88. Berdamai

1063 Kata

Sambutan hangat kali ini dirasakan oleh Zea saat ia pulang ke rumah. Biasanya, ia selalu diabaikan dan tak dianggap ada oleh ibunya. Namun kali ini, ia benar-benar merasakan ketulusannya. Senyumnya yang hangat, tatapannya yang lembut, dan tutur bicaranya yang sangat halus. Sangat berbeda jauh dengan sosok Muna yang selama ini ia kenal. “Udah makan, Nak?” Hati Zea bergetar mendengar sang Ibu memanggilnya dengan sebutan ‘Nak’. Seumur-umur ia hidup, baru kali ini, panggilan sederhana itu keluar dari mulut ibunya. “Ibu tadi masak semur ayam. Makan dulu, gih. Sat, ajak Aldi makan ke belakang,” ucapnya lagi. Zea kembali dibuat tertegun. Dulu mana pernah, ibunya menawarkan makanan seperti ini. Ia mengambil sepotong ayam saja, marahnya sampai seharian. “Aku ambilin aja.” Satria langsung b

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN