Terbongkar

1150 Kata
"Nona Diana, kok Nona bisa ada di sini?" tanya Maulia yang sudah bangkit dari duduknya dan memberikan salam hormat pada tunangan sang presdir. "Aku ada pemotretan di rooftop hotel ini jam 10, pas mau sarapan di sini eh nggak sengaja aku lihat kamu dan Julian. Kalian ada kerjaan ya di Jakarta?" Diana bertanya dengan antusias, sebelum membiarkan Maulia menjawab, ia lebih dulu menghampiri tunangannya yang sama sekali tidak bangkit dari duduk untuk menyambutnya. "Sayang, semalam kamu nginep di sini?" Pertanyaan Diana beralih pada Julian, membuat Maulia segera memutar tubuhnya agar tidak membelakangi Diana. Sementara staf yang berada di meja panjang itu termasuk Kevin segera bangkit dari duduk dan membungkuk hormat memberi salam pada calon istri Julian yang tidak lama lagi akan menjadi Nona muda Anderson. "Iya, aku baru sampai di hotel sekitar jam 12 malam. Kamu juga nginep di sini?" Julian dengan malas bertanya. Ia sama sekali tidak bangun, membuat Diana segera duduk di kursi Maulia selagi wanita itu masih berdiri di tempat. "Ih, kamu nggak ngasih tau aku sih, kalau aku tau kan kita bisa tidur satu kamar. Aku sih sampai di hotel dari kemarin sore, terus jam 7 malam sempat pemotretan juga di rooftop, dan pagi ini terakhir, habis itu aku check out dan balik ke Surabaya. Kita pulang ke Surabaya bareng aja yuk!" Diana dengan manja dan menggoda mengatakan itu sambil memegang erat lengan kekar sang calon suami. "Jaga bicaramu, Diana! Kamu sengaja mau bikin aku malu?" Julian menekan suaranya agar tidak didengar oleh stafnya, tetapi jelas terdengar oleh Kevin, Maulia, dan juga Diana yang berada di dekatnya. "Kamu kenapa sih? Memangnya aku ada salah ngomong sesuatu?" "Omongan kamu yang pengen kita nginep satu kamar!" "Ih, lagian kenapa sih itu dipermasalahin! Zaman sekarang memang ada orang yang pacaran nggak tidur sekamar?" "Diana, cukup!" Julian meminta Diana untuk tidak membahas soal "sekamar" lagi. "Kamu mau sarapan, kan? Ya udah sana sarapan dulu, makan yang banyak biar kuat pemotretan di atas nanti! Aku juga mau sarapan, jadi tolong jangan ganggu aku!" "Aku pengen sarapan bareng tim kamu boleh nggak? Biar bisa lebih kenal sama mereka." "Ini bukan waktu yang tepat buat saling kenalan, Diana. Aku nggak punya banyak waktu karena setelah selesai sarapan aku dan timku mau pergi ke tempat event dan pertemuan." "Ya udah, kalau gitu lain kali aja. Tapi kalau soal pulang bareng gimana? Kamu kapan pulang ke Surabaya?" "Nanti sore, sepulang dari event." "Ok, kalau gitu kita pulang bareng ya. Selesai pemotretan aku ke tempat event kamu deh ya." "Ngapain sih pakai ke tempat event segala? Kamu pikir aku di sana santai-santai? Nggak, Diana. Di sana aku bakal sibuk banget dan nggak punya waktu buat nemenin kamu." "Nggak apa-apa, Sayang, kamu fokus kerja aja biar aku lihat-lihat properti kamu yang ada di acara event, siapa tau ada yang bisa aku beli, itung-itung biar aku punya apartemen di Jakarta, jadi kalau ada job di Jakarta aku nggak perlu nginep di hotel lagi." "Ok kalau gitu, sampai ketemu nanti." Julian pun mengakhiri percakapan mereka cukup sampai di sana karena ia merasa kedatangan Diana yang tak diharapkannya malah mengulur waktu miliknya yang berharga. Julian pun segera bangkit dari kursi dan merentangkan kedua tangan agar Diana masuk dalam pelukannya dan secepatnya pergi dari meja makannya. Diana dengan bersemangat memeluk tubuh sang tunangan. Bahkan ia mencium pipi kanan Julian sebelum pergi menuju meja makannya, di mana ada manajer, aspri, dan tim fotografer yang menunggunya untuk sarapan bersama. "Semangat ya, Sayang, kerjanya." Julian dengan terpaksa mengulas senyuman. "Ok! Good luck untuk pemotretannya!" Ia mengakhiri kalimat sambil mengusap pucuk kepala Diana agar terlihat baik dalam memperlakukan tunangannya. "Makasih, Sayang. Aku pergi ya!" Diana pun segera melepaskan kedua tangan yang sebenarnya masih nyaman melingkar di tubuh Julian. Sementara pria itu hanya menanggapi dengan senyuman sembari mengangguk. Sebelum pergi meninggalkan meja makan Julian bersama timnya, tidak lupa Diana berpamitan dengan Maulia yang sejak tadi hanya diam menyaksikan percakapan sepasang tunangan di depan mata. "Aku duluan ya, Maulia. Semangat kerjanya. Tolong jaga tunanganku baik-baik ya." Setelah mengatakan itu, Diana mengajak Maulia untuk cium pipi kanan–pipi kiri. "Pasti, Nona. Terima kasih. Nona juga semangat ya pemotretannya. Tolong jaga diri baik-baik," ucap Maulia saat pipi mereka tengah bersentuhan dengan pipi lembut Diana. Namun, saat Diana hendak menjauhkan wajah mereka tanpa sengaja antingnya tersangkut pada kain syal yang Maulia kenakan hingga kain itu terlepas dan seketika memperlihatkan leher jenjang Maulia yang penuh dengan kiss mark seseorang di sana. "Astaga, Maulia? Leher kamu?" Diana mengatakan itu dengan suara keras hingga menarik perhatian staf lain yang langsung ingin mengetahui apa yang terjadi. Diana yang melotot langsung menutupi mulut dengan telapak tangan. Terkejut? Tentu saja. Terlalu banyak tanda merah di leher Maulia dan itu sedikit janggal bagi Diana, pertanyaan dengan siapa Maulia melakukannya saat sedang melakukan perjalanan bisnis seperti hari ini muncul di kepala. Diana coba mengedarkan pandangan untuk mencari siapa yang sudah meninggalkan jejak kepemilikan di leher Maulia. Namun, hanya ada empat laki-laki di sana selain Julain. Ada Ryan dan Haikal dari tim marketing, Kevin yang menjabat sebagai asisten pribadi, dan terakhir Fauzan dari tim sekretaris. Siapakah pelakunya di antara mereka berempat? "Siapa yang melakukannya, Maulia? Kenapa harus pas lagi perjalanan bisnis kayak sekarang?" Diana yang penasaran bertanya sembari senyum-senyum. Tentu ia senang menggoda Maulia yang tengah dalam keadaan begitu, artinya wanita itu memiliki kekasih dan apa yang dikatakan Gio tempo lalu tidak terbukti benar. Maulia sedih, ia menutupi lehernya dengan kedua tangan. Ini adalah aib baginya dan pelakunya adalah pria yang sudah memiliki tunangan. Sementara Julian mengepalkan kedua tangan. Rahangnya mengetat karena sikap Diana yang sudah sangat keterlaluan pada Maulia. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan menarik Diana untuk pergi meninggalkan tempat tersebut. "Ikut aku!" Malu karena ditatap oleh orang-orang yang telah melihat tanda merah di lehernya membuat Maulia dengan cepat memutar tubuhnya dan pergi menuju toilet. Sesampainya di toilet, Maulia mulai menurunkan kedua tangan yang sejak tadi dipakai untuk menutupi lehernya. Ia menatap diri di cermin, merasa malu karena aib yang coba ditutupi malah diketahui oleh Diana dan bahkan semua staf yang ikut dalam perjalanan bisnis kali ini turut menyaksikan. Maulia menangis di sana sambil berusaha menghilangkan tanda merah di lehernya dengan air dari wastafel. Namun sekeras apa pun Maulia melakukannya, tanda merah itu tak mau memudar apalagi hilang. Tanpa sadar apa yang dilakukannya malah membuat lehernya tergores karena kuku panjanganya. "Argh!" Maulia menggeram karena kesal apa yang dilakukannya tidak mengurangi apa pun. Itu hanya membuat kulitnya perih akibat luka-luka. Pasrah, wanita itu pun menghentikan aksinya. Tidak ada cara untuk menghapus tanda merah yang dibuat oleh Julian selain kembali ke kamar dan mengambil syal baru untuk ia kenakan. Hanya itu satu-satunya hal yang terpikirkan olehnya saat mulai merasa buntu. Ketika melangkah keluar dari toilet, Maulia dikejutkan dengan keberadaan Fauzan yang berdiri di depan pintu. Tanpa aba-aba pria itu langsung menangkup kedua sisi wajah Maulia dan menatapnya lekat-lekat. "Sejak kapan kamu menjalin hubungan sama Pak Julian, Uul?" tanya Fauzan yang membuat Maulia terkejut dan kesulitan menelan saliva.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN