Terlalu banyak oksigen yang berlarian dan menghindar, Raka butuh asupan napas sekarang, tetapi dengan brengseknya paru-paru Raka malah enggan untuk memompa oksigen.
Keringat yang mulai mengalir di pelipis atau suara detak jantung yang akan meledak, sedikit membuktikan bahwa keadaan ini cukup tidak baik. Tangan ramping yang memeluk lehernya, dan manik sakit yang menatapnya menjadi suatu alasan napas Raka tiba-tiba menghilang.
Tolong Raka!
Bagaimana ia harus memulai. Memeluk tubuh ramping di belakangnya dengan tumpahan kata rindu yang melebur di dalam mulut. Atau mengikuti akal sehatnya yang menyuruh untuk segera melihat gadis yang sedang menatapnya dengan raut terkejut bersama rasa sakit, lalu berbicara melewati tatapan itu bahwa, -tidak ada yang harus di cemaskan.
Tetapi nyatanya tubuh Raka berbanding terbalik dengan kewarasannya, sehingga bergerak begitu saja memeluk tubuh ramping itu dengan jiwa yang sudah meletup-letup riang. Raka terlalu bahagia.
Calista.
Wanita cantik dengan tubuh yang menyerupai boneka barbie itu ada dalam dekapannya. Membalas pelukannya dengan senyuman yang sialnya masih sangat cantik. Seharusnya wanita cantik ini pulang tiga hari lagi, tetapi apa yang di dapatkan sekarang, nyatanya wanita itu sudah merencanakan kejadian mengagetkan ini bersama Ibu tercinta, memilih menampakkan diri tepat di malam ini.
Mungkin Raka terlalu bahagia sehingga melupakan fakta bahwa ada gadis mungil yang sedang duduk di hadapannya sedang menatapnya dengan remasan hati yang berkerut.
Shinta hanya diam tanpa suara saat melihat adegan seorang sepasang kekasih yang di pertemukan setelah sekian lama. Tangan Shinta hanya meremas kuat jemarinya, entah darimana rasa sakit ini datang, Shinta pun tidak tahu pasti. Dirinya hanya bisa mengalihkan tatapannya untuk menunduk.
Mungkin wanita cantik ini sanak sodaranya yang baru pulang dari luar negri. Batin Shinta mencoba berpikir positif.
"Sudah acara menyalurkan rindunya, lebih baik kita makan. Kasian Shinta mungkin perutnya sudah keroncongan." Interupsi dari Ibu Rima berhasil membuat Shinta tersadar begitupun dengan Raka, laki-laki itu buru-buru melepaskan ketika mendengar nama Shinta disebutkan.
Raka melihat Shinta yang sedang menunduk tanpa suara. Dan entah mengapa Raka mulai merasakan bahwa ini adalah kesalahan.
***
Makan malam sudah berakhir, Ibu Rima sudah masuk ke dalam kamar dan mungkin sudah tertidur mengingat jam sudah beralih ke angka sebelas, namun mengapa Raka malah lama sekali setelah tadi berpamitan kepada Ibunya sendiri untuk mengantarkan seorang wanita barbie.
Ini sudah lewat dari tiga jam, namun tidak ada tanda-tanda Raka kembali.
Shinta mematung resah, menatap arah luar dari jendela untuk memastikan mobil Raka sudah tiba, namun tetap nihil tidak ada pergerakan apapun dari luar selain dedaunan yang tersapu angin.
Lalu bayang-bayang menyakitkan kembali melewati memori ingatannya yang tajam, bagaimana seorang Raka memeluk wanita itu dengan pelukan yang begitu erat, begitupun dengan tatapan Raka yang berbeda, sukses mengalirkan rasa denyutan sakit kedalam dadanya.
Shinta tidak terlalu mengerti dengan apa yang di rasakannya saat ini, ia baru saja menginjak umur 19 tahun dan memulai merajut tali kasih dengan pria yang memiliki umur dan kasta yang sungguh jauh berbeda dengannya.
Raka laki-laki pertama yang mengenalkannya dengan rasa yang meletup riang di dalam dadanya, dan Raka jugalah yang pertama merenggut bibir suci Shinta dengan ciuman-ciuman yang membuat Shinta selalu pasrah dan kalah.
Shinta bahkan selalu kesal ketika Raka menggodanya dengan bibir perayunya yang manis, walau dalam hati sendiri, Shinta menjerit kegirangan. Namun ada apa dengan hari ini? Mengapa Shinta melihat diri Raka yang cukup berbeda malam ini, tepatnya setelah wanita barbie itu muncul.
Suara klakson mobil hampir membuat Shinta menjatuhkan jantungnya karena terlalu kaget. Terlihat Raka sudah pulang dan sedang melangkah kearah pintu. Shinta bergegas berlari kecil untuk membuka pintu dan menemukan tubuh Raka dengan aroma tubuh yang cukup berbeda.
"Kau belum tidur?" tanya Raka setelah mereka masuk kedalam. Lampu-lampu ruangan sudah Shinta matikan hingga hanya terdiri dari cahaya yang cukup remang-remang.
Shinta berdiri kaku menatap Raka, lalu menjawab dengan suara pelan, "Aku menunggumu."
Raka terlihat terdiam sejenak, setitik celah dari hati terdalamnya memaki, bagaimana Raka bisa setega itu terhadap perasaan Shinta. Tetapi Raka nyatanya terlalu buta, hingga kekehan kecil dari mulutnya terdengar jahat. Raka tidak bisa melepaskan kekasih masa depannya dan Raka juga tidak bisa menolak untuk tidak menerima kekasih masa lalunya.
Mengusak rambut Shinta dengan gerakan halus. "Kenapa? Kau merindukanku?" tanyanya.
Shinta refleks menggeleng, "Tidak. A-ku hanya menunggu untuk membukakan pintu, tidak mungkin kan aku menyuruh majikanku sendiri untuk membukakannya," ucap Shinta sedikit gugup, ketika Raka menatapnya intens.
Raka hanya terdiam tidak cukup mampu untuk tertawa, tangannya menarik tubuh Shinta dan membaliknya untuk membelakangi. Lalu tangannya mulai merambat ke pinggang Shinta, memeluk tubuh mungil itu dari belakang. Dagu Raka bertumpu di pundak Shinta semakin menelusup ke celah leher Shinta yang menegang.
"Kau sudah mengantuk?" tanya Raka dengan intonasi lembut, mengecupi leher Shinta yang terlihat kegelian.
Shinta mengangguk dengan susah payah, "Ya aku mengantuk jadi tolong lepaskan." Itu bohong. Sebenarnya Shinta tidak mengantuk, ia ingin sekali bertanya tentang wanita tadi, tetapi bibirnya seolah tidak berani, terlebih Raka tidak terlihat ingin mengatakan atau menjelaskan sesuatu.
"Tidur bersamaku malam ini."
Shinta menggeleng dengan mata yang terlonjak kaget. "Tidak! Kita tidak boleh tidur bersama, bukan muhrim," ucapnya tegas.
Raka hanya tersenyum kecil, mengecup pipi Shinta dengan lembut. "Maksudku tidur, dalam artian benar-benar tidur."
Shinta tetap menggeleng, "Tidak mau!" Lalu melepaskan rekuhan Raka secara paksa dan berlari ke arah kamarnya.
Raka tertegun menatap punggung Shinta yang hilang di balik pintu kamar. Tidak biasanya? Tidak mau ambil pusing, Raka langsung bergegas menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamar, dengan senyuman berengsek yang bergelayut biadab di ujung bibirnya.
***
Udara kamis pagi hari yang selalu membuat Shinta menggigil. Tetapi tetap harus keluar rumah karena ini waktu dirinya membeli kebutuhan pokok yang sudah menipis di dalam kulkas.
Shinta hanya perlu menunggu Raka yang sungguh berdandan lama seperti seorang gadis yang kasmaran, Shinta hanya terduduk di kursi ruang tengah dengan kedua tangan menyangga dagunya. Raka sangat lama, dan Shinta sudah sangat bosan menunggu.
Lalu selang beberapa lama suara ketukan sepatu dari arah anak tangga sedikit mengagetkan Shinta, mengalihkan tatapannya dan menemukan tubuh luar biasa tampan Raka sudah terbalut setelan formal yang membuat tubuh itu terlihat berkali-kali lipat lebih tampan.
Shinta langsung mengendalikan diri, ketika Raka berhenti tepat di depannya. "Mama sudah berangkat?" tanyanya dan di angguki langsung oleh Shinta.
"Kau terlalu lama, jadi Nyonya langsung berangkat."
Raka hanya mengangguk, lalu menatap serius wajah Shinta -lebih tepatnya di bibir Shinta.
"Kau pakai lipstik?" tanya Raka, matanya memincing.
Shinta gelagapan, dan berusaha menutupi bibirnya dengan tangannya sendiri. "T-idak."
"Jangan berbohong."
"Aku tidak pakai lipstik hanya sedikit pelembab bibir," cicitnya di akhir kalimat.
Raka mendesah kasar, lalu mengusap bibir Shinta dengan ibu jarinya mencoba menghapus noda warna sedikit merah itu dari bibir Shinta.
"Jangan pakai lipstik saat keluar rumah, aku tidak suka."
Shinta hanya merenggut dan membiarkan ibu jari Raka menghapus lipstiknya yang susah payah ia pakai hanya untuk terlihat cantik di mata Raka, namun nyatanya pria itu malah tidak suka. Sedangkan wanita cantik semalam warna lipstiknya begitu tebal, tetapi Raka terlihat menyukainya.
"Kenapa aku tidak boleh memakai lipstik?"
Tatapan Raka beralih ke arah mata Shinta, dengan jemari yang masih mencoba menghapus noda di bibir Shinta. "Kau belum cukup umur untuk memakai lipstik."
Shinta mendengus sebal, "Itu bukan alasan. Anak SMP saja sekarang sudah banyak yang pakai lipstik," ucapnya mencoba pembelaan.
Ibu jari Raka telah melepaskan bibir Shinta, namun tangan Raka beralih pindah untuk meraih rahang Shinta.
"Aku hanya tidak suka ada laki-laki lain yang menatapmu, karena ketika kau memakai lipstik, wajahmu akan berubah semakin cantik."
Tuhan ... tolong berikan Shinta napas buatan, jantungnya berdetak dengan kencang sekarang, dan aliran darahnya seolah membeku dan menggumpal di bagian wajahnya yang merona. s**t! Bibir k*****t Raka berhasil membuat wajahnya memerah.
Raka terkekeh geli merasakan tubuh Shinta yang menegang. Dasar bocah! Di gombali sedikit saja sudah seperti mayat hidup.
Raka mengusak kepala Shinta pelan, "Ayo berangkat." Lalu membawa tangan Shinta untuk keluar rumah dan menempati mobil mewah yang terparkir di halaman.
Dan Shinta saat ini hanya bisa mengendalikan jantungnya agar segera berhenti berdetak lebih cepat dari biasanya.