1

1075 Kata
Suasana restauran daun cokelat begitu tenang dan snagat nyaman sekali. Arjuna sudah berada disana menunggu Bianca, sang kekasih. Wajahnya terlihat cemas dan bingung sekali, membuat duduknya juga tidak nyaman. "Mas Juna ..." panggil Bianca dengan senyum manis yang terus melebar. Bianca segera duduk disamping Arjuna dan memeluk lelaki itu dengan manja. Arjuna pun membalas pelukan Bianca dengan penuh kasih sayang sambil mengecup kening kekasihnya. Begitu besar cinta mereka. "Mau minum apa?" tanya Arjuna lembut smabil menjawil dagu Bianca. Cintanya sudah habis untuk Bianca. Kegelisahannya beberapa hari ini hilang dalam sekejap setelah bertemu dengan Bianca. Bianca melepaskan pelukan ditubuh Arjuna dan menyebikkan bibirnya penuh rasa kesal. "Kita pacaran sudah lama, Mas. Kenapa selalu tanya mau minum apa?" ucap Bianca mendengus. "Sayang ... Aku itu nannya bukan karena gak tahu minuman favorit kamu. Bisa aja, kamu lagi pengen minum apa, kan? Kalau aku salah, maafin aku, ya?" ucap Juna lembut. Ia paing tidak mau melihat Bianca marah atau kecewa karenanya. Perjuangan untuk mendapatkan Bianca itu benar -benar sulit. "Hu um ... Jadi ada kabar apa nih? Aku penasaran dari tadi, Mas. Kamu mau bawa aku ke rumah kamu, Mas?" ucap Bianca dengan senyum lebar. Usia pacaran mereka sudah lebih dari tiga tahun, bahkan beberapa bulan lagi, anniversary mereka yang keempat. Tapi, Arjuna belum juga membawa Bianca ke rumahnya. Kalau mengenalkan Bianca pada Lita, Mamanya sudah. Kebetulan saat itu Juna, Bianca dan Lita, tidak sengaja bertemu di salah satu mall besar di kota itu. Juna dan Bianca yang akan menonton bioskop lalu maan malam. Sedangkan Lita sedang nongkrong di salah satu kedai kafe bersama teman sosialitanya. "Pesen minum dulu ya?" jawab Juna memanggil pelayan dan mulai memesan minuman dan makanan untuk Bianca. "Udah pesen kan? Kabar apa nih? Jangan bikin aku deg -degan dong Mas," ucap Bianca dengan nada manja. "Gak sabaran amat sih, kesayangan aku ini," ucap Juna mengacak rambut Bianca dengan gemas. "Kebisaan nih, acak -acak rambut aku," ucap Bianca kesal sambil merapikan rambut panjangnya agar kembali rapi. Untung saja rambutnya halus dsehingga mudah dirapian kembali. "Sayang ... Mama apa kabar? Maaf, kalau aku belum sempat main lagi ke rumah. Kamu tahu kan? Akhir -akhir ini aku sibuk," jelas Juna pada kekasihnya. "Mama baik kok. Dia sering tanya kabar Mas Juna. Mama kira kita sudah putus," jelas Bianca menatap Arjuna dengan lekat. "Kok Mama ngira kita putus sih, Bi?" tanya Juna bingung. "Ya karena Mas Juna gak pernah main lagi," jawab Bianca santai. "Bukan ga pernah main. Jujur, aku lagi pusing, Bi. Aku lagi banyak masalah. Urusan kantor, urusan dirumah, klien," ucap Juna jujur. "Hmmm ... Apa aku masuk daftar kepusinganmu, Mas?" tanya Bianca pada Juna. "Enggak sayang. Aku malah lupa sama masalahku kalau udah ketemu sama kamu begini," jelas Juna jujur dengan senyum lebar. "Sekarang Mas cerita. Apa masalah Mas?" titah Bianca lembut. Arjuna memegang tangan Bianca dengan erat. Ia mencium punggung tangan itu, lama sekali. Kedua matanya menutup seolah bukan hanya ingin merasakan kelembutan tangan Bianca saja. Tetapi, Juna ingin mentransferkan rasa cinta yang besar kepada Bianca. Semua perasaan sayangnya yang begitu tulus hanya untuk Bianca seorang. "Mas? Kamu kenapa? Gak biasanya kaya gini lho," ucap Bianca merasa ada yang aneh seja tadi. Makin lama keanehan Arjuna semakin terasa nyata. Arjuna membuka kedua matanya lalu menatap Bianca dengan lekat. Memorinya sedang mengingat beberapa waktu lalu saat ia pertama kali mengenal Bianca. Ya, Juna mengenal Bianca saat ospek. Bianca menjadi anggota ospek dan Arjuna sebagai ketua panitia ospek. "Mas? Kok malah melamun sih?" tanya Bianca lembut. "Hmmm ... Maaf, Sayang ... Kamu cantik sekali ..." puji Arjuna dengan jujur. Bianca memang wanita sederhana yang mempesona. Cantiknya alami, tidak norak dan apa adanya. Gadis pintar, cekatan dan ramah. Banyak sekali lelaki yang mengejar Bianca dulu. Tapi, hanya Juna yang berhasil mendapatkan Bianca. Juna mengalahkan beberapa saingannya dan sampai saat ini mampu mempertahankan hubungan mereka dengan sehat. "Eum ... Kayaknya kata -kata itu udah ke seribu sekian deh, kamu ucapin ke aku," ucap Bianca sambil terkekeh. "Dan kayaknya, kamu selalu baper kalau aku bilang kamu cantik," ucap Arjuna menjawil dagu Bianca. "Udah kan becandanya? Sekarang kamu mau kasih aku kabar apa? Aku sudah gak sabar dari tadi," ucap Bianca mendesak Arjuna. "Gak jadi deh ..." ucap Ajuna membenarkan posisi duduknya lalu menyeruput sisa kopi yang sudah dipesan sejak tadi. "Mas ... Kamu jangan buat aku mati berdiri dong. Aku itu udah bete sama skripsi, dosen pembimbing aku yang baru. Sekarang Mas malah bikin aku gundah gulana," jelas Bianca semakin kesal. Arjuna melirik ke arah Bianca dan menarik napas dalam. Rasanya berat dan benar -benar sulit untuk mengatakannya pada Bianca hari ini. Kata -kata yang sudah ia rangkai sejak sebulan lalu dan bahkan malam tadi ia sudah berjuang untuk bisa tegas. Namun, lagi -lagi, hatinya selalu luluh dengan melihat senyum manis Bianca. "Apa aku undur saja, mengatakan yang sebenarnya?" Batin Juna di dalam hati. Melihat senyum tulus Bianca yang sangat menggemaskan itu, membuat Juna tidak tega mengatakan hal yang seharusnya tidak ia tunda selama ini. "Mas ... Kamu ini kenapa sih? Dari tadi kayak orang bingung, cemas, gelisah. Udah kayak orang yang baru putus sama pacarnya aja. Padahal kan, aku lagi ada disini. Kita gak ketemu juga cuma beberapa hari aja. Selebihnya tetap komunikasi. Au kangen sama kamu, Mas ..." cicit Bianca semakin manja. "Aku juga kangen sama kamu, Sayang ... Tapi, ada yan harus aku ucapkan sama kamu hari ini ..." ucap Juna sedikit terbata. Dadanya semakin sesak sekali. Semua rankaian kata yang sudah ia persiapkan mendadak hilang dari otaknya. "Apa Mas? Cepet bilang aja. Aku tahu, pasti ini kabar baik buat aku," ucap Bianca dengan penuh percaya diri. Arjuna sedikit menunduk. Ia mengenggam tangan Bianca semakin erat. "Bi ... " panggil Juna dengan suara berat dan bergetar. Kedua matanya menutup. Ia tak snaggup melihat wajah kekasihnya dan bola matanya rasanya memang panas. Rasa sedih langsung menyelimutinya. "Ya Mas ..." jawab Bianca snagat lembut. "Minggu depan ... Aku menikah ..." ucap Juna lirih sekali. Bianca terdiam menatap Arjuna. Kata -kata minggu depan aku menikah itu, ditujukan untuk siapa pernikahannya? "Ma -maksud kamu? Kita menikah? Gak nunggu aku lulus?" ucap Bianca terbata. Biana maish berpikir ini tentang dirinya. Peaaan Arjuna yang begitu besar pada Bianca dan sudah pasti perniahan ini adalah ujung dari hubungan mereka. Arjua membuka kedua matanya lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan sayang ... Aku harus menikah dengan wanita lain, bukan denganmu," uapnya begitu hati -hati. "Apa?!" Suara Bianca begitu keras. Ia spontan berteriak hingga semua orang yang sdenag menikmati makan siangnya menatap ke arah mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN