Jiwa Raka terbakar hebat.
Mungkin dari pertama dirinya melihat siluet mobil dari kejauhan sedang terparkir sembarangan di dekat gerbang rumahnya.
Mulutnya siap memaki, bagaimana bisa mobil asing itu dengan tidak tahu malunya malah berhenti tepat di depan rumahnya dan menghalangi satu-satunya jalan untuk dia masuk membawa permohonan maaf untuk gadis yang tadi pagi ia tinggal begitu tak manusiawi di dekat gerbang.
Entah kenapa sedari tadi hati Raka merasa resah, bahkan saat gadis cantik dari masa lalu yang sedang mencoba mengoceh di dalam mobilnya pun tidak di hiraukan Raka, nyatanya Raka sungguh sangat bersalah melihat tatapan Shinta ketika ia meninggalkan gadis itu demi wanita masa lalunya.
Jiwa terdalam Raka terus berteriak, bahwa ini tidak benar, dan menyuruh Raka kembali untuk meminta maaf. Dan Raka mengabulkan permintaan jiwanya yang berteriak, dengan dirinya mengantarkan dulu Calista sampai ke tempat yang di tuju wanita itu, dan langsung melesat untuk kembali kerumah, mengingat jam sudah cukup berlalu dan Shinta pasti sudah pulang.
Namun apa yang di dapatkan Raka saat ini. Wanita yang menjadi fokusnya sedari tadi, terlihat keluar dari mobil mewah tak di kenal bersama seorang laki-laki, dan terlihat tersenyum ramah.
Tangan Raka terkepal tidak terkendali, aliran darahnya tiba-tiba mendidih panas.
Siapa laki-laki itu, mengapa mereka pulang bersama?
Raka langsung melajukan mobilnya kedalam dengan amarah yang sudah menggerogoti sisa akal sehatnya, lalu bergegas keluar mobil dengan melangkah lebar, menyusul Shinta yang sudah ada di dapur.
Raka butuh penjelasan.
***
"Siapa laki-laki tadi?"
Shinta yang mendengar suara berat tiba-tiba di belakangnya refleks langsung terkaget menoleh ke belakang dan menemukan tubuh luar biasa tampan Raka bersama tatapan tajam menusuk kornea matanya.
Shinta melepaskan kantong plastik berisi sayuran di lantai lalu menatap Raka heran. "Maksudmu?" tanyanya tak mengerti. Apa maksud Raka? Kenapa si b******k ada di sini, bukankah tadi sedang bersama wanita cantik.
Raka mendesah kasar, mendorong tubuh mungil Shinta dan menghimpitnya di pintu kulkas.
"Siapa laki-laki yang mengantarmu tadi?"
Kening Shinta semakin berkerut. -mungkinkah yang di maksud Raka adalah laki-laki tadi yang bernama Rama.
"Laki-laki tadi aku tidak mengenalnya. Dia tidak sengaja mengotori bajuku oleh genangan air kotor ketika tadi aku berjalan kaki untuk menaiki angkutan umum dan aku lupa tidak bawa uang lebih lalu dia menawariku tumpangan, dan aku menerimanya," ucap Shinta menjelaskan.
Raka tertegun dengan hati yang meluncur jatuh, semua ini karenanya, mungkin kalau dirinya tidak meninggalkan Shinta, Shinta tidak akan bertemu dengan laki-laki tadi.
Raka menatap wajah Shinta dengan perasaan dalam, ada apa ini? Mengapa jantungnya berdetak lebih cepat, tidak biasanya. Apakah detakan ini timbul karena tadi bertemu Calista atau takut Shinta berkhianat.
Raka mengusap wajah Shinta pelan dengan wajah yang semakin mendekat, kemudian berucap, "Maaf. Dan jangan dekat dengan laki-laki lain, aku tidak suka. Kau milikku."
Shinta sendiri terlihat gugup, tidak sempat menjawab karena Shinta lebih memilih menutup mata, dan merapatkan bibirnya ketika wajah Raka sudah memiring, lalu bibir pria itu memangut bibirnya dengan kasar dan menggebu-gebu.
Shinta hanya bisa meremas kerah kemeja Raka ketika merasakan ciuman Raka semakin menuntut di bibirnya. Kepala Raka beberapa kali berpindah posisi, meraup bibir ranum Shinta dengan lumatan yang semakin membuat kepalan tangan Shinta di kerah kemeja Raka mengerat.
Tolong! Shinta butuh napas dan Raka tidak memberikannya sama sekali, dengan sedikit pukulan di d**a bidang Raka akhirnya Shinta bisa terlepas, mengambil napas sebanyak-banyaknya dan bersyukur bahwa ciuman panas ini sudah berakhir.
Tetapi sayangnya Shinta salah! Raka malah membawa tubuhnya dengan cara memangku tubuh mungil itu seperti induk koala, lalu meletakkan tubuh Shinta di pantry dapur. Kembali memangut bibir Shinta semakin dalam dan intim.
Shinta hanya berharap, semoga dirinya tidak mati kehabisan napas.
***
Rasa sakit Shinta ataupun rasa sesal bersalah Raka semua menghilang ketika ciuman gila, panas, menggairahkan ikut bermain di dalamnya.
Ingin sekali Shinta berteriak terlalu kecewa kepada hatinya yang gampang luluh hanya karena ucapan dan ciuman Raka yang kurang ajar. Shinta selalu berucap tidak apa-apa ketika Raka menggoda gadis di pinggir jalan padahal itu waktu mereka berkencan. Shinta selalu bilang tidak apa-apa ketika Raka berubah sikap -seperti mengacuhkannya tanpa Shinta mengerti.
Tetapi untuk kali ini Shinta tidak bisa bilang tidak apa-apa, ketika kenyatanya hatinya merintih dan bilang bahwa ini tidak baik untuknya. Namun Shinta tetap mencoba berdiskusi positif kepada hatinya bahwa ini tidak akan berdampak buruk. Dan tetap tidak apa-apa.
Tetapi kejadian tadi pagi membuktikan ketakutan hatinya itu memang benar, walaupun Shinta sudah memaafkan Raka tanpa diminta sekalipun, namun tetap hati terdalamnya masih menjerit akan rasa sesak ketika kepingan hatinya tidak bisa segampang itu untuk di susun kembali menjadi bentuk sempurna seperti di awal. Nyatanya terlalu menyakitkan ketika kekasih sendiri lebih memilih wanita lain.
Sebuah sentuhan di perutnya mulai membuat Shinta beralih, matanya menemukan kepala Raka yang menyandar di bahunya, dan Shinta hanya bisa membalas memeluk tangan kekar Raka di bagian perutnya.
Ini kamar Raka, bernuansa putih dengan sedikit titik hitam yang mendominasi, Raka membawanya ke kamar dan sepertinya tidak berniat melepaskan, walau Shinta sudah menjelaskan bahwa sayuran di lantai dapur harus dia perhatikan, tetapi Raka tetap tidak mau peduli.
"Kau tidak bekerja?" satu pertanyaan dengan harapan Raka menjawab -ya aku harus bekerja, lalu melepaskan tubuhnya dan itu sangat membahagiakan mungkin, bukan tetap menempel seperti lintah darat yang haus akan darah seorang gadis seperti ini.
"Aku malas kesana."
Shinta mendengus sebal, "Aku harus memasukan sayuran ke dalam kulkas. Jadi tolong lepaskan aku sebentar."
"Tidak!"
Shinta kembali mendesah kasar, Raka terlalu jadi orang yang egois dan Shinta hanya menjadi orang yang terlalu bodoh ketika hanya bisa pasrah tanpa perlawanan.
"Kenapa tadi kau meninggalkan aku demi wanita itu?"
Terasa hembusan napas memburu Raka di lehernya.
"Jadi kau belum memaafkan aku?" Malah balik bertanya.
Shinta menggeleng, "Bukan begitu, hanya saja aku penasaran dengan jawabanmu."
"Aku tidak mungkin membawa kalian ketika jok mobilku hanya dua tempat duduk saja."
"Dan haruskah aku yang di buang?"
Tubuh Raka terasa menegang, dan mencoba membalikan tubuh Shinta menghadapnya. "Sungguh aku minta maaf. Dia sahabatku, aku tidak mungkin menolak."
"Tetapi aku kekasihmu."
Mata Shinta sudah berkaca-kaca dan Raka tidak punya keberanian untuk menatapnya, langsung memeluk tubuh Shinta bersama kecupan minta maaf. Raka memang terlalu bodoh, tidak bisa membuang masa lalu dengan baik. Dan semakin bodoh dengan rasa yang masih sama untuk mantan kekasihnya.
Biarkan Raka membuat rindu yang selama ini menggerogoti hatinya sampai tergantikan dengan kepuasan batin. Di dalam lubuk hati Raka terdalampun Shinta berhasil membuka celah hatinya yang menutup walau tidak terbuka utuh seperti untuk Calista.
"Jangan marah, wanita itu sahabatku yang baru pulang dari hollywood, dia berkeja sebagai model di sana. Dia sahabat dekatku dari waktu aku masih sekolah-"
"Mengapa dia kembali kesini?"
Raka terdiam mendengar Shinta memotong perkataannya begitu saja.
"E-ntahlah aku tidak tau, sudah jangan bicarakan lagi dia. Yang terpenting untuk kejadian tadi pagi aku minta maaf, dan jangan marah lagi," ucap Raka dengan intonasi lembut.
Kedua tangan Shinta mulai memeluk tubuh Raka yang masih terbalut pakaian kerja dengan hangat. Menyandarkan kepalanya di d**a bidang Raka dengan nyaman. Rasa kesal dan cemburu itu kini berlalu hanya karena perlakuan manis Raka, tanpa tahu itu akan semakin membuat cinta Shinta terluka.
"Aku mencintaimu. Dan aku tidak akan marah selama wanita itu bukan mantan kekasihmu."