Berjam-jam sejak Pak Damar tertidur nyenyak di sampingnya, Kirana tetap diam di tempat, tidak beranjak kemanapun sama sekali. Dia yang tadinya pusing, semakin pusing memikirkan banyak hal. Pak Damar memang benar, Kirana terlalu memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya gadis itu pikirkan. Karena memang hari esok adalah urusan Allah, dan Kirana tidak perlu merisaukannya. Hanya saja, bukankah cita-cita yang Pak Damar inginkan ini begitu indah? Bahkan saking indahnya seharusnya bisa membuat Kirana tersipu malu, tapi apalah yang bisa gadis itu harapkan kalau begini? Anggi benar-benar membayangi setiap langkahnya. Bahkan dengan melihat Pak Damar saja, Kirana seperti melihat Anggi di sana. Karena itu, daripada merasa sebagai seorang istri, Kirana lebih merasa menjadi seorang beban. Beban yang t

