Ponsel di saku Kane bergetar tepat saat Ling mendorong pintu di sisi paling kanan barisan etalase kaca. “Li?” gumam Kane. “Mas mau angkat dulu?” “Iya, seniorku yang aku ceritain tadi.” “Oh, angkat aja dulu Mas. Lian tunggu di ruang bayar ya?” Kane mengangguk. Ia lalu berbalik, melangkah menuju pintu keluar toko. Ada dua orang pelanggan selain mereka saat itu. Sepertinya seorang ibu dan putranya. Keduanya bicara dalam bahasa Mandarin dengan Jaya. Kane yang juga pernah mempelajari bahasa tersebut saat masih di bangku SMP, sedikit banyak paham dengan apa yang mereka bicarakan. Satu kalimat yang Jaya katakan membuat Kane menoleh ke tempat pemilik toko itu berdiri, tepatnya ke cincin pertunangan yang tergeletak di atas kaca etalase. Kening Kane otomatis mengerut, pikirannya tiba-tiba berk

