Chapter 4 - Gadis itu

1444 Kata
Aeros adalah anak yang pendiam, mungkin siswa siswi lain yang sedikit melihat sosok Eros akan menganggap jika Eros adalah orang yang freak dan aneh. Walaupun teman sekelas Eros tidak menganggap demikian. Beberapa wanita malah cukup terkagum dengan Eros, okay mungkin memang beberapa menganggap aneh sebab Eros berbeda, tapi tetap saja Eros sering kali nampak menakjubkan, apalagi ketika Eros menunjukkan sisi pintarnya. Selain itu Eros juga sebetulnya adalah pria yang tampan, namun ketampanan harus tertutupi dengan penampilan yang cenderung tidak stylish. Rambutnya di potong khas kewajiban anak sekolah, dan Eros juga sangat rapi, baju di masukkan, hingga di lain keadaan Eros sedikit dilihat cupu. Tapi kalau kata teman wanita sekelasnya, Eros tetaplah good boy materials, malah cenderung cool, itu kata mereka loh bukan Eros. Selain masalah penampilan, selera Eros itu sangat jadul, mulai dari musik dan ponsel. Juga, dia adalah salah satu orang dari sedikitnya murid SMA Andara yang menaiki bus umum. Oleh karena itu, mungkin orang-orang yang tau Eros akan mengganggap orang yang tidak mampu dan hanya mengandalkan beasiswa saja. Tapi faktanya tidak begitu sama sekali, mampu atau tidak mampunya seseorang itu tidak dapat di ukur dari penampilan maupun sisi luar, karena kenyataannya Eros melakukan semua sebab pilihan. Pilihannya untuk menjadi seorang Eros yang sekarang. Padahal Eros itu bertempat tinggal di salah satu rumah minimalis yang berada di kawasan komplek elit. Dan semua orang termasuk Beni sekalipun, sama sekali tidak tau kalau Eros tinggal di sana. Eros tidak pernah peduli dengan persepsi orang maupun penilaian orang terhadapnya. Dan Eros juga tidak perlu memberitahu orang-orang tentang dirinya, sekalipun itu Beni. Rumah yang saat ini Eros tempati adalah milik peninggalan dari sang ibu. Ibu Eros telah meninggal dunia, sedangkan ayah Eros telah menikah lagi. Tidak. Bukan seperti itu alurnya, Ayah dan ibu Eros telah bercerai sebelum ibunya meninggal dunia. Jadi bisa di bilang Eros tinggal sendiri di rumah tersebut, tanpa ada orang lain seperti pembantu ataupun tukang tukang lainnya. Eros bisa menjalani hidupnya mandiri. Eros melangkahkan kakinya menuju rumah berpagar hitam itu. Ia berjalan kaki dari halte depan pintu gerbang komplek sampai akhirnya tiba di sana. Dan semua itu Eros lakukan setiap harinya. Saat pertama menginjakkan kaki di dalam rumah, Eros masih saja merasakan hal seperti biasanya, yakni sunyi dan tenang. Rumah minimalis yang di design elegan nan begitu bersih memang membuat siapa saja akan langsung merasa nyaman hanya dengan sekali tatap saja. Eros melanjutkan perjalanan menuju kamar, kamar bercat putih salju tersebut membuat nuansa kamar menjadi terlihat makin bersih, di tambah interior kamar yang sangat bagus, ada meja belajar, rak buku, dan sebuah lemari kaca yang berisi miniatur-miniatur. Di sisi lain juga terdapat sofa yang menghadap langsung menuju pintu kaca terhubung balkon. Seperti kebiasaan baik sebelumnya, setelah sampai di kamar, Eros tidak langsung tidur-tidur an di kasur, tapi dia segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya cukup lengket, alhasil butuh waktu sekitar lima belas menit bagi Eros menyelesaikan sesi membersihkan tubuh dari debu-debu jalan. Dalam keadaan tubuh yang bersih juga segar habis selesai mandi, Eros berjalan menuju meja, di mana dia menyimpan sebuah hair dryer, rambutnya masih basah setelah keramas jadi dia berniat mengeringkannya. Tapi begitu dia mengambil hair dryer, ponselnya yang ia taruh di nakas mulai bergetar tiada henti menandakan adanya seseorang yang menghubungi. Dengan langkah berat, mau tak mau Eros pun harus segera menghampiri ponsel tersebut demi mengangkatnya. Ketika sudah dekat, Eros dapat melihat dengan jelas _di layar ponsel yang masih bergetar_, tentang siapa gerangan orang yang telah menghubunginya. Malas, Sangat malas, tapi Eros tidak mungkin mengabaikannya. Jadi dia tetap harus mengangkat sambungan telefon itu demi menghargai orang itu. Eros menggeser tombol hijau yang terdapat di layar ponselnya. "Hallo," sapa Eros segera sebagai bentuk menghormati. "Hallo, Eros, uang bulanan kamu udah di transfer," ucap seseorang dari seberang sambungan telefon sana, bahkan dia juga langsung to the point dalam berucap. "Iya," Eros pun juga hanya membalas seadanya. "Pakai aja sesuka hati, jangan terlalu hemat. Tenang saja, kalau nanti habis, kamu bisa langsung menghubungi ku." Eros menghela nafas sejenak, belum menjawabnya lagi. "Iya." "Ya sudah, kalau begitu ku tutup dulu ya." "Hm," Setelah itu sambungan pun benar-benar berakhir, dengan seseorang di seberang sana yang menutupnya lebih dahulu. Hanya saja ketika Eros hendak meletakkan ponselnya lagi, ia malah salah fokus melihat notif percakapan grupnya yang ramai membahas seseorang, yang namanya sudah tidak asing lagi di mata Eros. Lili? Yups, semua penghuni grup, minus Eros sedang asyik bergosip membahas Lili, sepertinya. Karena merasa _cukup_ penasaran Eros segera berlanjut membuka grup dengan nama CGV, Cowok2 Ganteng Vanget. Aneh memang, entah siapa yang menggantinya menjadi seperti itu, tapi Eros juga tidak terlalu peduli kan. Eros mulai membaca part di mana bagian yang _sedikit_ membuatnya penasaran itu, jadi dia tidak membaca percakapan aneh mereka dari atas. _____ Rio: 'Woy, woy, si Lili udah gandeng yang baru aja.' _____ Ah iya, for your information, Eros juga sudah menyimpan nomor Rio dan Aden. Agar lebih mudah membaca chating pesan tersebut. _____ Aden: 'Eh, serius Lo?' Rio: 'Haah, sepuluh rius.' Rio: 'Ck, gagal lagi nih gue di jadiin pacar, hiks.' Beni: 'Hilih, ngarep.' Rio: 'Kenapa sih lu sirik terus ama gue? Padahal gue cocok kan jadi pacar si Lili, kata abah gue mah gue ganteng, bodynya bagus, ngaca dulu kali ye.. Ya kan Ros, kegantengan gue tidak di ragukan semesta.' Sudut bibir Eros bergetar, Rio pria absurd ini benar-benar super pd ya. Eros memang sebelumnya jarang bercakap-cakap dengan Rio dan Aden yang notabene duduk di belakangnya. Jadi Eros tidak terlalu mengerti. Tapi setelah siang tadi mereka sedikit bersuara rupanya itu cukup menyenangkan. Meski ia juga sempat merasa terganggu dengan keramaian mereka. Jemari Eros bergerak untuk mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan itu cepat. Anda: 'Gak.' Beni: 'Nah kan udah di bilang enggak juga.' Rio: 'Dih, si Eros mah, baru giliran kayak gini lo baru muncul. Nyenengin gue dikit bisa kali.' Pasti Rio tidak menyangka Eros akan membalas, padahal sebelumnya dia sama sekali tidak tertarik dengan percakapan grup. Eros mendengus pelan membacanya, ia kembali membalas. Anda: 'Gak,' Rio: 'Ih, t*i, Eros gak asik.' Beberapa saat kemudian percakapan berhenti, Eros pun berniat keluar dari aplikasi, hanya saja ia mengurungkan saat ada pesan masuk kembali yang di kirimkan oleh Aden. Aden: 'Tapi Yo, emang lo liat dari mana Lili udah punya yang baru?' Okay, Eros sudah memutuskan, hanya akan mengikuti percakapan mereka setelah Rio menjawabnya. Ia menunggu Rio mengetikkan pesan. Rio: 'Tadi pas gue mau beli batagor bang mamat, 'Yang di pinggir jalan mawar merah itu loh,' 'Yang murah meriah seabrek itu.' Eros mengerutkan dahi, ia tidak tahan. Dan sepertinya Aden pun memiliki perasaan sepertinya, karena dia langsung membalas. Aden: 'Si t*i, dahlah, pergi-pergi lo, nggak niat cerita ya udah.' Rio: 'Hehe sorry, nih serius.' 'Jadi gue liat Lili di bonceng cowo pake motor gede warnanya merah. Mana Lili mepet banget ama tu cowok, ih jadi pengen.' Tunggu ... Motor merah ya? Tanpa sadar Eros menjadi teringat kepada kejadian pulang sekolah tadi, di mana ada motor berkenalpot keras dengan seorang gadis yang di boncengnya. Apa mungkin ..., gadis itu adalah Lili? Orang yang sama yang menyuruhnya untuk menjaga ponsel boba. Tapi sebenarnya ini cukup aneh, untuk apa Eros peduli hal-hal seperti ini? Benar-benar aneh, bukan Eros sekali. Eros menggelengkan kepalanya sejenak, lalu mulai membaca percakapan grup CGV itu lagi. Aden: 'Spek Lili ya nggak di raguin lagi kalo punya banyak cadangan Yo Yo.' Rio: 'Tapi, gue pengen banget deh kayak gitu, jadi cadangan pun ikhlas. Pengen uwu-uwu ama Lili,' Kadang Eros sedikit, hanya sedikit, mohon di catat betul-betul, kalau sebenarnya dia sedikit penasaran bagaimana rupa seorang Lili, sampai-sampai pria-pria bisa bertekuk lutut seperti Rio ini salah satunya. Tapi meski memiliki banyak kesempatan melihat, Eros memilih tidak mengambilnya _seperti saat pagi tadi ketika Lili lewat di depan kelas, ataupun saat sepulang sekolah lili yang berbicara kepadanya dari lantai dua_, Eros cenderung mengabaikan, lagi pun bukannya malah membuang-buang waktu jika hanya mengurusi rasa kepo-nya itu. Aden: 'Dih,' Beni: 'Dih' Anda: 'Dih,' Setelah mengetikkan kata tersebut mengikuti dua orang teman sebelumnya, Eros memutuskan untuk benar-benar keluar dari aplikasi. Ah tidak langsung keluar, tapi ia sempat membaca sedikit balasan Rio yang kesal, entah kesal atau di buat-buat kesal. Rio: 'Ros, giliran bully gue muncul lo, k*****t ya lo. Dan lah, pen beli trek.' Eros tidak pernah menyangka akan sedikit terhibur dengan percakapan absurd orang-orang ini. Hidupnya yang datar datar saja, menjadi lumayan sedikit tertoreh warna, meski itu benar-benar hanya sedikit. Sepertinya memang tidak apa-apa memiliki tambahan teman, walaupun tetap teman-teman ini bukan teman dekat. Tapi sungguh ... Setelah membaca percakapan itu, rasa penasaran Eros terhadap Lili bisa di bilang sedikit bertambah. Walaupun hanya sedikit sih. Gadis itu sungguh luar biasa. Walaupun tabiatnya seperti itu, dia cukup mengagumkan. Mengagumkan sampai-sampai terlihat para laki-laki adalah b***k gadis itu. Ah ... sudahlah
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN