Bagi Safana yang belum banyak mengenal pria, diajak makan begini sesuatu yang wow banget. Ia jadi merasa, masa muda yang terlewat karena sibuk bekerja, kembali menyapa di usia 24 tahunnya. “Diminum, Mbak. Gue yang traktir, jadi nggak usah sungkan.” “Eh, iya ...” Safana tersenyum, kemudian meraih gelas jus. Di mata sang nona yang kini jadi nyonya, Safana si ceriwis dan aktif. Rekan sesama pelayan juga berpendapat demikian. Bahkan ada harinya saja ia absen membuat orang lain geleng-geleng kepala. Tapi, sekarang, ia nggak ada bedanya dari Kukang Jawa, alias pemalu. “Riko, mmm ... terima kasih banyak, ya?” “Santai aja kali.” Tawa Riko mengudara, bahkan mencolek ringan dagu Safana. Membuat sang empu kaget sekaligus merona-rona. “Eh, kita udah tukeran nomor belum, sih? Sumpah, Mbak, kemarin-
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari