Saat ini Caca sudah berada di dalam kamar hotel. Di mana kamar yang memang mereka gunakan sebagai kamar pengantin. Bahkan, seluruh ruangan telah dihiasi dengan berbagai bunga dan ornamen. Wanita cantik itu tampak sedang duduk sambil bersandar pada sandaran ranjang setelah membersihkan tubuhnya. Ia tampak sedang menunggu lelaki yang baru saja menjadi suaminya sambil memainkan ponselnya.
Meskipun jantungnya berdetak tak karuan, ia tetap harus terlihat tenang. Jangan sampai rasa gugup yang timbul di dalam hatinya nanti malah akan membuat dirinya malu di hadapan suaminya sendiri.
“Sekarang aku udah menjadi seorang istri, Tuhan beri aku rasa ikhlas untuk menerima takdir ku ini,” lirih Caca.
Memang saat ini belum ada rasa cinta yang timbul di dalam hatinya, tapi wanita itu sangat yakin jika rasa itu pasti akan muncul seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu. ia pun bertekad untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan baik.
Caca menunggu kurang lebih selama satu jam. Kemudian suaminya terlihat mulai memasuki kamar. Lelaki itu terus melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan hanya melihat sekilas keberadaan wanita yang baru saja dia nikahi. Bahkan, seolah-olah Andra tidak peduli dengan keberadaan wanita yang terlihat sedang menunggunya tersebut.
Sejak pertama kali melihat suaminya masuk ke dalam kamar, Caca tidak berani untuk membuka mulutnya. Wanita cantik itu terus menatap sosok pria yang tengah berjalan melewati dirinya dalam diam.
“Aku seperti makhluk tak kasat mata,” batin wanita itu.
Caca sangat paham dengan apa yang dirasakan oleh Andra. Pasti suaminya merasa canggung sama seperti dirinya. Karena sebelumnya mereka tidak pernah dekat dan bahkan baru bertemu untuk pertama kalinya sewaktu lelaki itu menjemput dirinya sepulang kerja dan itu pun atas permintaan Dayu, mama Andra.
Tak sampai dua puluh menit kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi yang kembali dibuka. Kemudian tampak Andra sedang berjalan menuju sofa yang terletak tak jauh dari ranjang. Pria tampan itu segera meraih ponselnya setelah mendudukkan dirinya di atas sofa panjang. Detik berikutnya Andra tampak mulai sibuk dengan ponselnya. Sesekali pria itu terlihat tersenyum tipis ketika menatap layar ponsel yang terlihat sedang menyala.
Menurut Caca, mungkin suaminya sedang membalas pesan dari teman-temannya yang mengucapkan selamat kepadanya, karena mengingat hari ini adalah hari pernikahan mereka. Beberapa menit kemudian Andra sudah merebahkan tubuhnya di sofa panjang.
Caca yang melihat suaminya lebih memilih tidur di sofa pun tampak terlihat terkejut. Akhirnya mau tidak mau hal itu membuat wanita itu pun segera membuka mulutnya yang sejak tadi tertutup rapat.
“Mas Andra, tidur di ranjang aja, nanti kalau tidur di sofa badannya bisa pegal-pegal saat bangun besok pagi,” ucap Caca dengan suara yang terdengar lembut.
Wanita itu mencoba memberanikan diri berbicara dengan suaminya. Bagaimanapun, statusnya sekarang adalah seorang istri dari seorang Affandra Bimantara Wijaya, jadi dia harus bisa menjalankan kewajibannya dengan sebaik mungkin.
Andra yang mendengar suara lembut wanita yang berada tak jauh dari dirinya, seketika urung memejamkan matanya. Akhirnya dengan terpaksa pria tampan itu pun bersuara sambil memberikan tatapan dingin pada wanita yang masih duduk di atas ranjang yang berukuran besar.
“Tidurlah, besok kita harus bangun pagi karena masih ada keluarga yang juga ikut menginap,” ucap Andra dengan nada dinginnya.
Mendengar penuturan dari suaminya, seketika membuat wanita itu pun terdiam. Caca lantas tidak berani untuk bersuara lagi. Sebagai seorang istri, ia tidak berani membantah perkataan lelaki yang terlihat terbaring di sofa panjang.
Setelah meletakkan bantal dan selimut di atas meja kaca tepatnya di dekat suaminya berada, ia pun langsung membalikkan badannya untuk menuju ranjangnya kembali. Sebagai seorang istri, Caca sudah berusaha menjalankan kewajibannya dengan baik.
Keesokan harinya, pengantin baru itu tampak bangun pagi sekali. Mereka tidak ingin semua keluarga terlalu lama menunggunya untuk sarapan bersama. Setelah selesai bersiap, Caca tampak masih menunggu suaminya yang terlihat fokus dengan ponselnya. Karena merasa tidak enak dengan semua keluarga, akhirnya Caca pun memberanikan diri untuk membuka mulutnya.
“Mas, kita turun sekarang yuk! Nggak enak sama yang lainnya,” ajak Caca dengan tidak enak hati.
Mendengar ajakan dari wanita yang duduk tak jauh darinya, seketika membuat Andra mengangkat wajahnya dan langsung menatap ke arah sang istri. Detik kemudian, lelaki itu pun mulai membuka mulutnya dan hanya memberikan jawaban yang terdengar menusuk hati.
“Ingat, jangan cerita kalau semalam kita tidak tidur seranjang. Jangan buat mereka bersedih dan kepikiran tentang kita, seharusnya kita membuat mereka bahagia dengan pernikahan kita ini,” ucap Andra menjelaskan.
Mendengar penuturan dari suaminya seketika membuat Caca pun langsung mengerutkan dahinya. Wanita itu sungguh tidak mengerti dengan jalan pemikiran suaminya.
“Aku masih cukup waras untuk membuat mereka mengkhawatirkan kita,” jawab Caca sambil menahan kesal.
Ketika mereka mulai memasuki restauran hotel, Andra kembali mengingatkan Caca untuk memasang senyum terbaiknya. Lagi-lagi lelaki itu menggunakan alasan para orang tua untuk membuat istrinya menurut padanya.
“Jangan pasang wajah cemberut, kamu nggak pingin mereka kepikiran soal kita, kan?” tanya Andra tanpa melepaskan genggaman tangannya.
Sejak sepasang pengantin itu keluar dari kamar, Andra memang sengaja menggenggam tangan istrinya. Melihat apa yang dilakukan oleh suaminya, membuat Caca hanya melihatnya dalam diam. Sungguh, wanita itu masih bingung dengan sikap suaminya yang menurutnya berubah-ubah.
“Setelah ini rencana kalian akan tinggal di mana?” tanya Katon sebelum menyuapkan makanannya.
Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dari mertuanya, membuat Caca pun langsung memalingkan wajahnya pada lelaki yang duduk tepat di sebelahnya. Sorot mata indahnya seakan sedang meminta penjelasan pada suaminya.
“Kami akan tinggal di apartemen,” jawab Andra singkat.
Para orang tua yang mendengar jawaban dari Andra tampak terkejut. Mereka tampak saling berpandangan satu sama lain seakan sama-sama menuntut penjelasan. Menurut mereka, Andra dan Caca akan tinggal di kediaman Wijaya, mengingat wanita itu merupakan menantu yang pertama kali memasuki keluarga terpandang tersebut.
“Kenapa kalian nggak tinggal bersama kami?” tanya Dayu dengan penasaran.
Di dalam benak perempuan setengah baya itu sebenarnya tidak rela jika menantunya harus tinggal terpisah dengan dirinya. Menantu yang dia idam-idamkan sejak dulu pada kenyataannya tidak bisa sepenuhnya untuk tinggal bersamanya.
“Mama kan tau sendiri, kalau kami belum begitu saling mengenal. Jadi kami membutuhkan ruang untuk menyelami pribadi masing-masing,” ucap Andra sambil meraih tangan istrinya untuk ia genggam.
Bahkan, ketika mengatakan itu, dia juga menampilkan senyum terbaiknya. Untuk sesaat Caca sempat terpana dengan senyuman yang mampu menggetarkan hatinya. Namun, dengan cepat perempuan itu segera menepis apa yang sempat terlintas di dalam pemikirannya. Ia tidak ingin sikapnya nanti malah akan mempermalukan dirinya di hadapan semua orang.
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Andra, seketika membuat para orang tua langsung menghembuskan napas leganya. Dengan alasan tersebut, akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Memang benar apa yang dikatakan oleh Andra, pengantin baru itu membutuhkan waktu dan ruang untuk saling menyelami pribadi masing-masing.
Akhirnya hari pun menjelang siang. Semua keluarga mulai terlihat meninggalkan hotel tempat mereka menginap, setelah pengantin baru itu pergi terlebih dahulu. Mereka menuju ke sebuah apartemen mewah yang ada di pusat kota, karena Andra mengajak wanita yang baru saja dia nikahi untuk pulang ke apartemen miliknya.
Belum juga Caca selesai menikmati keindahan unit apartemen, tiba-tiba saja terdengar suara berat Andra yang seakan menyadarkan lamunannya. Ketika wanita itu melihat ke arah suara, suaminya telah duduk dengan dua lembar kertas yang ada di hadapannya.
“Duduklah! Ada yang harus kita bicarakan,” pinta Andra bernada berat.
Caca tidak menjawab ucapan dari suaminya. Wanita itu berjalan dengan anggun menuju sofa untuk mendudukkan dirinya. Tepat di hadapannya ada suminya yang telah duduk sambil menatapnya dengan tajam.
“Bacalah! Mungkin ada yang perlu kamu tambahkan,” ucap Andra sambil menyodorkan selembar kertas yang berisi ketikan yang cukup panjang.
Tampak Caca langsung mengerutkan dahinya. Entah kenapa perasaan wanita itu tiba-tiba merasa tidak enak. Namun, ia tidak berani bertanya perihal kertas yang tengah disodorkan oleh lelaki yang berstatus sebagai suami sahnya tersebut.
Untuk sesaat Caca terdiam setelah membaca kepala surat yang berjudul perjanjian pernikahan. Hatinya tiba-tiba merasa ada yang mencubitnya ketika membaca pasal demi pasal yang tertera dengan begitu jelas untuk dia mengerti.
“Ma … maksud Mas Andra apa dengan perjanjian pernikahan ini?” tanya Caca yang memang benar-benar tidak mengerti maksud suaminya.
Mendengar pertanyaan dari wanita yang baru sehari dia nikahi seketika membuat Andra pun menghembuskan napas panjangnya. Sepertinya ia harus menjelaskan dengan perlahan agar wanita yang duduk di hadapannya memahami maksudnya.
“Kamu masih sangat muda untuk mengemban kewajiban sebagai seorang istri dan masa depan kamu juga masih panjang. Saya tidak akan menutup mata kalau kamu nanti akan menemukan seseorang yang kamu cintai,” ucap Andra mulai menjelaskan.
Caca pun terdiam dan masih menunggu kelanjutan apa yang akan dikatakan oleh suaminya. Meskipun hatinya bertanya-tanya, wanita itu tetap tidak berani untuk membuka mulutnya. Di samping ia takut salah berbicara, aura dominan dari Andra benar-benar kuat hingga mampu membuat nyali lawan bicaranya pun menciut.
“Saya yakin di hati kita tidak ada cinta karena perjodohan yang mendadak ini. Ke depannya saya harap kita jangan mencampuri kehidupan pribadi masing-masing, dan untuk itu kita akan tidur di kamar yang terpisah. Saya harap apa yang terjadi di dalam rumah tangga kita jangan sampai ada yang tahu terutama kedua orang tua kita,” lanjut Andra kembali.
Saat ini Caca hanya ingin tertawa dengan keras. Wanita itu ingin menertawakan dirinya sendiri yang dengan naifnya telah bertekad ingin menjalankan kewajiban sebagai seorang istri dengan baik. Namun, pada kenyataannya hanya dirinya sendiri yang menerima perjodohan ini, sedangkan suaminya malah seakan mendorongnya untuk menjauh.
“Mas …,” lirih Caca sambil menatap Andra dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
“Kenapa? Apa ada yang masih kurang jelas?” tanya Andra dengan santai sambil menyandarkan punggungnya.
Wanita itu dengan sabar menghadapi sikap dingin dari suaminya. Penyesuaian pribadi yang berbeda memang tidaklah mudah, menurutnya. Pasti membutuhkan waktu dan kesabaran. Apalagi mengingat Andra merupakan putra bungsu dari keluarga Wijaya. Di mana sebuah keluarga konglomerat yang cukup terpandang di negeri ini, membuat Caca harus mengumpulkan seluruh kesabarannya. Di samping itu, kelangsungan dan kelancaran roda perusahaan milik papanya juga bergantung padanya, dan itu semakin membuat Caca tidak bisa berkutik.
Masih ingat di dalam ingatannya bagaimana papanya meminta ia untuk menerima perjodohan ini. Menurut papanya hanya dengan pernikahan ini yang menjadi solusi untuk masalah yang terjadi di perusahaan papanya.
“Sayang … hanya kamu yang bisa membantu menyelamatkan Perusahaan Papa yang berada di titik krisis,” pinta Satria pada putri sulungnya.
Karena kecurangan yang dilakukan oleh lawan bisnisnya membuat perusahaan lokal milik Satria Atmaja menjadi goyang. Keterlibatan orang dalam membuat lawan bisnisnya dengan mudah mencari celah untuk menyerang kelemahannya.
“Tapi Kak Caca masih muda, Pa,” ucap Arya, putra bungsu pengusaha senior tersebut.
Brinda Osha Atmaja atau yang biasa dipanggil Caca hanya diam sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Gadis cantik itu tidak pernah menduga jika pembicaraan keluarga setelah makan malam yang biasanya hangat kini terdengar menakutkan di telinganya.
Baru setahun yang lalu dirinya menjadi salah satu dokter spesialis Neurologi di rumah sakit Angkasa, tapi kini ia harus menerima perjodohan. Sebenarnya Caca ingin meraih mimpinya terlebih dahulu sebelum menikah. Namun, pada kenyataannya semua tidak sesuai dengan apa yang ia rencanakan.
Caca benar-benar merasa dilema. Dirinya tidak mungkin menolak permintaan papanya yang kini sedang kalut untuk mencari solusi permasalahan yang ada di perusahaannya. Apalagi mengingat dirinya putri sulung dari keluarga Atmaja, tentu menjadi beban tersendiri bagi gadis cantik tersebut.
“Banyak keluarga yang juga bergantung pada Perusahaan, kalau kamu menolak menikah dengan Andra, bagaimana dengan nasib mereka semua?” tanya Hanum, mama Caca.
Mendengar pertanyaan dari mamanya membuat Caca semakin merasa bersalah. Memang benar apa yang dikatakan oleh mamanya, menurutnya. Jika bukan dirinya lantas siapa yang akan bisa menyelamatkan perusahaan papanya.
Perlahan-lahan Caca kemudian mengangkat wajahnya. Dengan sorot mata yang penuh beban, gadis cantik pemilik mata almond itu pun akhirnya menyetujui perjodohan yang diinginkan oleh kedua orang tuanya.
“Ya, Pa, Caca mau …,” ucap gadis itu pada akhirnya.