PERGI

1365 Kata
Rachel mematut wajah di cermin, memeriksa riasannya. Sudah lama dia tidak berdandan secantik ini. Seluruh bagian wajah dipoles sempurna. Dia tersenyum dalam getir. Entah kapan dia terakhir berdandan seperti ini, kalau tidak salah ketika dia masih bekerja. Demi menjaga marwah dan menjauhkan diri dari bahan gunjingan tetangga dan rasa tidak suka mertua, Rachel hanya mengenakan polesan sederhana, hanya untuk sekedar sedap dipandang. Gaun yang dia kenakan juga sangat indah sekarang. Dia berdiri, berputar di depan cermin setinggi tubuhnya. Dia ingin menyelesaikan semua ini dengan elegan dan melangkah dengan terhormat. Benar kata Ryan, dia berharga, tidak pantas menangisi pria yang tidak bisa mensyukuri keberadaannya di sisi suami durjana. Untuk apa tetap bertahan di rumah tangga yang sudah tidak sehat? Perselingkuhan adalah sebuah penyakit yang sulit disembuhkan. Lihat saja, dia sudah pernah memaafkan Septian waktu itu, pria itu dengan riak air matanya memohon maaf dan mengemis untuk diberi satu kesempatan lagi. Nyatanya, apa? Jadi, malam ini dia akan mengakhiri semuanya. Jangan dipikir kalau dia diam, dianggap wanita bodoh. Rachel menanti kedatangan mereka dengan duduk gelisah di ruang tamu. Untuk menghibur diri, dia membayangkan bagaimana reaksi mertuanya dan juga sang suami, melihat penampilannya malam ini. Rachel tahu, gaun malam ini terlalu berlebihan, terlalu indah dan mewah hanya untuk makan malam dengan menu ikan rebus sambal terasi dan juga jengkol cabe hijau, tapi dia memang sengaja memilih gaun dari versace ini untuk membungkam mulut mereka. Kalau Septian menghadirkan Dita untuk jadi tandingannya, maka pria itulah yang sebenarnya bodoh! Suara pintu pagar dibuka, dan perlahan suara mobil Septian memasuki halaman rumah. Dia tebak setelah berbuat zina, mereka akan menjemput mertuanya dari tempat arisan mingguan, lalu bersama pulang seolah mereka bertiga adalah anggota keluarga yang sangat bahagia. Jantungnya mulai berdegup cepat. Entah dia sanggup melaksanakan aksinya ini, tapi mengingat bagaimana mesranya Septian mencium Dita di mall tadi, kembali rasa percaya diri Rachel muncul. Dia harus terlihat tenang dan sangat elegan. Pintu depan memang sengaja tidak dikunci Rachel. Dia ingin membiarkan kawanan serigala berbulu domba itu masuk, barulah dia keluar memulai pertunjukan. Rachel sudah kembali ke ruang tengah, tempatnya duduk menunggu namanya dipanggil. Seolah dialah yang mengatur isi pertunjukan, mulai dari dialog, latar dan juga endingnya. Dia tebak, sebentar lagi namanya akan dipanggil oleh Reni. "Dasar mantu nggak tau diri! Rumah dibiarkan terbuka. Memangnya kalau isi rumah ini dimaling, dia bisa ganti? Hanya makan tidur saja di rumah, dasar wanita gak tau diuntung!" Umpatan itu terdengar jernih di telinga Rachel. Hatinya perih, dikatai oleh mertuanya tanpa memikirkan perasaannya. Namun, Rachel tersenyum. Hatinya kembali berdebar-debar, sebentar lagi tiba saatnya dia naik ke pentas. Dalam hati menghitung detik-detik Reni akan meneriakkan namanya. "Rachel!" "Rachel ...! Dimana kamu? Dasar mantu biadab, suami dan mertua pulang dari bekerja, bukan disambut, malah tidur di kamar!" Reni terus berteriak seperti orang kesetanan. "Rachel!" Rachel memejamkan mata sesaat memanjatkan doa dalam hati. Lalu, dengan perlahan melangkah anggun ke ruang depan. Dengan tangan kanan menyibak gorden berwarna merah bata yang menjadi penghalang antara dia dan ketiga manusia calon penghuni neraka itu. Lagi-lagi dugaan Rachel benar, ketiganya melongo melihat Rachel muncul dengan penampilan yang sangat tidak biasa. Sementara Rachel hanya tersenyum pada mereka. Puas melihat kebingungan yang terpancar pada wajah mereka. "Ra-chel ... ka-mu ... apa-apaan ini?" tanya Septian bingung sekaligus mengagumi pesona Rachel. Lengan telanjang wanita itu begitu mulus, belum lagi belahan di samping yang memamerkan paha mulusnya, membuat tubuh Rachel semakin jenjang bak model. "Kamu kenapa, Rachel? Mau kemana? Atau kamu baru pulang?" Septian sudah menemukan kembali lidahnya. Dia maju selangkah mendekati Rachel tapi tangan istrinya naik ke udara, meminta suaminya berhenti. "Kamu kesurupan apa? Ngapain berdandan seperti itu? Dari mana kamu dapat pakaian mahal itu? Atau jangan-jangan, di belakang Septian kamu menjual diri sebagai pela*cur hingga punya banyak uang untuk membeli pakaian dan juga sepatu mahal itu?" teriak Reni merasa panas. Dia tahu kalau pakaian dan sepatu yang Rachel pakai itu adalah barang mahal. Dalam benak wanita tua itu, Rachel pasti mencuri uang putranya untuk dibelanjakan barang-barang mewah yang saat ini dia kenakan. "Mama jangan marah-marah, nanti cepat tua. Lihat uban Mama sudah tambah banyak. Wajah juga sudah semakin keriput," jawab Rachel dengan senyum cantiknya. Sikapnya begitu tenang, tidak ada amarah, kesedihan atas tuduhan mertuanya itu. Namun, tentu saja sikapnya itu membuat Reni semakin meradang. "Mas, kamu pasti sudah lapar, ayo, kita makan! Aku sudah menyiapkan makanan enak," ucap Rachel mengalihkan pembicaraan saat melihat mulut sang mertua sudah bergerak ingin mengatakan sesuatu. Rachel tersenyum menatap Septian, lalu berputar, melangkah masuk ke ruang makan tanpa menunggu jawaban mereka. Dia tahu, walaupun tidak diajak, Dita dan juga Reni akan ikut ke ruang makan bersama Septian. Bukan karena lapar atau penasaran dengan masakan Rachel, tetapi, ingin melihat kegilaan apa lagi yang akan ditunjukkan Rachel pada mereka. "Silakan." Rachel sudah duduk lebih dulu di meja makan, sesaat setelah membalikkan piring masing-masing. Masih diliputi kebingungan, Septian, Reni dan juga Dita yang sejak tadi hanya terdiam ikut duduk. Kemarahan Reni bahkan langsung menghilang karena rasa penasarannya yang tinggi. Dengan cekatan seperti biasa, Rachel menyendok nasi ke atas piring ketiga orang itu, lalu untuk dirinya sendiri. Dia memang lapar, dan pastinya butuh tenaga untuk melawan ketiga monster itu. "Ayo, dimakan!" Rachel mempersilakan mereka makan karena sejak tadi, mereka hanya diam menatapnya. Sementara Rachel sudah menikmati makan malamnya. "Rachel, sebenarnya ada apa ini?" Saat ini ketakutan Septian mulai muncul lagi. Rachel tidak pernah bersikap seperti ini. "Tidak ada apa-apa, Mas. Nikmati aja makan malamnya. Gimana Ma, enak? Kamu suka masakanku, Dita?" Satu persatu Rachel melihat mereka dan lagi-lagi dengan keramahan yang mengerikan. "Kalian nikmati makan malam ini, mungkin ini jadi masakan terakhirku yang bisa kalian nikmati!" lanjut Rachel meletakkan sendok garpu di sisi piring dengan gerakan anggun, lalu membersihkan mulutnya dengan menghabiskan sisa air putih dalam gelasnya. "Rachel apa maksud semua ini? Aku nggak suka kamu bercanda kayak gini. Nggak lucu!" Septian mulai panik. Dia melirik ke arah Dita. "Kamu mau kemana? Mau mati hingga nggak bisa masak lagi? Silakan sana, mati saja kamu!" Wanita bau tanah itu memperkeruh suasana, padahal dia tidak tahu kalau anaknya sudah ketakutan ditinggal Rachel. "Maaf, Ma. Untuk saat ini aku belum mau mati, kalau Mama mau, duluan saja." "Kurang ajar kamu!" hardik Reni menyiram wajah Rachel dengan sisa air minum di gelasnya. Rachel tersenyum, lalu mengeringkan wajahnya dengan tisu yang ada di meja makan. Kini fokusnya terarah pada Septian. Sedetik pun dia tidak lagi melihat pada Dita. Tidak sudi, dan merasa bukan levelnya. Rachel mengambil ponsel yang sejak tadi terletak di sampingnya. Membuka galeri lalu memutar video yang berada di urutan paling atas. Setelah menekan 'play', Rachel meletakkan ponselnya di tengah meja yang bisa dipastikan ketiganya bisa melihat isinya. Rachel menyandar punggungnya ke sandaran kursi sambil mengamati reaksi ketiganya. Dia sudah hafal betul kapan video itu akan berakhir karena sudah lebih diputar 10 kali olehnya. Jadi, sebelum Septian merebut bukti perselingkuhan itu, dia mengambil kembali ponselnya, lalu berdiri. Dia melangkah ke arah sebelah dispenser, tempat dia meletakkan kopernya yang sudah dia persiapkan. Hanya koper itu saja yang dia bawa dan juga tas tangan yang sudah dia sandang. "Selamat tinggal, Mas. Aku akan melayangkan gugatan cerai padamu. Kamu nggak perlu menemuiku soal apapun, pengacaraku yang akan mengurus segalanya." Hanya itu yang dikatakan Rachel. Wanita itu kemudian melangkah dengan mantap keluar dari rumah itu. Tebakannya kembali benar, Septian mengejarnya hingga ke ambang pintu depan begitupun sang mertua. "Rachel, aku mohon, jangan pergi, dengarkan dulu penjelasanku. Aku tahu aku salah, aku minta maaf. Tapi aku moh-" "Cukup Mas! Kesempatanmu sudah kamu gunakan, sayangnya bukan dengan benar. Tidak ada lagi kata maaf, aku menuntut cerai padamu!" "Iya, pergi saja! Kamu pikir kamu itu siapa? Hanya gadis yatim-piatu yang dipungut putraku. Hanya gadis gembel miskin yang diangkat derajatnya oleh anakku. Kamu pikir kami peduli kamu mau pergi? Selama ini anakku sudah membiayai semua kebutuhanmu, tapi kamu tetap nggak tahu terima kasih. Memangnya kenapa kalau mereka selingkuh? Ini juga karena salahmu, yang nggak bisa ngasih anak sama Septian!" "Ibu diamlah!" "Nggak Septian! Mama tidak akan setuju kamu mengemis maaf padanya. Biarkan dia pergi, biar dia mati membusuk di jalanan!" "Baiklah. Kita lihat siapa nanti yang membusuk di jalanan! Kalian atau aku! Nikmati saja tinggal di rumah ini, karena itu tidak akan lama lagi!" seru Rachel keluar dari rumah, meninggalkan banyak tanya di hati Reni atas ucapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN