"Nggak nyangka kamu bisa sekejam itu, Mas," todong Hasna setelah mereka masuk kamar dan anak-anak sudah tidur. "Begitu buruknya kamu mengatai mereka. Hanya karena mereka orang miskin. Apa Mas merasa lebih suci dan mulia? Malu aku, Mas." Hasna tidak bisa membendung emosi dan mengontrol air matanya. "Kejam kamu. Bersikap pada seorang ibu seperti itu. Apa Mas nggak ingat kalau dilahirkan oleh seorang perempuan. Istrimu juga perempuan, kita juga memiliki anak perempuan. Kelak menantu kita juga perempuan." Arman yang duduk di tepi pembaringan hanya menunduk diam. "Kalau aku jadi mereka, aku nggak bakalan maafin kamu, Mas. Sebagai seorang ibu, nggak ikhlas rasanya anakku dikatai 'sampah'. Sebagai anak, aku juga nggak rela ibuku dikatai sampah." Hasna menangis. "Maafkan aku, Ma. Maaf." Arman