“Baik, aku setuju dengan perjodohan ini.”
Kata-kata itu masih teringat jelas di kepala Lily. Setelah Om Andi dan Tante Ana pulang dari rumahnya, Lily langsung masuk ke dalam kamarnya. Masih memikirkan kejadian yang baru saja terjadi tadi.
Lily memang tidak tahu siapa jodohnya dan dengan siapa ia berjodoh. Bahkan namanya saja Lily tidak tahu.
Dirinya benar-benar tidak mengetahui tentang perjodohan ini. Ia hanya bisa menyetujuinya demi melunaskan hutang kedua orang tuanya.
Lily juga yakin jika kehidupannya akan lebih baik jika ia menerima perjodohan tersebut, dirinya akan mendapatkan apa yang selama ini tidak pernah ia dapatkan. Impiannya juga tentu saja akan tercapai karena semua kebutuhannya ditanggung semua oleh keluarga jodohnya.
“Semoga kehidupanku akan lebih baik lagi. Yang terpenting sekarang hutang orang tuaku sudah terbayar.” ucap Lily, tak lama kemudian dirinya terlelap dan pergi ke alam mimpi.
***
Seperti biasa, Lily menjalani hari-harinya.
Sekarang, adalah saatnya jam istirahat. Ergo menghampirinya dan mengajak Lily untuk makan di kantin.
Lily bilang bahwa ia tidak membawa uang, namun Ergo bersikukuh akan mentraktir sahabatnya itu. Akhirnya mereka pergi ke kantin dan membeli makanan ringan.
Setelah mereka makan, Ergo mengajak Lily untuk duduk di sekitar lapangan sembari menonton anak-anak yang sedang bertanding futsal.
Di keheningan yang terjadi antara Lily dan Ergo, akhirnya Lily memecah keheningan tersebut dengan membawa berita yang belum ia ceritakan kepada sahabatnya itu.
“Aku akan dijodohkan.”
“Hah?” beo Ergo seketika itu juga. Ia terkejut dengan Lily yang tiba-tiba mengatakan hal tersebut.
“Iya, aku akan dijodohkan.”
“Kau ini bicara apa, Ly? Jangan bercanda.”
“Aku serius, Ergo.”
“Diam, kau hanya bercanda.”
“Hei? Aku tidak bercanda, Ergo. Aku serius. Aku akan dijodohkan oleh kedua orang tuaku.”
“Serius, Ly?” tanya Ergo kembali kepada Lily. Ia masih tidak percaya jika sahabat kecil yang ia cintai itu akan berjodoh dengan pria lain.
“Iya, Ergo. Kau tahu diriku kan? Aku selalu serius dalam setiap ucapanku. Apalagi tentang perjodohan seperti ini, aku tidak akan berbohong ataupun menutupinya darimu.”
“Lily?”
“Iya, Ergo?”
“Boleh aku tanya satu hal?”
“Tentu saja, kenapa tidak? Kau ingin menanyakan apa, Ergo?”
“Apakah kau sudah mengenal baik jodohmu?”
Mendengar pertanyaan Ergo yang bertanya demikian tentu saja membuat kepala Lily refleks menggeleng dengan cepat. Bagaimana mau mengenal baik sang jodoh, jika ia sama sekali tidak mengenal jodohnya tersebut. Jangankan mengenalnya, bertemu pun belum pernah sama sekali.
“Belum.”
“Kenapa belum?”
“Bagaimana aku mau mengenal baik jodohku jika aku saja belum mengenalnya.”
“Apa kau tidak pernah bertemu dengannya?”
“Jelas tidak, aku belum pernah bertemu dengannya.”
“Lalu, kenapa kau mengiyakan perjodohan tersebut jika kau saja tidak tahu jodohmu seperti apa.”
Lily menepuk bahu Ergo pelan sembari tersenyum, “Aku ingin kedua orang tuaku terlepas dari hutang-hutang yang menjerat mereka. Orang tuaku banyak hutang, dan mereka tidak bisa membayar hutang-hutang itu.”
“Lalu? Itu alasanmu dijodohkan? Untuk membayar hutang-hutang mereka?”
“Bisa dibilang begitu. Namun aku yakin, pasti perjodohan ini tidak semenyeramkan apa yang aku pikir. Kata Ibu, hidupku akan bahagia dan sejahtera jika aku menyetujui perjodohan ini. Setelah aku selesai bertunangan, aku juga akan tinggal di rumah jodohku.”
“Bagaimana tentang sekolahmu? Kau akan berhenti sekolah setelah menerima perjodohan itu?”
“Tidak, aku tidak akan berhenti sekolah. Aku akan tetap melanjutkan sekolahku. Namun perjodohan itu, aku akan tetap bertunangan dengannya. Aku akan menikah setelah lulus nanti.”
“Lily,”
“Iya, Ergo?”
“Aku bertanya serius padamu.”
“Aku juga serius menjawabnya.”
“Aku tanya sekali lagi, apakah kau menyetujuinya?” kata Ergo kembali, ia benar-benar ingin memastikan.
“Tentu saja, aku menyetujuinya, Ergo.”
Deg!
Seperti ada serpihan tajam yang menusuk d**a Ergo dengan dalam saat Lily mengatakan kalimat yang baru saja dilontarkannya.
Bagaimana bisa Ergo terlihat baik-baik saja di saat orang yang ia cintai selama bertahun-tahun akan dijodohkan dengan orang lain. Terlebih lagi orang itu belum mengenal sifat Lily.
Ergo lah yang sudah mengenal baik Lily seumur hidup Lily dari kecil hingga sebesar ini. Ergo yang tahu dan mengerti keadaan Lily. Dan Ergo lah, yang selalu ingin berteman dengan Lily walaupun Lily tidak mempunyai kawan.
Andai saja Ergo memiliki banyak uang, sudah pasti Ergo akan membayar semua hutang-hutang kedua orang tua Lily agar Lily tidak menerima perjodohan tersebut. Namun sayangnya, nasib Ergo tidak seberuntung itu.
Tiba-tiba saja air mata Ergo jatuh begitu saja. Benar, ia tidak bisa menyembunyikan kekecewaan dan kesedihan hatinya sampai-sampai air mata itu lolos begitu saja dari kedua sudut matanya.
Lily terkejut saat melihat Ergo menangis, Ergo yang mengetahui Lily melihatnya menjatuhkan air mata tersebut langsung menyeka kedua matanya berniat untuk menghapus air matanya agar Lily tidak melihat kesedihannya.
“Ergo? Kau kenapa?” tanya Lily khawatir.
“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.” jawab Ergo singkat.
“Tidak apa-apa katamu? Itu kau menangis, apanya yang baik-baik saja? Kau kenapa, Ergo? Ayo ceritakan padaku! Kau sedang punya masalah?”
“Sudah kubilang Lily, aku tidak apa-apa.”
“Kau selalu bilang kepadaku kalau aku harus selalu cerita kepadamu walaupun hal sekecil apapun itu. Kau bilang bahwa anggap saja kau itu rumah. Yang memberiku kenyamanan di setiap saat. Aku pun juga begitu terhadapmu, Ergo. Kau juga harus cerita kepadaku. Kau kenapa?”
Ergo tersentuh mendengar apa yang dikatakan Lily, memang Ergo selalu mengatakan hal tersebut kepada Lily. Ergo meminta Lily untuk selalu menceritakan kepada dirinya jika gadis itu mempunyai masalah dalam hidupnya. Ergo hanya ingin membantu Lily, ia tidak ingin melihat Lily kesusahan. Itu saja, hal itu ia lakukan semata-mata karena dirinya sangat menyayangi Lily.
“Ergo? Kenapa kau diam? Kau kenapa?” tanya Lily kembali.
Seketika itu juga Ergo langsung menggeleng dan tersenyum di hadapan gadis cantik itu. Ia menyembunyikan semua kekecewaannya di depan Lily.
“Aku tidak apa-apa, Lily. Percayalah, aku menangis karena aku bahagia akhirnya kau bisa mendapatkan jodoh yang bisa memberimu kehidupan yang lebih layak.” tutur Ergo.
Tidak mungkin kan, jika Ergo mengutarakan perasaannya sekarang kepada Lily. Yang ada nanti malah Lily menjadi ilfeel padanya. Ergo takut Lily menjauh darinya. Ergo tidak mau pertemanannya dan Lily terputus karena dirinya mengungkapkan perasannya kepada Lily. Tidak, Ergo tidak mau itu terjadi.
Ergo tetap akan menyimpan perasaannya dan mencintai Lily dalam diam. Meskipun rasanya sakit, ia tetap akan melakukannya.
“Kau tidak perlu khawatir terhadapku, Ergo. Aku pasti akan baik-baik saja di sana, percayalah.”
Jika kau tidak baik-baik saja, aku akan maju untuk melindungi, Lily. Batin Ergo.
***