Bab 2. Jujur

996 Kata
Bab 2 "Kamu dari mana saja, Olivia? Bisa-bisanya kamu tadi malam nggak pulang dan bikin aku panik. Aku udah telepon kamu beberapa kali tapi kamu nggak angkat." Olivia baru saja tiba di rumah kontrakannya ketika diserbu oleh pertanyaan yang diajukan Naura Isabella, sahabat dekat sekaligus teman kontrakan Olivia yang memang sama-sama perantauan dari kampung. Terlihat raut wajah Naura yang begitu panik dan cemas dengan Olivia yang tidak muncul-muncul juga padahal dia sudah semalaman menunggu kehadiran sahabatnya ini. Olivia meringis dan tidak mungkin dia menceritakan sekarang tentang apa yang terjadi padanya tadi malam pada Naura. Masalahnya jangan melihat Naura yang terlihat kalem dan anggun di luar, namun percayalah mulutnya lebih cerewet jika sudah mengomel. "Tadi malam aku bermalam di rumah teman kantorku. Terus aku ketiduran dan lupa ngabarin kamu." Hanya itu alasan yang bisa diberikan oleh Olivia pada Naura, yang kini justru menatapnya dengan tatapan curiga terutama ketika melihat ada tanda merah di leher Olivia. "Kamu mau bohongin siapa, Olivia? Ada tanda di leher dan juga di d**a kamu, cara jalan kamu juga beda nggak kayak biasanya. Kamu habis tidur dengan laki-laki? Siapa laki-laki yang udah melecehkan kamu? Cepat kasih tahu sama aku biar aku datangi dan minta dia tanggung jawab sama kamu. Kamu ini perempuan, nggak boleh yang namanya abai atas diri kamu sendiri." Naura langsung menatap cemas sambil menarik sahabatnya itu untuk masuk ke dalam rumah kontrakan yang sudah mereka huni selama beberapa tahun terakhir ini. "Bisa-bisanya kamu melakukan one night stand sama orang yang bahkan nggak kamu kenal. Apa mungkin kamu kenal sama orangnya? Tolong jangan bilang kalau orang yang tidur sama kamu itu laki-laki yang udah punya istri. Kalau laki-lakinya sudah punya istri lebih baik kamu nggak usah minta tanggung jawab. Tapi, kalau laki-lakinya masih single, kamu boleh--" Tidak tahan dengan ocehan Naura, Olivia langsung menutup mulut Naura dengan telapak tangannya sambil menggelengkan kepala. Perempuan cantik itu menatap Naura dan menariknya untuk duduk di sofa yang tersedia di ruang tamu kontrakan mereka. "Kamu bisa diam nggak? Nanti aku ceritakan satu-satu tapi kamu nggak boleh ngomel dan nggak boleh sela aku dulu sebelum aku selesai ngomong. Gimana menurut kamu?" Naura menatap Olivia yang masih membekap mulutnya kemudian menganggukan kepalanya sebagai responnya. Barulah kemudian Olivia segera melepaskan tangannya dari mulut Naura. "Ya udah sekarang kamu cerita gimana caranya kamu bisa tidur dengan laki-laki itu? Kamu bahkan nggak punya pacar selama beberapa tahun ini, tapi kenapa kamu bisa tidur dengan laki-laki itu? Jangan bilang kalau kamu di perkaos, kalau memang iya, kita bisa lapor ke polisi sekarang." Nah, kan! Naura memang cerewet dan inilah yang terkadang membuat Olivia merasa Naura itu bukan seperti sahabat tapi seperti ibunya sendiri. "Aku nggak tahu siapa laki-laki itu. Tadi malam aku nggak sengaja minum alkohol. Nah, pas mau pulang, aku ditarik masuk ke dalam mobil. Terus aku dibawa ke hotel dan karena aku setengah sadar, aku iyain aja waktu aku di grepe. Soalnya, ternyata enak," kata Olivia dengan jujurnya. Kedua tangan Naura langsung membekap mulutnya sendiri sambil mendengar apa yang diceritakan oleh Olivia. Sungguh keterlaluan menurut Naura karena bisa-bisanya Olivia merasa enak karena di grepe oleh orang yang bahkan tidak dikenal. "Kamu tahu nggak, aku dibawa ke hotel bintang 5 kayaknya. Soalnya hotelnya itu mewah banget, dan karena aku takut laki-laki itu minta bagi dua untuk pembayaran kamar hotel, aku kabur duluan." Olivia baru saja menyelesaikan ceritanya tentang apa yang dialaminya tadi malam secara rinci pada Naura. Jangan tanyakan bagaimana ekspresi wajah Naura yang berubah-ubah selama mendengar proses bagaimana Olivia akhirnya menjadi wanita seutuhnya setelah kesuciannya direnggut oleh laki-laki yang baru dikenal atau mungkin bahkan tidak dikenal. "Terus kamu gimana? Mata kamu itu rabun, tempat terang aja belum tentu kamu bisa lihat dengan jelas. Kamu bilang lampunya temaram, apa kamu nggak bisa lihat dan ingat wajah laki-laki itu?" Olivia yang ditanya menggelengkan kepalanya membuat Naura segera menepuk dahi sahabatnya itu sambil menggeleng. "Aku benar-benar enggak bisa berkomentar apa-apa sama kamu, Olivia. Kalau udah kayak gini jelas kamu yang dirugikan." "Ya udahlah namanya juga udah terjadi. Lagian juga kita ini hidup di kota, walaupun udah nggak perawan juga nggak akan ngaruh buat cari suami." Olivia berkata dengan entengnya. "Lagian juga ini pertama kali kok aku lakuinnya. Nanti kalau aku mau melakukannya lagi, tunggu kalau aku sudah punya suami." "Terus gimana kalau tiba-tiba kamu hamil?" Pertanyaan Naura membuat tubuh Olivia langsung membeku di tempat ketika mengingat jika seharusnya ia tadi mampir ke apotek untuk membeli pil KB. "Kira-kira kalau aku berangkat ke apotek sekarang untuk membeli pil KB, masih berlaku enggak?" Olivia bertanya dengan wajah polosnya menatap Naura, yang menggelengkan kepalanya sebagai respon. "Kamu tanya sama aku, aku bahkan nggak punya pengalaman soal ini. Tapi, lebih baik mencegah daripada mengobati. Mendingan kamu sekarang jalan, beli pil KB itu. Siapa tahu masih bisa dicegah." Naura berkata jujur menatap Olivia. "Tapi, tadi malam kamu merasa nggak laki-laki itu mengeluarkannya di dalam apa di luar?" "Aku juga nggak tahu. Tapi, rasanya kayak ada air mancur juga yang masuk ke dalam tubuh aku. Apa itu yang bisa menjadi penyebab perempuan bisa hamil?" Olivia kembali bertanya dengan tampang polosnya menatap Naura. Keduanya sama-sama awam akan hal yang terjadi antara pria dan wanita dewasa. Tidak heran keduanya sama-sama mengangkat bahu dan menggeleng kepala mereka atas pertanyaan yang bahkan mereka tidak tahu jawabannya. "Ya udah kalau begitu kita berangkat sekarang aja ke apotek. Kamu mandi dulu, soalnya bau-bau bekas percintaan kamu agak lumayan melekat. Terutama, bau parfum laki-laki yang menempel sama kamu." Naura segera menjauh dari Olivia seolah menjauh dari kuman hingga membuat Olivia memutar bola matanya. "Telat banget kamu kalau menjauh. Dari tadi aku udah duduk di sebelah kamu." Olivia segera bangkit dari tempat duduknya dan melangkah pergi menuju kamar untuk mengambil pakaiannya. Baru kemudian ia segera pergi menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur untuk membersihkan diri, sisa-sisa percintaannya tadi malam dengan laki-laki yang bahkan wajahnya pun ia lupa. Olivia memang memiliki mata rabun jauh sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas orang-orang dari jarak jauh. Masalahnya, Olivia hanya akan mengenakan kacamata ketika ia bekerja. "Olivia-Olivia."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN