Udara dingin sama sekali tak berarti di hadapan panas yang memenuhi kamar rahasia itu. Lumina menempelkan punggungnya ke dinding, nafasnya tersengal-sengal. Jadynn berdiri di depannya, matanya gelap oleh hasrat yang tak terbendung. "Kau tahu betapa gilanya aku memikirkanmu seharian?” suara Jadynn serak, tangannya menelusuri lekuk tubuh Lumina yang masih terbungkus pakaian lengkap. Lumina tak sempat menjawab. Bibirnya sudah direngkuh dalam ciuman yang dalam, menggila, membuatnya kehilangan akal. Lalu Jadynn mulai membuka pakaian itu satu persatu hingga tersisa pakaian dalamnya saja. Jadynn merasakan setiap lengkung tubuh Lumina seolah ingin menghafalnya—bahu yang mulus, pinggang yang ramping, pinggul dan paha yang padat—semua membuatnya seperti orang kehausan yang baru menemukan