suami yang baik. Lalu cinta itu muncul dua setengah tahun yang lalu. Tapi bukan kepada istrinya, melainkan kepada sekretaris barunya. Wanita anggun yang menggairahkan. Memikat Raynand hanya dengan menatap matanya. Selama beberapa minggu sejak Liana menjadi sekretarisnya, Raynand masih berusaha menahan diri. Terus-menerus mengingatkan dirinya bahwa dia sudah memiliki istri dan anak. Tapi semakin lama, keinginannya untuk memiliki Liana kian besar. Gairahnya akan wanita itu semakin tak terbendung. Hingga suatu hari saat melakukan perjalanan ke luar kota, Raynand benar-benar mengklaim Liana sebagai miliknya. Raynand tahu jelas bahwa Liana juga menyukainya. Tapi malam itu sempat terjadi perlawanan dari Liana yang terus mengingatkan Raynand mengenai anak dan istrinya. Ya, Liana bukan w***********g. Tapi kini Raynand telah membuatnya menjadi wanita jalan. Masih Raynand ingat betul di bulan-bulan pertama hubungan terlarang mereka, setelah percintaan yang panas Liana akan menangis dan mengatakan semua ini salah. Raynand selalu menghiburnya dengan kata-kata ‘cinta tidak pernah salah’. Kini Liana sudah menerima hubungan mereka. Raynand juga sangat senang mengingat Liana sekarang sangat posesif padanya. Pernah suatu ketika dengan sikap manjanya yang selalu membuat Raynand merasa gemas, Liana membuat mereka berdua mengurung diri di rumah wanita itu hanya untuk b******a dan b******a. Sesuatu yang tidak akan pernah dilakukan Fiera yang penurut, yang bahkan tidak bisa mencegah Raynand meski tahu bahwa Raynand pergi menemui wanita lain. Ya, Raynand memang sama sekali tidak peduli bahwa Fiera sudah tahu mengenai perselingkuhannya. Tapi dia tidak bisa membiarkan keluarga besarnya tahu. Raynand takut mereka melakukan sesuatu pada Liana, atau yang lebih parah membuat Liana dan dirinya berpisah. Neneknya termasuk sangat kolot mengenai pernikahan. Dia dan seluruh keluarga besar Reeves pasti tidak akan pernah menerima Liana karena telah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Raynand. Karena itu Raynand hanya bisa seperti ini untuk sementara, sambil dia mencari jalan keluar menyingkirkan Fiera lalu meyakinkan keluarga besarnya bahwa Liana memang tepat untuknya. “Tidak ada oleh-oleh untuk Russel dan Fiera?” Pertanyaan Rachles menarik Raynand dari lamunan. “Aku buru-buru pulang. Jadi tidak sempat membeli oleh-oleh.” Dengan lancar Raynand mencari alasan. “Sayang sekali.” Rachles tersenyum pada Fiera yang meletakkan the jahe hangat di hadapannya. “Terima kasih.” Fiera hanya mengangguk pelan seraya meletakkan kopi di hadapan Raynand. Raynand memang menyukai kopi, terutama sebelum makan. Selanjutnya yang kedua lelaki itu bicarakan hanya seputar pekerjaan. Bahkan mereka terus asyik berbicara sambil Raynand menikmati makan malamnya. Sementara Fiera duduk di seberang mereka, mendengarkan namun sama sekali tidak berniat memahami pembicaraan. “Jadi, sampai kapan kau akan tinggal bersama kami?” terpaksa Raynand menerima Rachles di rumahnya meski dengan hati dongkol. Dia tidak senang karena sekarang waktunya bersama Liana semakin sempit. Tidak mungkin dia kembali beralasan pergi ke luar kota dua hari lagi jika ada Rachles di sini. Adiknya itu pasti curiga. “Sampai aku menikah. Setelah menikah aku akan membangun rumah sendiri.” Sahut Rachles lalu menyesap tehnya. “Mau kucarikan wanita dari kantorku? Banyak wanita cantik di sana yang kurasa cocok untukmu.” Pantas saja kau betah. Rachles ingin menyemburkan kata-kata itu tapi sebuah ide melintas di otaknya dan membuatnya menyeringai. “Benarkah? Kau tidak akan asal mencarikan calon istri untukku, kan? Kau tahu sendiri seleraku sangat tinggi.” “Tentu saja. Aku pasti akan mencari calon adik ipar dengan cermat.” Raynand mulai memikirkan satu per satu wanita di kantornya yang mungkin cocok untuk Rachles. Dia harap dalam sekejap Rachles sudah menemukan wanita yang tepat dan segera menyingkir dari rumah Raynand. “Kalau begitu, besok aku akan mampir ke kantormu.” Raynand terkekeh. “Kau tampak bersemangat sekali.” “Tentu saja. Aku benar-benar ingin menikah secepatnya. Terutama setelah melihat Russel dan Shane. Pasti sangat menyenangkan memiliki sebelas anak seperti mereka. Aku jadi punya tim kesebelasan sendiri.” Mereka bertiga tertawa dengan pemikiran masing-masing. Fiera karena merasa ucapan Rachles tentang sebelas anak sangat lucu. Rachles karena memikirkan rencananya besok. Sementara Raynand karena bersemangat untuk segera menemukan pasangan bagi Rachles. *** “Bisa-bisanya kau membiarkan Rachles tinggal di sini tanpa izin dariku.” Nada suara Raynand terdengar amat murka. Berbeda sekali dengan sosok lelaki penuh senyum beberapa saat lalu di dapur. “Kupikir kau tidak akan keberatan.” Sahut Fiera dengan wajah tertunduk. “Kau pikir?” sebisa mungkin Raynand menahan diri agar tidak berteriak pada Fiera. Walau mereka sekarang berada dalam kamar dengan pintu terkunci, tapi kamar mereka tidak kedap suara. Teriakan pasti akan terdengar sampai keluar kamar. “Kau sama sekali tidak menghargaiku sebagai kepala keluarga. Harusnya kau tanya aku dulu sebelum memutuskan.” Kali ini Fiera hanya diam karena merasa bersalah. Ya, memang seharusnya Fiera bertanya dulu pada Raynand sebelum menawari Rachles tempat tinggal. Tapi saat itu Fiera memang sama sekali tidak ingat untuk bertanya pada Raynand dan hanya memikirkan Russel dan Rachles. “Kenapa diam?” “Iya, aku salah. Karena itu aku minta maaf.” Raynand mendengus. “Gampang sekali. Berbuat salah lalu masalah selesai hanya dengan kata ‘maaf’.” Merasa frustasi, Fiera mendongak menantang mata biru Raynand. “Lalu apa yang kau inginkan? Mengusir Rachles?” “Aku memang ingin sekali melakukan itu. Tapi itu akan membuat Rachles berpikiran macam-macam lalu mengadukan hal ini pada anggota keluarga yang lain.” Fiera menatap Raynand dengan kesakitan yang nyata di sorot matanya. Tadinya Fiera pikir Raynand hanya marah karena Fiera mengizinkan Rachles tinggal tanpa persetujuan darinya. Tapi sekarang Fiera mengerti. Raynand takut tidak leluasa lagi menemui selingkuhannya. “Memangnya apa ada masalah dalam rumah tangga kita?” tanya Fiera pelan. Kini air matanya mengalir. “Tidak usah pura-pura. Aku tahu bahwa kau tahu apa yang terjadi.” “Jadi kau tahu? Kau tahu bahwa aku terluka dari hari ke hari? Kau tahu bahwa Russel menginginkan hadirmu?” tanya Fiera dengan nada penuh kesakitan. “Kau egois. Kau ingin aku membahagiakan dirimu dan Russel tapi apa kau memikirkan kebahagiaanku?” “Aku…egois?” tanya Fiera lirih. “Aku, egois karena menginginkan suamiku tidak melirik wanita lain? Aku, egois karena menginginkan suamiku menemani anaknya yang memang membutuhkan hadirnya? Aku, egois karena menginginkan kau menjadi suami dan ayah yang sebenarnya?” Raynand memalingkan wajah, tidak mau menjawab pertanyaan Fiera. “Baiklah, Raynand. Aku menyerah. Kita akan bercerai agar kau bisa bersama kekasihmu.” Fiera hendak membalikkan tubuh tapi Raynand malah mencekal lengannya. Mereka tidak bisa bercerai sekarang. Keluarga Raynand akan curiga bahwa ada orang ketiga. “Kau ingin membuat Russel tumbuh tanpa ayah?” “Selama ini kau memang tidak pernah ada untuknya.” Mata Raynand menyipit. “Ada apa, Fiera? Kenapa mendadak kau meminta cerai dariku saat Rachles tinggal di sini? Apa sudah terjadi sesuatu di antara kalian? Apa kau sudah terlalu haus belaian hingga melemparkan tubuh pada adikku?” Fiera ternganga, tidak menyangka dengan tuduhan Raynand. “Betapa rendahnya kau menilai aku dan Rachles.” “Apa aku benar?” dengan kasar Raynand menghempaskan lengan Fiera. “Wah, wah. Aku mulai curiga apa mungkin Russel sebenarnya adalah putra Rachles mengingat betapa miripnya mereka.” “Jangan samakan aku dengan dirimu, Raynand.” Meski air mata Fiera masih mengalir, kemarahan tampak menghiasi wajahnya. Raynand tersenyum mengejek. “Coba saja bercerai dariku sekarang. Dan lihat bagaimana kau akan membuat Rachles dipandang sebagai perebut istri kakaknya dan status Russel menjadi tidak jelas anak siapa.” Sungguh, Fiera tidak menyangka Raynand bisa berubah sejauh ini. Padahal dulu dia lelaki yang lembut dan penyayang. “Kalau tuduhan itu sampai terjadi, berarti kau yang menyebarkannya.” “Ya. Dan tidak akan sulit membuat semua orang percaya. Ceritaku pasti akan lebih meyakinkan karena saat itu Rachles memilih pergi dan tidak kembali hingga lima tahun lamanya. Bisa kau bayangkan betapa malunya keluargamu dan keluargaku hanya karena kau tidak bisa menahan emosi lalu bertindak gegabah dengan minta cerai.” Fiera menatap Raynand tidak mengerti. “Kenapa kau masih mempertahankanku padahal jika kita bercerai kau bisa bersatu dengan kekasihmu?” “Itu urusanku. Jadi kau diam saja dan bersikaplah seperti biasa. Saat waktunya tiba, aku yang akan melayangkan gugatan cerai padamu.” Setelah berkata demikian, Raynand berbalik keluar kamar. Dia tahu betul bagaimana menekan Fiera. Jelas Fiera tidak akan melakukan sesuatu yang akan menyengsarakan orang lain. Kini wanita itu hanya bisa menangis, terduduk di lantai di tengah kamar dengan kesakitan yang nyata mendera hatinya. ----------------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN