Isi Kotak Misterius

1203 Kata
Rania hanya mengangkat bahu sambil mengoyak selotip di bagian atas kotak. Begitu kotak terbuka, Magika menahan napas, tak sabar untuk melihat isinya. Ketika kotak itu terbuka dengan sempurna, Magika dan Rania melihat ada kotak lain di dalamnya. Ukurannya sama besar, namun kali ini kotaknya berwarna hitam pekat dengan desain yang lebih elegan. "Eh, ada dua kotak lagi, Bu, ada namaku di kotaknya, Magika Zamora," kata Magika, matanya membulat karena penasaran. Rania mengangguk. "Iya. Ayo, buka salah satunya, Magi," ujar Rania sambil menunjuk salah satu kotak. Magika mengambil salah satu kotak itu dan membuka tutupnya perlahan. Begitu terbuka, matanya langsung bersinar melihat isinya. "Bu! Ini dress cantik banget!" serunya girang. Ia mengangkat dress berwarna mauve itu, mengagumi desainnya yang penuh detail dengan bahan berkualitas tinggi. Sementara itu, Rania membuka kotak yang satunya lagi. Ketika ia melihat isinya, senyumnya mengembang. "Ini gamis, Magi. Lihat deh, bordirannya elegan sekali. Sangat cantik, warnanya sama dengan dress mu," katanya sambil mengelus kainnya perlahan. Magika mendekat untuk melihat gamis yang dipegang ibunya. "Bu, ini kayaknya dari butik terkenal, deh," ujarnya dengan nada takjub. Rania menatap kotak besar paket tadi, matanya menangkap selembar kertas yang terlipat di sisi kotak. Ia mengambil kertas itu, membaliknya, dan membaca tulisan di atasnya: "Dari calon suami Magika. Semoga Magika dan calon ibu mertua suka." Rania tersenyum. "Calon suamimu memang sangat baik, Magi," katanya sambil memperlihatkan kertas itu pada putrinya. Magika membaca tulisan itu dan tersenyum lebar. "Ga usah diragukan lagi sih, Bu. Aku kan udah bilang, aku dimanja banget sama dia. Semua yang aku mau selalu dia wujudkan," ucapnya bangga. Rania mengangguk setuju, lalu berkata, "Oh iya, Magi. Untuk undangan dan segala persiapan pernikahan kalian, dia juga yang urus. Kamu tinggal kirim daftar siapa saja yang mau kamu undang ke Terama, ya." Magika mengangguk antusias. "Siap, Bu! Aku akan buat daftarnya malam ini. Sekalian tamu undangan ibu juga," ujarnya semangat. Ia tampak tak menangkap maksud ibunya, tetap menyangka bahwa yang akan menikahinya adalah Terama. Setelah itu, Magika pamit ke kamarnya sambil membawa kotak berisi dress itu dengan pelukan erat. Sementara itu, di ruang tamu, Rania duduk memandangi gamis yang ada di tangannya. "Juan memang sangat baik," gumamnya dengan senyum hangat. "Aku makin yakin dia adalah orang yang terbaik untuk putri semata wayangku." Ia mengelus gamis itu perlahan, mengagumi keindahan desainnya. "Modelnya sangat elegan. Baru kali ini aku punya gamis sebagus ini. Juan pandai sekali mengambil hatiku sebagai calon ibu mertuanya," lanjutnya, puas. Di sisi lain Magika masuk ke kamarnya dengan gembira, kotak berisi dress barunya di tangan. Ia meletakkan kotak itu di atas ranjang, lalu dengan hati-hati membuka penutupnya. Di dalamnya, terdapat gaun berwarna mauve yang tampak begitu cantik dan elegan. Magika tersenyum lebar dan dengan hati-hati mengeluarkan gaun itu. Ia menyentuh kainnya yang lembut dan ringan, merasakan tekstur yang halus. Tanpa ragu, ia langsung mengenakannya. Begitu gaun itu terpasang di tubuhnya, Magika menatap diri di cermin besar di kamarnya. "Ah, ini sangat bagus sekali!" serunya dengan senyum cerah. Gaun mauve itu pas di tubuhnya, mengikuti lekuk tubuhnya dengan sempurna. Warna mauve yang lembut cocok sekali dengan warna kulitnya, membuatnya tampak anggun dan mempesona. Magika mulai menari-nari kecil di depan cermin, merasakan kebebasan dan keindahan gaun itu. "Keren sekali! Aku suka!" katanya sambil berputar dengan riang. Gaun itu bergerak dengan lembut mengikuti gerakannya, membuat Magika merasa seperti seorang putri. Ia berhenti sejenak, menatap refleksinya di cermin dan tersenyum puas. "Gaun ini benar-benar luar biasa. Terima kasih, Terama... untuk semua yang sudah kamu berikan untukku," ucapnya dalam hati, membayangkan betapa bahagianya ia bisa mengenakan gaun itu. Setelah puas menari dan mencoba gaun barunya, Magika berhenti sejenak dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh iya! Aku harus buat daftar siapa saja yang akan diundang ke pernikahanku!" pikirnya sambil menepuk dahinya. Ia tersenyum lebar, membayangkan betapa mudahnya segala sesuatu berkat calon suaminya. "Aku akan membuat daftarnya lengkap dengan alamatnya. Ah, bahkan untuk undangan aku tak usah repot memikirkannya karena semua akan diurus kak Terama. Enak sekali menikah dengan orang kaya yang sangat baik," gumamnya penuh rasa syukur. Magika segera mengganti gaun mauve itu dengan pakaian tadi. Setelah itu, ia mengambil laptop dari meja belajarnya dan membawanya ke tempat tidur. Ia duduk bersila, dengan penuh semangat membuka dokumen kosong untuk mulai menulis daftar undangan. Malam itu, ia menghabiskan waktu dengan serius menuliskan nama-nama teman, saudara, dan kerabat yang ingin ia undang. Sesekali, ia menoleh ke arah pintu kamar, memastikan tak ada yang mengganggu. "Hmm... teman-teman SMA dulu pasti harus diundang! Mereka pasti akan terkejut melihat siapa yang jadi suamiku nanti," pikirnya dengan senyum puas. Ia menambahkan nama-nama kerabat ibunya, tetangga dekat, dan beberapa teman kerja ibunya yang ia kenal. "Daftarnya harus lengkap, jangan sampai ada yang ketinggalan!" ujar Magika sambil mengetik cepat. Ia membayangkan betapa megahnya pesta itu nanti dan bagaimana semua orang akan menikmati acara yang telah disiapkan dengan sangat baik. Di tengah kesibukan mengetik, Magika berhenti sejenak, menatap layar laptop, dan tersenyum puas. "Menikah dengan kak Terama adalah keputusan terbaikku," bisiknya sebelum kembali sibuk melanjutkan daftarnya hingga larut malam. Setelah satu jam berkutat dengan daftar undangan, Magika akhirnya meregangkan tubuhnya dan berkata sambil menguap, "Mungkin cukup untuk jumlah yang akan diundang. Untuk kurangnya besok lagi saja, ah. Aku sudah mengantuk." Ia menutup laptopnya perlahan, memastikan semua data tersimpan dengan baik, lalu meletakkannya kembali di meja. Setelah itu, Magika merapikan tempat tidurnya, mengambil selimut, dan merebahkan tubuhnya dengan senyum kecil di wajahnya. "Ah, hidupku benar-benar sempurna sekarang," gumamnya pelan sambil memejamkan mata. Pikirannya dipenuhi bayangan tentang pesta pernikahan mewah dan masa depan yang bahagia bersama calon suaminya. Malam itu, Magika tidur dengan sangat nyaman. Udara kamar yang sejuk dan kelembutan bantal membuatnya terlelap dengan cepat. Wajahnya tampak damai, seperti seseorang yang benar-benar bahagia dan penuh harapan. Suasana malam yang tenang semakin menambah kesyahduan tidurnya. Di tempat lain di kamar yang megah dengan pencahayaan remang, Juan berdiri di dekat jendela besar yang memperlihatkan langit malam yang penuh bintang. Ia mengenakan pakaian tidur, mencerminkan sisi tenangnya. Matanya menatap jauh ke luar, seolah berbicara pada bintang-bintang yang menghiasi malam itu. "Aku semakin tak sabar menanti hari pernikahanku dengan Magika," bisiknya lembut, suara yang penuh rasa. "Aku merasa ingin segera memilikinya, seutuhnya. Dia akan jadi gadis kecilku yang paling kusayang, dan aku akan membahagiakannya. Selalu." Juan menghela nafas perlahan, membayangkan kehidupan setelah pernikahan mereka. Ia membayangkan Magika di sisinya, senyum gadis itu yang selalu membuat dunianya lebih cerah. "Tak apa kita berjarak sekarang," lanjutnya dengan nada yakin. "Tapi setelah menikah, aku akan selalu dekat dengannya. Tidur setiap malam seranjang dengannya." Ia tersenyum di akhir ucapannya, senyum yang penuh kebahagiaan dan keyakinan. Lelaki tampan itu terlihat sangat bahagia, wajahnya bersinar dengan harapan dan cinta yang tulus. Malam yang sunyi itu menjadi saksi betapa besar cinta dan harapan yang Juan miliki untuk Magika. Dalam keheningan malam, ia berdiri di sana cukup lama, membiarkan pikirannya melayang pada hari bahagia yang semakin dekat. Pagi itu, Magika sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Ia mengenakan blus putih sederhana dengan rok pensil hitam yang membuatnya terlihat profesional. Rambutnya diikat rapi, dan wajahnya segar setelah mandi pagi. Ia meraih tasnya yang tergantung di kursi kamar, bersiap menuju ruang makan untuk sarapan. Namun, langkahnya terhenti ketika terdengar suara ketukan pintu. Magika mengernyit heran, tidak biasanya ada tamu pagi-pagi begini. Dengan sedikit ragu, ia berjalan menuju pintu depan. Saat pintu dibuka, ia tertegun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN