Seina sangat bahagia ketika kekasihnya mengatakan ingin mengadakan pertunangan untuk mereka.
Aldo tersenyum ketika melihat Seina sepertti tidak menyangka. Dia mendekat dan mencium singkat bibir Seina
"Apa kau sebahagia ini kita akan bertunangan." kata Aldo.
"Tentu saja, aku benar-benar bahagia, Sayang." kata Seina langsung memeluk Aldo.
Aldo menjadi sedikit bersalah karena ternyata kebahagiaan Seina adalah status yang jelas bagi mereka.
Seina Geraldine adalah gadis yatim piatu, orang tuanya meninggal baru beberapa tahun ini, di dunia ini kini hanya Aldo yang dia miliki, karena dia memang jauh dari saudaranya, bisa di bilang, dia dan saudara-saudaranya tidak pernah menyambung silaturahmi,
Aldo mengajak Seina makan siang terlwbih dahulu sebelum mereka mengobrol kembali.
"Menurut mu, kita bertunangan kapan?" Tanya Aldo setelah mereka melakukan makan siang.
"Aku terserah padamu. Tapi tadi Paman Tristan mengatakan jika jangn dalambulan dekat ini" jawab Seina.
"Aku akan mendiskusikannya dengan Paman dan Tante Berline nanti." kata Aldo yang di angguki oleh Seina.
"Kau mau menginap lagi nanti?" Tanya Aldo namun Seina menggeleng.
"Aku tidak enak dengan paman dan tantemu jika trus menginap di sana, aku kembali ke apartemen saja, Sayang." kata Seina, karena memang benar, Seina sudah sering menginap di mansion Tristan, meskipun mereka tidak masalah, tetap saja Seina merasa tidak enak.
"Terserah padamu, Sayang. Tapi saat kita sudah bertunangan, kau pindah ke mansion paman Triatan ya sampai kita menikah nantinya." kata Aldo yang di angguki oleh Seina tanda setuju.
"Sayang, tapi akan lebih baik kalau nantinya kita memiliki rumah sendiri, aku tidak berharap besar seperti mansion Paman Tristan, hanya saja akan nyaman untuk kita berdua" kata Seina berhati-hati.
"Ya, Sayang. Kau tenang saja, jika tabunganku sudah cukup, aku ingin membeli mansion mewah untuk keluarga kita nanti, kau tau sendiri aku masih merintis baru satu minggu" ucapnya yang di angguki oleh Seina.
Sebenarnya Aldo sudah memiliki beberapa aset yang dia beli hasil kerja selama ini, jikapun dia ingin membeli mansion saat ini pun sebenarnya dia sudah mampu, hanya saja dia memang masih belum merencanakannya dan ingin membelinya saat mendekati pernikahan saja.
Setelah mengobrol sebentar, Seina kembali ke kantornya karena bosnya nanti akan ada meting,
Seina yang baru sampai dan baru saja duduk di kursinya, namun harus berdiri lagi karena mendaptkan panggilan dari bosnya.
Tok
Tok
"Masuk!" .
Seina pun masuk ke dalam ruangan bosnya.
"Seina bisakah kau memijat ku?" Kata Roni lelaki yang berusia 35 tahunan, bos dari Seina
"Tapi, sebentar lagi kita ada meting dengan, Tuan Tristan." kata Seina, memang benar sebentar lagi perusahaannya akan ada meting dengan perusahaan paman kekasihnya,
"Hanya sebentar." kata Roni.
Seina akhirnya dengan ragu mendekat dan memijat pelan bahunya, sebenarnya sebelumnya yang menjadi bosnya adalah Lina istri dari Roni, Roni adalah suami baru Lina yang baru satu minggu menikah dengannya. Maka dari itu perusahaan Lina sekarang di kelola oleh Roni, suaminya.
Roni bisa mencium bau wangi parfum Seina, selama ini dia menahannya, dia sangat ingin bisa dekat Seina, namun belum memiliki kesempatan.
Sentuhan tangan Seina di bahunya membuat miliknya bereaksi.
"Sial." Umpat Roni dalam hatinya.
"Apa kau sudah memiliki kekasih?" Tanya Roni
"Sudah, Tuan." jawab Seina yang di jawab manggut-manggut oleh Roni
"Tuan, sepertinya kita harus berada di ruang meting sebelum Tuan Tristan datang." kata Seina karena dia merasa tidak enak memijat bosnya. Takut ada yang tiba-tiba masuk dan salah paham dengan mereka.
"Seorang atasan pasti datang terlambat." kata Roniyang sepertinya tidak mau menghentikan sentuhan Seina.
"Tuan Tristan adalah orang yang tepat waktu, Tuan." kata Seina yang membuat Roni akhirnya mau tidak mau harus menyudahi aktifitas Seina.
"Aku dengar, kau yang merekomendasikan perusahaan kita kepada perusahaan Tuan Tristan" kata Roni yang di jawab anggukan oleh Seina.
Roni pun nampak manggut-manggut lagi, dia tidak tau saja, jika Tristan adalah paman dari kekasihnya, karena beberata bulan yang lalu, memang Seina merekomendasikan perusahaannya kepada Tristan untuk bekerja sama, waktu itu perusahaan masih di pegang oleh Lina, tapi saat Tristan menyetujuinya, ternyata sudah berganti bos.
Roni dan Seina berjalan menuju ruang meting, dan benar saja, beberapa menit kemudian Tristan datang bersama Aldo kekasihnya.
Aldo dan Tristan tersenyum kepada Seina dan Roni, mereka bersikap profesional dan tidak menyangkut pautkan hal pribadi mereka.
Hanya saja sesekali Aldo mencuri pandang dan bahkan berani mengelus pelan paha kekasihnya yang sebenarnya itu membuat Seina terkekeh karena ulah Aldo, namun dia menahannya,
Tentu saja ekspresi Seina tak luput dari Roni, dia sengaja menjatuhkan bulpennya lalu mengambilnya. Dia terkejut ketika Aldo, yang dia kenal sebagai direktur ini sedang mengelus pelan paha sekretarisnya. Namun dia memilih diam saja. Dan bersikap profesional.
Dia sama sekali tidak tau saja, kalau direktur Aldo adalah kekasih Seina.
"Sekretaris anda sangat pintar" puji Aldo yang membuat Seina malu sendiri. Sedangkan Tristan tersenyum tipis karena keponakannya menggombali kekasinya sendiri.
"Terima kasih, Tuan Aldo" kata Seina yang di jawab senyuman oleh Aldo.
Setelah meting mereka berakhir, Seina kembali ke ruangannya, begitupun Aldo,
Dia melanjutkan pekerjaannya sampai jam pulang tidak terasa, Seina yang memang pekerjaannya belum selesai, akhirnya menyelesaikannya terlebih dahulu, yang bisa di katakan kalau Seina lembur,
Dia sudah menghubungi kekasihnya dan memberitahukan kalau Seina lembur hari ini namun hanya satu jam.
"Aah akhirnya selesai juga." kata Seina pada akhirnya selesai dengan pekerjaannya.
Dia merenggangkan ototnya terlebih dahulu sebelum akhirnya membereskan berkas berkasnya, namun ketika dia hendak pulang, bosnya memanggilnya.
"Aku pikir dia sudah pulang tadi." gumam Seina yang tetap memnuhi panggilan bosnya, memang dia pikir kalau Roni sudah pulang sedari tadi, tapi ternyata dia lembur juga.
Tok
Tok
"Masuk!"
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanya Seina saat sudah masuk ke dalam ruangan.
"Hm, apa kau sudah ingin pulang?" Tanya Roni yang di angguki oleh Seina.
"Iya Tuan".
"Apa kau bisa menyetir mobil?" Tanya Roni yang membuat Seina mengerutkan dahinya.
"Bisa Tuan".
"Kalau begitu antarkan aku pulang, tolong kamu yang menyetir, karena Fery sedang izin karena ada urusan mendadak. Sedangkan aku sedang tidak enak badan." kata Roni yang sebnarnya membuat Seina sedikit terkejut. Fery adalah supir pribadi Roni.
"Tapi Tuan, saya takut para karyawan akan berfikir yang tidak-tidak tentang kita nantinya, kalau saya mengantarkan anda, bagaimana kalau saya pesankan taksi saja." kata Seina menawarkan dan secara halus menolak keinginan bosnya,
"Saya takut pingsan di tengah jalan, lalu taksi itu mungkin saja akan berbuat jahat kepdaku atau merampokku, hanya mengantar,agi pula para karyawan banyak yang sudah pulang." kata Roni memaksa.
Seina terdiam sebentar, sejujurnya dia sangat bingung mengantarnya atau tidak.
"Cepatlah, lagi pula apartemen ku berada dekat di sini," kata Roni.
"Anda tidak pulang ke rumah anda?" Tanya Seina.
"Tidak, ke apartemen saja biar lebih dekat, biar nanti istriku yang menghampiriku, nanti ku bisa membawa mobilku pulang." kata Roni yang akhirnya di angguki oleh Seina.
Roni duduk di kursi samping kemudi, Roni juga mengarahkan di mana apartemennya yang ternyata memang benar jaraknya dekat dengan kantor.
"Saya naik taksi saja, Tuan." kata Seina.
"Terserah kau saja, tapi tolong antarkan aku dulu sampai unit ku, karena aku takut pingsan sebelum masuk ke apartemen" kata Roni yang akhirnya di angguki oleh Seina.
Seina mengantarkan Roni tanpa curiga karena memang wajah Ronisedikit pucat yang jadinya dia menjadi kasihan dengannya, padahal tadi bosnya ini baik-baik saja.
Setelah sampai di depan unit apartemen Roni, Seina pamit untuk pulang.
"Terima kasih banyak Seina, tapi tunggu sebentar, ada berkas yang ingin aku titipkan padamu, karena sepertinya aku besok tidak akan ke kantor." kata Roni yang di jawab anggukan oleh Seina.
Roni membuka pintu apartemennya dan menyuruh Seina masuk sebentar tapi Seina tidak mau, Roni tidak memaksa, dia mengambil sesuatu yang memang itu adalah sebuat berkas.
Namun ketika Seina ingin mengambilnya, Roni menarik tangannya dan menutup pintu apartemennya yang membuat Seina terkejut.
"Apa yang Tuan lakukan." pekik Seina, bahkan kini dia sudah merasa takut dengan tatapan Roni padanya.