"Menangis! Menangislah, Elea. Aku sangat membencimu. Jika pada akhirnya kau akan seperti ini, aku tidak akan sudi punya adik seperti dirimu!" Elea berusaha menahan tangan Vania, tapi tenaganya kalah kuat. Rasa ngilu terasa sampai ke tulang saat pisau kecil itu menembus kulitnya. Disela-sela rasa sakit itu, Elea tidak begitu mendengarkan apa yang Vania katakan. Ia hanya bisa menatap Kakaknya itu dengan mata yang sendu. "Aku akan pergi, Kak. Tolong ampuni aku ... sakit," pinta Elea tidak tahan akan rasa sakit yang luar biasa itu. Tubuhnya benar-benar remuk redam tak karuan. Vania terkekeh-kekeh sinis, wanita itu menekan kembali pisau itu hingga semakin dalam. "Arghhhhhhhh sakit!" Elea berteriak sangat keras, sungguh rasa sakit yang luar biasa hingga tubuhnya gemetar hebat. "Dulu ... aku