"Nggak apa-apa. Aku paham perasaan Ayah. Sekarang kita bantu doa saja, semoga usaha Mas Bram berhasil tanpa menanggung resiko yang fatal. Semoga saja keluarga menjijikkan itu nggak bakal dengan mudah meraih kekuasaan dan jabatan." Pak Lurah manggut-manggut. Pikirannya sekarang terbuka lebar. Apalagi sekarang Puspa sedang mengandung cucunya. Dia memang harus benar-benar bersabar. Walaupun tetap tidak akan bisa bertatap muka dengan orang-orang munafik seperti mereka. "Mbak Puspa, rujaknya sudah jadi. Mau dibawa ke dalam atau mau makan di belakang?" Si mbok muncul di pintu dapur. "Di belakang saja, Mbok. Di emperan dapur," jawab Puspa. Air liurnya serasa sudah menetes-netes, tak sabar untuk segera mencicipi apa yang diidamkan sejak kemarin. Bu Lurah dan Pak Lurah juga bergegas ke belakang