Dua bulan, hm dua bulan bukan lah waktu yang sebentar bagi sebagian orang. Dan selama dua bulan ini Eros selalu konsisten untuk tidak menampakkan dirinya di publik agar hidupnya bisa tenang dan damai selama dua tahun kurang beberapa bulan mendatang.
Hanya saja hari ini semua yang telah Eros lakukan terasa sia-sia, hidup tenang Eros lenyap begitu saja, dan mungkin semua orang juga sudah mengenalnya, terutama kaum hawa.
Eros tidak pernah berfikir akan seperti ini, apalagi dalam waktu dekat. Penampilan sudah sangat jauh dari kata cool nan keren tapi kenapa para gadis-gadis di sana masih saja mengejarnya?
Huft, memang tidak ada harapan lagi ..., Semuanya pupus.
Dan Eros kali ini sudah tidak perduli lagi untuk tidak bersembunyi lagi. Bukan deng, dia tetap tidak akan sudi menjadi pusat perhatian, namun karena kali ini ia sudah benar-benar suntup, dia ingin cepat pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukanya itu.
Dalam perjalanan ke kamar mandi yang tidak jauh dari kelasnya, Eros sampai memakai tudung Hoodie yang ia pakai agar dirinya tidak terlalu melihat orang-orang yang menatapnya, tak lupa Eros juga memakai sumpelan kuping, alias earbuds dan memutar musik keras-keras di sana.
Padahal jelas, kalau Eros mendengarnya, semua orang di sepanjang koridor tengah membicarakan Eros. Tidak hanya para perempuan, melainkan laki-laki juga, semua orang berhasil tau berkat akun lambe lamis dan Lili tentunya. Ah, haruskan Eros berterima kasih, bukan secara gamblang, melainkan menggunakan cara yang lain.
Sudahlah ...
Para wanita di sepanjang koridor benar-benar mengagumi sosok Eros, malah kalau kata mereka, Eros yang memakai hoodie lebih terlihat cool dari pada tidak memakai. Rambut lurusnya yang berponi yang harusnya nampak cupu, tapi ketika di pasangkan pada orang-orang tampan vibes tersebut akan jauh berbeda.
Mungkin juga karena efek wajah bersih mulus tanpa adanya noda jerawat milik Eros, ataupun hidung mancung bak perosotan, bibir pas porsi, dan juga alis terpahat indah tanpa perlu di sulam atau di bentuk seperti kebanyakan.
Tidak heran sebenarnya kalau banyak dari mereka yang mengagumi sosok Eros, meski Eros sendiri tidak sadar diri jika layak di kagumi sih. Tapi sungguh Eros itu tampan tanpa perlu di apa-apa kan, lebih tepatnya definisi tampan nggak ketulungan sih.
Eros buru-buru menambah kecepatan juga melebarkan langkahnya, ketika merasa makin sesak, walaupun benar dia tak melihat maupun mendengar secara jelas, tapi tetap saja instingnya mengatakan jika dia terasa di kelilingi juga di tatapi buanyak sekali padang mata.
Setelah sampai di kamar mandi Eros langsung saja masuk ke dalam, tanpa memperdulikan beberapa orang-orang di sana, Eros menghampiri salah satu wastafel kosong, dengan gerakan cepat dia membuka tudung Hoodienya itu, menyalakan kran air dan menunduk untuk dapat membasuh wajah beberapa kali. Tanpa memperdulikan poni juga beberapa rambutnya yang ikut basah terkena air akibat cara membasuh Eros yang terlalu bar-bar.
Setelah merasa cukup Eros perlahan mengangkat kepalanya, tatapannya tertuju lurus ke arah cermin besar di depannya yang menampakkan sosok dirinya dengan wajah basah yang masih meneteskan beberapa bulir air ke bawah.
Entah apa yang Eros pikirkan, tapi pria itu ganti menyentuh d**a kirinya, lalu merematnya sejenak. Eros gelisah, dia merasa begitu tak tenang.
Apa yang harus Eros lakukan agar degup jantungnya bisa berhenti?
Apalagi orang-orang di luar sana. Bagaimana Eros menghadapi setiap harinya, walaupun dalam bibir dia sedari tadi berucap untuk tidak apa-apa dan akan mereka akan pergi dengan sendirinya, nyatanya Eros sama sekali tidak yakin, mungkin benar suatu saat akan terjadi tapi butuh berapa lama?
"Woii ..."
Teriakan keras dari belakang, rupanya sukses membuat Eros teralihkan dari fokusnya. Matanya yang masih menatap cermin depan langsung melirik sedikit ke samping untuk melihat siapa gerangan orang yang meneriaki nya.
Dan tepat saat mata Eros melihat, ternyata di belakang sana telah berdiri seseorang dengan wajah sok garang _menurut Eros_, bersama tiga orang lain di belakangnya.
Tanpa perlu di perintah lagi, Eros lebih dulu berinisiatif untuk memutar badan seratus delapan puluh derajat, yang sebelumnya satu tangannya sempat mematikan kran air di wastafel.
"Apa apa?" tanya Eros dengan nada sopan, meski ia tau jika orang orang di depan sana itu masih seangkatan dengannya, jika di lihat dari badge yang dia sematkan pada seragam.
Pria rambut cepak itu nampak melihat Eros, menelisik Eros dari ujung kaki hingga ujung rambut, Eros tentu tidak nyaman di perlakukan seperti itu. "s**l, jadi ini yang bikin heboh se sekolahan. Hm boleh juga. Asal jangan sok kecakepan aja."
Emang cakep boss ... Mungkin kalau ada Rio, pria itu akan meneriakkan kata tersebut keras-keras.
"Ada apa ya?" Eros tidak memperdulikan tatapan pria itu, dia memilih mengulang pertanyaannya.
"Enggak ada. Cuma mau liat mangsa Lili aja," pria itu tersenyum miring, seraya melipat kedua tangan di depan tubuh atas bagian depan.
"Bukan," ucap Eros pelan.
Yang mana pria itu sontak melebarkan mata dan menegakkan tubuhnya, dia nampak shock mendengar ucapan Eros. "Bukan apa maksud lo?"
Eros sedikit bingung, kenapa reaksinya terlalu berlebihan menurutnya, tapi setelah itu Eros malah makin memperjelas. "Gue bukan mangsa Lili."
"Lo mau ngibulin gue?" Pria itu melangkah sedikit ke depan untuk mendekat pada Eros yang diam saja di tempat.
Eros menggeleng, "Enggak. Lo salah sangka."
"Mata lo salah sangka. Jadi lo nolak Lili." Wajah pria itu tiba-tiba berubah merah, dengan kedua tangan yang terkepal erat di samping badan. Eros masih tidak mengerti mengapa dia marah.
Meski begitu Eros tetap diam. Lagi pun apanya yang menolak? Lili bahkan tidak melakukan apa-apa kepadanya? Bukan kah di sini Eros hanya berkata jujur.
"Wah s**l, berani-beraninya lo nolak Lili. Jangan kira karena lo punya wajah oke, sampe punya nyali sombong selangit." Pria itu makin berjalan mendekati Eros.
Tunggu,
Sepertinya ada kesalahan pahaman di sini. Dan kesalahan pahaman ini akan menjadi besar saja kalau tidak di selesaikan.
"Mungkin benar gue nggak rela Lili gonta ganti pacar, tapi gue lebih nggak rela Lili lo tolak, secara nggak langsung lo ngehina Lili."
Eros menggeleng cepat. Ia harus menjelaskan. "Gue enggak ___"
"Diem, nggak perlu bacot lagi! ... Emang kayaknya lo perlu di kasih secuil hadiah dari gue deh." Pria itu tersenyum miring begitu lebar di akhir kalimat. Dan Eros jelas tau apa maksud dari ucapan tersirat dan senyum miring yang di tunjukkan.
"Gue ___"
Tanpa menunggu Eros bersuara lagi untuk menjelaskan. Pria itu sudah melangkah maju cepat, dan melayangkan satu bogem mentah tepat di sudut bibir Eros, hingga membuat tempat itu mengalir darah segar.
Buggg ...
Tak lupa Eros juga sampai tersungkur ke lantai.
"s**t! Buat lo yang udah nolak Lili!" Maki pria itu dengan penekanan di setiap katanya.
Pria itu sudah menganggap kepalan tangannya tinggi-tinggi bersiap mengulang sesi memukul pria itu. "Dan ini satu lagi ___"
Tapi belum sempat pria itu meneruskan ucapannya. Seseorang yang baru saja tiba dan masuk ke area kamar mandi, sontak menghentikan pria itu.
"Woii Anjink ... Berani lo pukulin temen gue!"
Ternyata dia yang berteriak adalah Rio. Tidak sendiri, di belakang Rio rupanya juga ada sosok Aden.
Dalam keadaan yang masih terduduk di lantai, Eros malah mengerutkan dahi, apa mungkin dua kunyuk itu sengaja menyusulnya.
Pria rambut cepak itu membalik badan setelah menurunkan kepalan tangannya yang tadi sempat melayang di udara. Pria itu tersenyum miring ke arah Rio dan Aden bergantian. "Berani, emang lo siapa jink!"
Aden sontak membuka mulutnya sambil mendengkus pelan. Jiwa bar-bar nya merasa tertantang, "Wo ... wo ... wo ..., sok jagoan jadi-jadian mau ngelawan gue, serius?" Aden bukannya memancing, tapi dia siap-siap saja kalau harus adu jotos dengan si rambut cepat beserta antek-anteknya. Kalem-kalem gini, Aden pernah ikut seni bela diri loh, meski belum level tinggi sih.
"Nggak usah banyak bacot sini lo maju!" satu antek-antek pria rambut cepak berteriak dengan membusungkan badan menantang.
Tapi belum sempat keduanya saling maju, Eros yang sudah berdiri langsung saja bergerak melerai. "Di luar banyak orang, kalo sampe kalian berantem, pasti kita bakal di angkut ke bk."
Benar juga ...
Ucapan Eros bukan hanya tipuan, tapi mereka-mereka ini pasti juga akan berfikir demikian. Dan apa yang di katakan Eros akan menjadi kenyataan jika terus di mulai.
Semua orang terdiam, tapi masih saling menatap penuh kebencian satu sama lain.
"Tapi dia udah pukul lo lhoh Ros," sahut Rio merasa masih tidak terima. Apalagi saat melihat darah segar yang keluar dari sudut bibir Eros itu.
Eros menggeleng pelan, Lalu bergerak maju melangkah menghampiri Rio juga Aden di sana. "Biarin aja,"
Mungkin karena memikirkan konsekuensi yang akan di terima, tim pria rambut cepak itu saling berbisik untuk berdiskusi, dan akhirnya dia berjalan menuju pintu keluar kamar mandi. "Cih, awas aja kalian."
Tiga orang itu plus satu lagi pria rambut cepak menatap Eros sinis. Tapi yang merasa tidak terima malah Rio.
"Huuuu, dasar sampah masyarakat jadi-jadian!" teriak Rio dengan gerakan kaki menendang udara kosong.
"Udah Yo." Eros mencoba menenangkan kedua orang ini.
"Lo beneran nggak papa Ros?" Aden sudah tidak memperdulikan kumpulan orang jadi-jadian tadi, dia malah khawatir terhadap Eros.
"Heem ...," Eros menyeka sudut bibirnya yang berdarah menggunakan ibu jarinya. "Santai aja. Yok balik." Sesantai itu emang Eros.
Padahal Rio dan Aden yang melihatnya malah meringis, membayangkan rasa sakitnya.
"Itu nggak sakit? ..., Ish, darahnya aja masih keluar." Rio bergidik. Padahal sudah di seka, tapi darah di sudut bibir masih keluar.
Eros menggeleng pelan, berharap kedua kunyuk ini tidak mengasihaninya. "Nggak kok ..., Bentar ..." Eros bergerak mengambil tisu yang tersedia di samping wastafel, lalu menekan lukanya agar perdarahan di sana cepat berhenti.
"Yok balik," ucap Eros lagi sambil menepuk bahu Rio dan Aden bergantian.
"Ck, untung aja gue tadi nekat nyusul elo. Kalo enggak, udah jadi apa lo sekarang Ros-Ros." Rio merasa bersyukur juga bangga terhadap dirinya sendiri. Kala ia tadi tidak memaksa Aden untuk menyusul Eros, sudah alamat tepar Eros itu.
Bukannya menanggapi Rio, Eros justru bertanya tentang rasa penasarannya yang menggebu sedari tadi. "Dia siapa? Kayaknya lo kenal."
Aden menoleh penuh semangat juga kegeraman yang membara. "Yang sok ganteng, sok kuat, si sok sok an yang pukul lo itu namanya Andi, dia kayak ketuanya gitu Ros ..."
"Satu tahun yang lalu dia mantannya Lili, awalnya sih cuma bocah cupu dan prik tapi setelah putus dia jadi kayak gitu, nakal urakan dan sok sok an. Dia juga belom move on dari Lili, masih jadi tim setia meng-suport Lili," lanjut Aden masih menggebu-gebu.
Eros mengangguk mengerti. Jadi itu masalahnya.
Tunggu ... Eros, Rio, dan Aden yang mulai berjalan tiba-tiba terhenti setelah Rio menghadang jalan dengan merentangkan kedua tangan. "Tapi, kenapa dia pukul lo? Soalnya dia nggak pernah berani pukul kalo itu berhubungan sama Lili."
Memang benar apa yang di katakan Rio, Andi tidak pernah sekalipun berani memukuli mangsa Lili, bahkan mengganggu saja tidak.
"Wah, jangan-jangan lo bilang nggak suka Lili ke dia," Entah mendapat pemikiran dari mana Rio malah langsung menyimpulkan begitu saja.
Dahi Eros berkerut, "Em, bukan gitu ..." Eros tidak bermaksud berkata seperti itu, tapi dia bingung menjelaskan kalau sudah terjadi salah faham tadi.
Karena Eros tak kunjung melanjutkan pembelaan atas tuduhan Rio, Aden sontak saja menyahut. "Gilak, nggak heran sih dia marah. Sebenarnya jajaran mantan Lili itu kebanyakan masih ngedukung Lili Ros. Kayak jadi garda depan buat Lili. Belom lagi para fanboy-nya yang fanatik, beuh itu, mereka juga pasti bakal hajar habis-habisan orang yang berani nyakitin atau ngerendahin Lili, cuma buat laki-laki doang deng."
Ah, Eros makin faham sekarang. Tidak menyangka jika fans fanatik Lili bisa seperti itu. Sangat bruntal.
"Kalo nggak suka jangan berurusan sama Lili Ros, takutnya mereka bakal habisin elo," saran Aden dan langsung di tanggapi anggukan oleh Eros.
"Iya." Setelah semua ini Eros juga faham, kalau dia tidak akan berani macam-macam. Bukan perkara takut di jadikan bulan bulanan fans fanatik Lili, tapi juga karena Eros masih ingin menggunakan sedikit hari tenangnya itu tanpa masalah tambahan.
"Ayo balik ke kelas." ajak Eros, dan ke dua kunyuk ini menyetujui.
Huft ...
Eros menghela nafas panjang, bersiap melangkah keluar dari kamar mandi dan menyambut para gadis-gadis yang rupanya masih di posisi masing-masing menunggu ke datangan Eros.
Dan benar saja, suara berisik ternyata begitu menjadi, Eros tidak tau kalau seberisik ini saat melangkah ke toilet tadi. Dan sekarang orang-orang malah banyak membahas masalah sudut bibir Eros yang terluka, sampai menyangkut pautkan semuanya dengan Lili dan Andi serta antek-anteknya tadi.
Di sisi lain Eros yang merasa tertekan, Rio malah dengan santainya ikut kecipratan popularitas Eros dan malah tebar pesona ke kanan kiri, tak lupa ikut berpose ala-ala saat orang-orang berniat menjepret Eros. Tak jarang gadis-gadis itu juga memaki kesal kelakuan setan Rio yang sengaja menutupi Eros, sehingga yang terkena jepretan hanya wajah buluk Rio.
Eros membiarkan saja Rio bersikap semaunya, yang membuat Eros masih tidak menyangka itu, ternyata memiliki tambahan teman seperti Rio dan Aden tidak ada salahnya. Dan setidaknya Eros merasa sedikit tenang di balik kegelisahan yang masih mendera.