Ketika Anda mengunjungi situs web kami, jika Anda memberikan persetujuan, kami akan menggunakan cookie untuk mengumpulkan data statistik gabungan guna meningkatkan layanan kami dan mengingat pilihan Anda untuk kunjungan berikutnya. Kebijakan Cookie & Kebijakan Privasi
Pembaca yang Terhormat, kami membutuhkan cookie supaya situs web kami tetap berjalan dengan lancar dan menawarkan konten yang dipersonalisasi untuk memenuhi kebutuhan Anda dengan lebih baik, sehingga kami dapat memastikan pengalaman membaca yang terbaik. Anda dapat mengubah izin Anda terhadap pengaturan cookie di bawah ini kapan saja.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Caca tidak tahu harus berbuat apa. Dia menoleh ke arah Aiyaz, lalu berjalan mendekatinya. “Mas Aka … Embun menghubungiku?” Deg! Dia mengarahkan ponselnya ke arah Aiyaz, hingga pria itu mulai memijit keningnya. “Astaga! Jangan dijawab!” pinta Aiyaz lalu menghela kasar napasnya. Ada apa lagi ini, pikirnya. Si tiga anak macan itu justru mengganggu waktu sore mereka. Caca juga enggan menjawab panggilan dari Embun. Sebab dia tidak mau jika mereka bertiga banyak bertanya dimana keberadaannya. Karena dia lama menjawab, akhirnya sambungan telepon terputus. “Sudah putus, Mas.” Dia kembali mengarahkan ponselnya ke arah Aiyaz. Dia melihat layar ponsel itu. Tapi tidak lama berselang detik, justru panggilan video muncul di