Bab 6

1107 Kata
     Nathasya menarik napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Ia melakukan hal ini beberapa kali. Mencoba menenangkan diri sebelum memasuki ruangan Bramuda dan bertemu dengan bosnya itu.     Nathasya mengetuk pintu tiga kali. Setelah mendengar Bramuda mempersilakannya masuk, ia langsung berjalan memasuki ruangan Bramuda yang tampaj begitu rapi dan mengintimidasi. Entah bagaimana, Nathasya merasa rak buku beserta semua barang yang ada di ruangan ini tengah mengamatinya. Tak terkecuali Bramuda. Lelaki itu saat ini tengah menatap Nathasya dengan eskpresi yang tak bisa ia tebak.     “Mana kunci rumah saya?”       “Oh iya, Pak,,” jawab Nathasya cepat-cepat mengeluarkan kunci rumah Bramuda dari saku rok span hitam yang dipakainya. Lalu ia menyerahkan kunci itu kepada Bramuda yang saat ini tengah duduk di kursinya. “Ini, Pak.”      Bramuda mengangguk seraya menerima kunci tersebut.     Nathasya menunggu Bramuda untuk mengatakan sesuatu. Namun, hingga beberapa saat berselang, lelaki itu tak kunjung mengatakan apa-apa. Dia hanya menatap kunci di tangannya dengan ekspresi wajah sedang berpikir.     “Saya permisi dulu, Pak,” kata Nathasya.     Bramuda melirik ke arah Nathasya. “Siapa yang bilang kamu boleh keluar?”     Nathasya yang tadinya hendak berbalik dan berjalan meninggalkan ruangan ini sontak berhenti. Ia mengangguk. Entah mengapa perasaan Nathasya mendadak jadi tidak enak. Ia merasa akan mendapat omelan dari bosnya.     “Jadi, masalah kamu sama pacar kamu belum selesai?” tanya Bramuda tiba-tiba.     “Mantan, pak. Saya udah nggak nganggep dia pacar saya lagi,” jawab Nathasya dengan enggan. “Dan belum. Masalah kami belum selesai.”     Darian masih punya hutang berupa uang kepada Nathasya. Itu adalah satu-satunya hal yang membuat masalah mereka belum selesai. Nathasya sendiri sudah tidak peduli dengan perselingkuhan Darian. Nathasya merasa buang-buang waktu jika harus memikirkan Darian yang menyelingkuhinya.     “Saya harap nanti malam kamu nggak ke klub buat mabuk,” kata Bramuda memasang ekspresi tidak suka.     Nathasya menggelengkan kepala. “Nggak, Pak. Saya kapok!”     “Bagus kalau gitu.”     “Iya, Pak.”     “Oh iya, tolong carikan segala informasi tentang Thalita Freya Handoko. Putri dari Agustaf Handoko, pengusaha batu bara.”     Nathasya mengangguk. “Baik, Pak. Tapi kalau boleh tahu untuk apa ya, Pak?”     Bramuda meletakkan kunci yang tadi di pegangnya ke meja. Ia menarik napas dalam dan mengembuskannya segera. “Seperti yang kamu curi dengar tadi. Mama saya menginginkan saya untuk segera menikah. Dan barusan Mama saya bilang sudah mengatur pertemuan dengan Thalita dan Mamanya. Saya ingin tahu terlebih dahulu segala hal tentang Thalita sebelum bertemu dengan orangnya.”     “Baik, Pak. Akan segera saya carikan informasi tentang Thalita.”     “Selain itu, tolong untuk tolak semua hal yang menyangkut wawancara. Entah itu dengan majalah bisnis, atau dengan stasiun televisi. Pokoknya tolak semua. Apa pun yang ingin mereka bahas saya tidak tertarik,” kata Bramuda lagi. “Kamu tahu sendiri Nancy adalah model yang cukup terkenal. Sepertinya sebentar lagi kabar putusnya hubungan kami akan menghebohkan dunia hiburan. Saya tidak mau tiba-tiba ditanya soal Nancy.”     Nathasya mengangguk. “Baik, Pak.”     “Bahkan setelah putus Nancy tetap merepotkan,” gerutu Bramuda seraya menyambar ponselnya yang baru saja berbunyi. “Apa mantanmu juga kayak gitu?”     Mau tak mau Nathasya kembali mengingat kenangannya bersama Darian. Hari-hari mereka tampak begitu normal layaknya dua orang yang tengah kasmaran. Darian begitu baik dan perhatian kepadanya—ya meskipun kadang-kadang tetap menjengkelkan layaknya manusia. Tapi, kalau dipikir-pikir, Nathasya lah yang sering membayar makanan ataupun tiket nonton ketika mereka kencan. Jarang sekali Darian mentraktirnya sesuatu. Bahkan pria itu tanpa malu meminjam uang Nathasya. Sepertinya, kebahagiaan yang ia lewati dengan Darian itu palsu. Nathasya merasa seperti badut.     “Sepertinya mantan saya lebih parah, Pak,” bala Nathasya lesu.     Bramuda menaikkan sebelah alisnya, menatap Nathasya penasaran. “Apa mantan kamu sangat cerewet dan tukang ngatur kayak Nancy?”     “Mantan saya baik banget, Pak. Dia perhatian sama saya. Bikin saya luluh. Tapi nyatanya dia malah selingkuh. Bayangin, Pak, kami pacaran baru tujuh bulan, tapi dia udah selingkuh sejak lima bulan yang lalu? Bodoh kan saya, Pak.”     Bramuda menganggukkan kepala. “Kamu memang terdengar cukup bodoh, Nath,” balas Bramuda tersenyum miring. “Saya jadi penasaran seganteng apa Darian ini sampai bisa pacaran sama dua orang sekaligus.”     “Dia memang ganteng, Pak,” kata Nathasya. “Tapi nggak modal. Uang saya keluar terus kalau jalan sama dia. Bikin bokek dan makan hati! Kesel saya, Pak.”     “Dia kayaknya terlalu merepotkan.”     “Banget, Pak! Saya nyesel pacaran sama dia. Waktu dan uang saya terbuang sia-sia buat pria berengsek macam Darian.”     Bramuda mengangguk. “Jadi, sekarang kamu udah cukup lega kan setelah mengeluarkan unek-unek tentang mantan kamu?”     Nathasya yang baru sadar jika dirinya habis mengomel tentang Darian di hadapan bosnya sontak tersenyum canggung. Kenapa Nathasya jadi sering melakukan hal memalukan di hadapan Bramuda, sih?     “Nanti malam nggak perlu mabuk kan kamu?”     “Pak! Saya kan bilang nggak akan ke klub dan mabuk,” protes Nathasya.     “Bagus kalau gitu. Kamu boleh keluar,” kata Bramuda seraya kembali sibuk dengan tumpukan kertas di depannya.     Dengan begitu Nathasya pamit untuk meninggalkan ruangan dengan perasaan dongkol. Lagian, apa peduli Bramuda jika Nathasya mabuk? Selama tidak mengganggu pekerjaannya kan seharusnya tidak apa-apa. ***     “Thalita Freya Handoko, berusia 24 tahun. Dia punya bisnis fashion dan juga seorang influencer. Dia punya banyak sekali followers di i********:. Followersnya hampir mencapai satu juta. Hampir setiap hari dia posting foto di akun Instagramnya untuk memamerkan pakaian yang dipakainya. Di situ daya jual Thalita, Pak.”     Bramuda mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjelasan Nathasya. “Kepribadiannya gimana?”     “Menurut pengamatan saya, Thalita itu orangnya cukup positif. Dia sering memberi saran kepada pengikutnya yang kebanyakan adalah anak remaja. Dia cukup dewasa, Pak. Dan dia juga nggak neko-neko. Nggak ada hal buruk yang saya temukan tentang Thalita,” kata Nathasya lagi seraya mengamati tablet di tangannya. “Oh, kecuali waktu dia putus dengan mantannya yang seorang vokalis band tahun lalu. Banyak orang berspekulasi bahwa si cowok berselingkuh dari Thalita hingga akhirnya mereka putus. Tapi sepertinya nggak ada bukti yang jelas. Sejak putus dari mantannya itu Thalita sempat beberapa kali digosipkan dengan beberapa cowok. Tapi sampai saat ini belum ada konfirmasi apa-apa. Jadi, orang-orang menyimpulkan bahwa dia jomblo, Pak.”     Bramuda menghela napas dalam. “Sepertinya Thalita ini cukup merepotkan. Kami tidak akan cocok. Usaha Mama untuk menjodohkan kami nggak akan berhasil,” ucap Bramuda.     “Tapi, Thalita itu cantik, Pak. Cantik banget! Dari cara dia bertutur kata, terlihat sekali kalau dia orang yang berpendidikan.”     “Menurut kamu Nancy nggak cantik? Dia nggak berpendidikan? Tapi hal itu apa menjamin bisa bikin orang nyaman? Nggak, Nath. Tampang dan pendidikan bagi saya nggak ada artinya kalau kelakuannya suka semena-mena.”     Awalnya Nathasya hendak menyanggah ucapan Bramuda, tapi berhubung ia takut disemprot karena berbeda pendapat, akhirnya Nathasya hanya mengangguk saja. Bosnya memang agak skeptis untuk hal-hal seperti ini.     “Jadi bagaimana, Pak?”     “Jadi, sepertinya saya harus menemukan cara untuk menolak Thalita secara halus agar tidak  menyakiti orangtuanya dan mama saya. Ada saran, Nath?”     “Mungkin Bapak bisa pakai alasan Thalita terlalu muda? Usia Bapak dan Thalita terpaut sekitar enam tahun kan? Cukup jauh menurut saya.”     Bramuda mengangguk. “Bisa saya pakai.”     “Tapi, Pak, bagaimana kalau Bapak yang ditolak sama Thalita?”     “Bagus kalau begitu. Saya nggak akan repot.”     Apa Bramuda pernah ditolak cewek sebelumnya? Apa bosnya itu pernah merasakan malu karena dianggap bukan tipe seseorang?     Meskipun mungkin Bramuda tak menyukai Thalita, ditolak gadis itu sepertinya akan cukup membuat harga diri Bramuda jatuh. Lihat saja.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN