"Diamlah. Itu lebih baik sekarang. Memaksakan sesuatu, apa pun itu, tidak akan jadi hal yang baik."
***
Besi beruasaha mengentikan pendarahan di betis Joni. Sebisa mungkin, ia melakukan apa yang ia tahu untuk meringankan rasa sakit yang Joni rasakan.
"Aku akan menjahit, lalu mengikat lukanya, agar pendarahannya berhenti."
Seolah itu adalah sebuah peringatan, Joni mengangguk. Meskipun sebenarnya, ia tak terlalu mendengarkan. Pikirannya hanya terpusat pada rasa sakit yang tengah menderanya.
"Argh." Ketika lukanya diikat, ia merasakan sakit yang lumayan.
"Luar biasa. Kotak P3K-nya. Ada peralatan untuk menjahit luka," ucap Aul, sedikit tak percaya.
"Ya, mungkin ada banyak hal yang lebih tak masuk akal yang akan kau temui juga selain ini. Kita cukup bersyukur dengan adanya peralatan ini. Sekarang, temanmu ini pasti tak punya cukup tenaga untuk berjalan keluar dari sini."
"Tidak. Aku masih kuat," ucap Joni. Namun, itu berbanding terbalik dengan kelihatannya. Aul dan Besi saling melihat. Mereka tahu, kata-kata "masih kuat" di sana adalah omong kosong.
"Diamlah. Itu lebih baik sekarang. Memaksakan sesuatu, apa pun itu, tidak akan jadi hal yang baik."
Joni akhirnya terdiam. Aul juga. Ipang dan Dollar tadi pamit hendak mengambil makanan di ruangan sipir. Mereka belum sempat mengambilnya. Karena kejadian mengerikan tadi, mereka sampai lupa bahwa ada banyak kebutuhan yang bisa diambil dari ruangan itu.
Joni benar-benar kehabisan tenaga. Ia berbaring lemah. Aul tidak tega melihatnya.
"Berapa lama dia akan bertahan tanpa pertolongan medis?" tanya Aul kepada Besi.
"Memangnya barusan, apa yang aku lakukan? Itu juga pertolongan medis." Besi seperti tidak terima soal tindakannya terhadap Joni. Meskipun terlihat urakan, ia juga merasa, ia bisa melakukan pertolongan pertama yang cukup baik.
"Ya, maksudku, jika dibiarkan terlalu lama, kita juga bahkan tidak tahu apakah peralatan yang digunakan tadi, masih steril atau tidak, itu yang aku maksudkan."
Nyatanya, Aul memang tidak
mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh Besi. Yang ia permasalahkan adalah peralatan yang digunakannya.
"Baik. Menurutku, sudah cukup bagus." Besi mengatakan kalimat itu dengan begitu meyakinkan.
"Kalau begitu, bagus. Aku akan berusaha berpikir positif. Semoga saja, Joni memang sudah mendapatkan penanganan yang tepat."
Besi tak mau menanggapi lagi setelah itu. Memangnya, siapa ia? Ya, tentu saja. Aul akan tetap meragukan kemampuannya. Sekalipun ia berupaya menyelamatkan dunia, tak ada yang benar-benar akan percaya.
Joni terlihat tenang. Sepertinya, ia kelelahan dan tertidur.
Untuk beberapa saat, hanya ada hening di antara mereka bertiga. Aul dan Besi menyelami pikiran masing-masing.
Besi memikirkan soal apa saja yang ia harus lakukan setelah ini. Ia juga merasa sedikit bersalah karena merasa seharusnya sejak awal memang membantu dua pemuda di hadapannya. Benar, ia atau tahanan yang tersisa mungkin tak ada gunanya lagi untuk tetap hidup. Akan tetapi, Aul dan Joni masuk ke dalam penjara itu bukan atas dasar keharusan atau keinginan mereka sendiri. Ya, mana ada yang menginginkan terjebak di dalam penjara bawah tanah yang mengerikan dan berbahaya? Tak ada. Aul dan Joni adalah dua orang yang sedang sangat tidak beruntung.
Sedangkan Aul, ia tengah memikirkan bagaimana reaksi atau keadaan keluarganya di suatu tempat yang lain. Ah, ia agak cengeng soal itu. Ia jadi sulit menahan perasaan rindu, perasaan ingin tahu keadaan orang-orang yang dicintainya.
Aul tahu, orang tuanya pasti sedang sangat khawatir. Ia sedih memikirkan orang tuanya yang mungkin tengah sedih memikirkan dirinya.
Aul yakin, bahwa mereka, tidak akan menyerah untuk mencarinya, tapi di sisi lain, Aul juga tak ingin kalau orang tuanya mungkin nekat kembali ke Kota Jakarta untuk mencari dirinya dan Joni. Ah, tidak-tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Itu tidak boleh terjadi. Biar bagaimanapun, seingin apa pun ia selamat dari situasi yang sangat tidak menyenangkan yang sedang dialaminya, ia tak ingin jika ada anggota keluarganya yang juga mengalami hal serupa seperti dirinya. Terjebak di situasi yang sangat sulit.
"Apa yang kalian pikirkan?" tanya Ipang, ketika ia sudah kembali. Dollar membuntutinya dari belakang.
"Keluar dari sini," jawab Aul. Tegas.
"Ya, itu harus dan akan segera kita lakukan," ucap Ipang lagi.
"Ini, makanlah," ucap Dollar, menyodorkan sebungkus kue kering dan sebotol minuman. Minuman utuh. Masih tersegel. Dan Aul sangat bahagia karenanya.
"Beruntung sekali menemukan minuman utuh seperti ini," ucapnya semringah. Dollar hanya tersenyum melihat betapa senangnya Aul.
Setelah itu, Aul mencoba membangunkan Joni. Sebab sahabatnya itu, juga harus, setidaknya minum dan makan sesuatu, agar ada tenaga dan bisa pulih dengan cepat.
Setelah beberapa saat, Aul, Joni, Ipang, Dollar, dan Besi, kembali terdiam. Alih-alih membicarakan rencana selanjutnya, mereka malah tertidur. Aul menutup sel dengan rapat. Sel mereka agak gelap dibandingkan dengan sel di sisi lainnya. Hal itu tentu saja menguntungkan. Aul jadi tersadar betapa hebatnya Besi ketika menolong dan mengobati luka Joni tadi. Dengan penerangan yang minim, Besi sepertinya memang punya kemampuan tersembunyi soal itu.
***
Aul yang tengah tertidur, tiba-tiba saja samar-samar mendengar sesuatu yang ganjil.
Ia mengerjapkan matanya dan untuk sesaat, mencoba mencari tahu dari mana asal sumber suara tersebut. Ia melirik ke arah sel di seberangnya. Sepertinya, memang tak ada yang aneh. Ya, tak ada yang aneh, sampai ada sosok yang membuka sel tersebut. Aul tak ingin berpikir macam-macam sebenarnya, tapi jiwa kewaspadaannya, otomatis meningkat ketika melihat cara berjalan sosok itu yang terlihat tertatih-tatih. Sosok itu seperti menyeret langkahnya dengan berat.
Aul semakin menajamkan penglihatannya. Dan benar apa yang ia takutkan. Dengan pelan, ia mencoba membangunkan Besi. Dengan sangat pelan.
"Apa?" tanya Besi, tak kalah pelan, ketika menyadari cara Aul membangunkannya.
"Ada seseorang."
Besi terbangun dan langsung matanya tertuju kepada sosok itu. Sosok itu berbaring, membelakangi mereka. Terlihat menggigil.
"Kenapa dia?" tanya Besi.
"Aku melihatnya, aku melihat cara berjalannya dan dapat kupastikan kalau sosok itu, bukan seperti kita. Dia sepertinya sudah berubah."
Besi mengangguk-angguk. "Baik. Bagus kamu menyadarinya dengan cepat. Aku akan memeriksanya. Bangunkan yang lain dan suruh mereka waspada."
"Kamu mau melihatnya sendirian?" tanya Aul.
"Iya. Akan lebih baik, jika menyingkirkannya dalam situasi yang lebih tenang dan sunyi. Keributan tidak bagus di situasi semacam ini. Kau tahu sendiri, bukan."
Aul mengangguk. Rasanya, ia memang tak punya pilihan lain.
Ia membiarkan Besi keluar dari sel dengan hati-hati. Di tangan Besi, terlihat sebuah pisau kcekl yang tadi sempat ia temukan di kotak P3K canggih di ruangan sipir tadi.
Aul berusaha membangunkan tiga orang yang tengah tertidur dengan sangat pelan.
Besi sampai di sel dan ia tak punya pilihan.
"Bunuh saja aku." Sebuah suara terdengar. Besi terkejut.