Menunggu Elena Pulang

1301 Kata
Di dalam sebuah toko aksesoris. Elena menyentuh satu jepitan rambut yang cukup lucu dan juga cantik. Berbentuk pita dan terbuat dari beberapa mutiara berwarna putih, yang direkatkan satu sama lainnya, hingga membentuk pola pita tersebut. "Itu bagus. Ambillah beberapa barang yang kamu sukai. Nanti, biar aku yang bayar," ucap pria, yang saat ini berdiri di samping Elena sendiri. "Eum, aku ditraktir lagi??" tanya Elena seraya menoleh dan menatap pria yang ada di sampingnya itu. "Iya. Makanya, ambillah beberapa. Mumpung aku sedang ada uang juga. Jadi, bisa traktir kamu lagi." "Em, aku ingin yang ini juga sih," ucap Elena sembari mengambil jepit rambut lain, dengan bentuk yang berbeda dan yang kali ini adalah bentuk bunga. "Bagus. Ayo ambil yang lainnya lagi," perintah Gabriel. "Eum, sudah ah. Ini juga sudah banyak," tolak Elena secara halus. "Banyak darimana? Hanya ada dua saja. Masih kurang banyak. Ambillah lima atau lebih tidak apa-apa." "Tapi itu terlalu banyak," timpal Elena. "Ya tidaklah. Kamu bisa menggunakannya setiap hari. Maksudku, kamu bisa ganti jepit rambut setiap harinya. Jadi tidak yang itu-itu saja, yang kamu pakai nantinya. Bagaimana??" "Ya boleh sih. Tapi tetap kebanyakan menurutku. Aku ambil tiga saja deh," ucap Elena yang kembali melihat-lihat lagi dan mengambil salah satunya saja. "Yakin, hanya segitu saja??" tanya Gabriel. "Iya. Tiga juga cukup kok. Bagus-bagus juga. Terima kasih ya??" tutur Elena sembari tersenyum. "Ya sudah. Ayo, kita ke kasir sekarang," ucap Gabriel seraya menunggu Elena berjalan duluan dan setelahnya, ia pun ikut berjalan juga serta berhenti , ketika melihat sesuatu yang cukup bagus dan sepertinya pas untuk Elena. "Ambil ini mau??" tanya Gabriel sembari menunjukkan sebuah headband bermotif bunga dan berwarna merah muda. "Coba lihat," ucap Elena sembari menjulurkan tangannya. Gabriel memberikan benda, yang ia pilihkan untuk Elena itu dan kini, Elena nampak memperhatikan benda di tangannya itu dengan seksama. "Bagus," ucap Elena. "Ya sudah. Kita ambil satu yang itu. Bagaimana?" "Eum, iya. Boleh." "Ya sudah. Ayo bawa ke kasir," ajak Gabriel dan Elena kembali meneruskan langkah kakinya lagi, ke kasir dan meletakkan semua benda yang ia bawa di atas meja kasir. Si penjaga kasir, nampak menghitung belanja dan Gabriel lah yang membayar, dengan menggunakan aplikasi yang ada di ponselnya. "Sudah," ucap Elena yang telah mendapatkan benda , yang tadi dibayarkan oleh Gabriel. "Ya sudah ayo. Setelah ini, kita mau pergi kemana lagi??" tanya Gabriel yang kini sudah berdiri di luar toko aksesoris. "Pulang. Ini sudah sore. Nanti malah keburu gelap," jawab Elena. "Iya ya. Tidak enak dengan temannya ayah kamu itu ya?" ucap Gabriel dan Elena terlihat manggut-manggut saja. "Ya sudah. Kalau begitu, aku antar kamu ya??" "Tidak usah. Aku pulang sendiri. Tadi berangkat sendiri. Pulang juga harus sendiri," ujar Elena. "Kenapa memangnya??" tanya Gabriel. "Tidak apa-apa sih. Tapi tidak enak juga. Kamu ini kan laki-laki," timpal Elena. "Oh, kamu tidak enak dengan orang rumah ya??" terka Gabriel. "Iya. Ya begitulah." "Ya sudah tidak apa-apa. Kita pulang bersama sampai di depan Mall saja kalau begitu. Ayo," ajak Gabriel. "Iya. Ayo," sahut Elena, yang kini berjalan bersama dengan Gabriel lagi dan kemudian berpisah, di depan Mall ini. "Aku duluan ya?" ucap Elena yang sudah ditunggu oleh supir, yang diminta untuk mengantar jemput Elena. Tadi sudah diantarkan, sekalian supir pergi menjemput majikannya di kantor dan sekarang datang menjemput lagi, ketika sudah mengantarkan majikannya pulang. "Iya. Hati-hati," ucap Gabriel sembari melambaikan tangannya. Elena sudah masuk ke dalam mobil dan ia tinggalkan Gabriel di sana, yang masih diam mematung sembari menatap mobil yang lama kelamaan, hilang juga dari pandangan matanya. Elena mencoba Headband yang tadi Gabriel belikan dan juga pilihkan juga untuknya. Kemudian, ia melihat dirinya sendiri, melalui kaca yang berada di atas kepala supir dan tersenyum, karena rupanya, ia cukup manis juga saat memakai benda yang satu ini. Apa lagi, warnanya senada dengan dress yang ia pakai juga ternyata. Bisa saja, Gabriel memilihkannya. Tidak Elena lepaskan lagi dan ia biarkan saja benda tersebut, menghiasi rambutnya yang panjang dan sedikit bergelombang di bagian ujungnya. Sementara itu, pria yang sudah pergi mandi, setelah bosan hanya merebahkan tubuhnya saja di atas ranjangnya itu, kini terlihat keluar dari dalam kamarnya. Tidak ada niatan untuk mencari lagi. Karena wanita yang dicarinya juga, rupanya tidak berada di rumah. Dia sedang pergi. Entah perginya dengan siapa, karena sang ayah, yang malah berada di ruang tamu dan sedang membaca koran seorang diri di sana. Itu artinya, Elena memang tidak pergi bersama dengan ayahnya dan pergi bersama dengan seseorang, yang katanya adalah 'teman'. Edgar duduk di atas sofa, yang letaknya bersebelahan dengan sofa, yang kini tengah Rowan duduki. Rowan kedapatan melirik, dari balik koran yang ia baca dan melihat wajah kusut anaknya. "Kamu kenapa??" tanya Rowan sembari mengalihkan pandangannya lagi, ke arah koran yang tengah ia pegang ini. "Bosan. Tidak mengerjakan apa-apa," jawab Edgar dengan kepala yang menengadah ke atas dan menatap lampu besar, yang berada di atas sana. "Tumben. Biasanya, kamu sudah sibuk dengan mobil barumu itu. Mengeceknya terus menerus, karena khawatir ada yang lecet. Apakah sekarang, sudah ada mobil lain, yang sedang kamu tunggu kepulangannya??" sindir Rowan sambil tersenyum. Edgar mengernyit keheranan dan menatap sang ayah. "Mobil yang mana??" tanya Edgar, yang bukan tidak tahu sama sekali, maksud dari ucapan ayahnya ini. Hanya ia, sedang berpura-pura bodoh saja. "Hahh... Ya menurut kamu, mobil yang mana lagi?? Kamu baru juga memilikinya beberapa hari dan sudah lupa saja," cibir Rowan, kepada pria yang wajahnya masam itu. "Dia pergi bersama siapa sih, Dad???" tanya Edgar mendadak dan yang sedang ditanya, malah tertawa sambil menutup koran di tangannya. "Kok kamu tanya Daddy sih??? Kamu kan suaminya. Harusnya, kamu yang lebih tahu, dia perginya kemana. Atau malahan, kamu pergi menjemput dia. Ya begitu sih seharusnya." "Ck! Edgar serius, Dad!" cetus Edgar gemas. "Ya Daddy juga serius. Kamu tanyalah sendiri. Kamu tanya dia, sedang berada dimana sekarang. Mau dijemput tidak? Atau katakan saja, aku pergi jemput kamu sekarang juga, coba sharelok. Mudah kan??" tutur Rowan. "Ah! Untuk apa juga," timpal Edgar sembari menepuk-nepuk bantal sofa. "Untuk apa juga, tapi kamu malah gelisah menunggunya pulang ke rumah." "Siapa yang gelisah???" ucap Edgar tak terima. "Ya kamulah. Kamu di sini, pasti karena sedang menunggu Elena pulang. Karena kalau tidak, kamu pasti sudah berada di garasi , bersama mobil kesayanganmu itu!" cetus Rowan. "Ck! Daddy sok tahu! Sudahlah! Lebih baik, Edgar melihat mobil Edgar dulu!" serunya yang kini bangun dari sofa dan pergi dari sisi ayahnya. Baru juga beberapa langkah dari sofa, Edgar pun mendengar sang ayah, yang tengah berbicara dengan seseorang, yang baru masuk ke dalam rumah mereka. "Kamu sudah pulang??" tanya Rowan sengaja dengan suara yang lebih keras, agar pria yang baru undur diri tadi mendengar ucapannya. "Iya, Om. Baru pulang," jawab Elena sembari menyalami sang ayah mertua, dengan mengecup punggung tangannya. "Bagaimana?? Apakah hari ini menyenangkan??" tanya Rowan. "Sangat! Sangat sangat menyenangkan, Om!" seru Elena dengan sangat antusias sekali. "Itu hiasan kepala kamu cantik juga." "Oh iya , tadi dibelikan temannya Elena juga. Bagus ya, Om? Pas dengan motif bajunya," ucap Elena sembari menyentuh dress-nya dan secara diam-diam sedang diperhatikan juga, oleh pria yang tidak jadi pergi dan malah mengintip dari balik dinding saja. "Iya bagus. Pas sekali." "Eum, Elena naik dulu ya, Om. Mau mandi dulu. Sudah mau gelap sekarang," ujarnya. "Oh iya iya. Ya sudah. Naik dan mandilah dulu," ucap Rowan. Elena pergi menuju serta menaiki tangga. Sementara yang berada di belakang, langsung keluar dari persembunyiannya. "Mobilnya mulus. Tidak ada yang lecet," ucap Edgar, ketika berjalan melewati sang ayah dan mata yang tertuju, pada tangga, tempat menghilangnya wanita yang baru datang tadi. "Oh ya?? Sudah kamu pastikan semuanya???" tanya Rowan kepada pria, yang masih saja terus berjalan ke arah tangga. "Sudah!" seru Edgar, yang kini setengah berlari untuk menaiki tangga , yang akhirnya ia capai juga. Rowan tertegun , dengan kedua alisnya yang terangkat ke atas dan kemudian, ia pun menghela napas sembari dengan geleng-geleng kepala. "Hahh... Dasar anak muda. Ada-ada saja kelakuannya," gumam Rowan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN