"Jikalau terjadi sesuatu kepadaku. Tolong titip anakku ya?? Tolong jaga dia dan sayangi dia, seperti kamu menyayangi putrimu sendiri."
Ucapan yang terus-menerus menggema di dalam kepala Rowan Atkinson Benedict, seorang pria paruh baya, yang usianya sudah lebih dari setengah abad, ketika ia yang baru selesai mengantarkan sahabatnya saat kuliah dulu, ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Kedua tangannya mengepal setir dan kedua bola matanya ini, nampak melirik ke arah seorang wanita muda, yang kini mendadak jadi tanggung jawabnya sekarang dan tengah duduk di sebelahnya dengan tatapan mata yang kosong. Nampaknya, gadis itu masih terpukul sekali, saat harus kehilangan sisa keluarga satu-satunya yang ia miliki dan kini ia juga hanya bisa pasrah saja, ketika dibawa oleh pria yang adalah sahabat dari mendiang ayahnya ini.
"Kamu tenang saja. Om yang akan menjadi wali kamu sekarang. Om yang akan menanggung segala biaya hidup kamu," ucap Rowan , kepada wanita yang usianya masih sangat muda itu. Dia, baru selesai mengenyam bangku pendidikan di Sekolah Menengah Atasnya dan diusia yang masih belasan tahun ini, harus kehilangan keluarga tanpa ada lagi sisa. Jadi terpaksa, ia harus menggantungkan hidupnya kepada pria yang ada di sisinya sekarang. Karena semua harta benda pun telah habis, untuk membayar biaya pengobatan ayahnya selama ini dan berjumlah fantastis, karena tidak hanya dalam hitungan bulan saja, ayahnya itu bolak balik rumah sakit. Tabungan habis dan untungnya saja, ia masih sempat menamatkan pendidikannya, biarpun hanya sampai SMA saja dan sisanya, ia pakai untuk mengurusi ayahnya semasa sakit.
"Iya. Terima kasih, Om," jawab Elena Carson, nama dari wanita muda tersebut.
Mobil yang kemudikan sendiri, kini telah menepi di halaman depan kediamannya. Ia bukankan pintu mobil bagi wanita, yang segera ia rangkul bahunya dan bawa masuk ke dalam.
Baru tiba di ruang tamu, sosok pria yang sudah menunggu-nunggu kepulangan pria, yang entah darimana perginya, sebab tidak ada kabar selama beberapa hari dan bahkan nomornya pun tidak aktif.
Namun, yang membuat kerutan pada dahinya muncul dengan sangat banyak ialah, sosok wanita yang sang ayah bawa bersamanya.
Sosok pria tersebut adalah Edgar Allan Benedict, putra dari Rowan Atkinson Benedict itu sendiri, yang segera bangkit dari sofa dan menghadang jalan ayahnya.
"Dad! Daddy darimana saja???" tanya Edgar sembari memberikan lirikan tajam, kepada wanita yang segera menunduk kepalanya. "Dan siapa wanita ini??" imbuhnya lagi sembari menunjuk kepada Elena.
"Tolong kamu minggir dulu. Dad, akan membawanya ke kamar!" cetus Rowan.
"Jelaskan dulu kepada Edgar, Dad!" seru pria yang begitu protektif terhadap keluarganya, termasuk ibunya yang sudah sakit beberapa hari ini, yang terpikirkan akan sang suami, yang pergi tanpa memberikan kabar. Terlebih, mereka habis bertengkar sebelumnya.
"Minggir lah!!" seru Rowan yang memang memiliki watak yang keras, yang ia turunkan juga kepada putra sulungnya ini juga.
Edgar tak mau dengar dan pria yang sudah sangat lelah, mengurusi segala hal tentang sahabatnya itu selama beberapa hari ini, malah menyingkirkan tubuh putranya tersebut dan merangkul bahu Elena kembali, lalu membawanya ke lantai atas.
'Tidak pulang dalam beberapa hari dan meninggalkan istri yang sedang sakit, lalu pulang-pulang membawa wanita asing ke sini??? Apa dia wanita hasil hubungan gelapnya?? Atau jangan-jangan... Justru wanita itu yang membuat pria tua ini tidak pulang-pulang juga ke rumah??'
Pikiran buruk yang berkecamuk, di dalam kepala Edgar sekarang, hingga ia bergegas menyusul pria tersebut ke lantai atas dan menemukan hal yang lebih mencengangkan lagi. Yaitu, saat sang ayah, yang tengah memeluk dan juga mengusap punggung wanita yang dibawanya tadi dari bawah.
"Sudah kamu tenang saja ya? Masuk ke dalam dan bersihkan tubuh kamu. Nanti biar pelayan yang mengantar pakaian untuk kamu," ucap Rowan.
"Iya, Om. Terima kasih banyak," timpal Elena.
"Tidak usah berterimakasih. Memang sudah menjadi tanggung jawab saya juga, untuk menyokong kehidupan kamu sekarang. Ya sudah sana masuk," perintah Rowan tapi Elena malah mendekap kembali tubuh pria, yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri itu.
"Sekali lagi terimakasih banyak ya, Om," ucap Elena.
"Iya sama-sama. Ayo cepat mandi, tubuh kita sama-sama kotor setelah tadi," ucapan ambigu, yang Edgar dengar dan membuatnya salah paham. Padahal, keduanya hanya habis bersimpuh di tanah pusara mendiang ayah Elena saja. Namun, pikiran lain malah berputar-putar di dalam kepala Edgar sekarang.
"Iya, Om."
Elena segera pergi masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan untuknya. Sedangkan Rowan berbelok ke kamarnya sendiri dan segera dihampiri oleh pria, yang sejak tadi hanya diam saja sambil memperhatikan di ujung tangga sana.
"Dad!" panggil Edgar, sembari menarik bahu sang ayah dan segera sang ayah tepis, hingga memberikan putranya ini tatapan mata yang dingin juga.
"Ada apa huh???" tanya Rowan kepada pria yang langsung menuduhnya yang bukan-bukan.
"Apa dia peliharaan Daddy??" tanya Edgar tanpa menyaring ucapannya sama sekali.
"Apa sih!? Jangan bicara sembarangan!! Dia ini anak teman! Sudah, pergi sana dan urus pekerjaanmu! Jangan selalu mencampuri urusan, Dad!" cetus pria yang temperamennya sama dengan pria yang sedang mencecarnya ini.
"Oh ya?? Jangan berbohong, Dad!"
Rowan tidak mempedulikan pria tersebut dan memasuki kamarnya. Kemudian, ia pun melihat wanita yang sedang duduk di tepian ranjang sana dan segera menoleh, saat melihat kedatangan pria , yang adalah suaminya itu sendiri.
Rowan tidak berbicara apapun dan pergi mengambil pakaiannya dari dalam lemari dan beralih serta menuju ke arah kamar mandi.
"Kamu darimana saja?? Kenapa sulit sekali dihubungi??" tanya Emily, istri dari Rowan.
"Aku ada sedikit urusan di luar," jawab Rowan sembari membuka kancing kemejanya satu persatu.
"Urusan apa?? Apa dengan wanita jalang itu??" cecar Emily
"Ck! Sudahlah hentikan! Aku sedang malas berdebat! Lagi pula, aku hanya sekali saja menemuinya! Apa aku perlu menjelaskannya lagi kepadamu?? Aku hanya sedikit bosan. Hanya pergi jajan dan sekali pakai saja. Sudah! Yang terpenting kamu tetap istriku! Jangan berlebihan begitu!" seru Rowan.
"Ya istri mana yang rela, melihat suaminya berbagi kehangatan dengan wanita lain!" seru Emily yang kembali menabuh genderang perang.
"Astaga! Sudah berapa kali aku mengatakannya! Aku hanya sedang bosan dan coba-coba saja! Sudahlah! Ini juga yang membuatku malas pulang ke rumah! Selalu saja kamu meributkan masalah ini terus menerus!" seru Rowan muak.
Rowan segera melangkahkan kakinya dengan cepat dan membanting pintu kamar mandi, setelah masuk ke dalamnya.
Memusingkan sekali.
Apa wanita tidak pernah mengerti, bila ia hanya mencari kepuasan sesaat dan tetap ingat pulang serta menetap pada istrinya seorang saja??
Ketika makan malam berlangsung.
Edgar menatap wanita yang bisa-bisanya makan dengan sangat tenang di hadapannya ini. Ia tidak akan membiarkan, wanita ini merusak keutuhan keluarganya dan akan membuatnya tidak betah berada di sini.
"Berapa tarif mu??" tanya Edgar dengan sangat sembarangan, kepada wanita yang terlihat kebingungan sampai ia menoleh ke kanan dan kiri dari tubuhnya sendiri.
"Cari apa hm?? Aku sedang mengajakmu bicara! Berapa yang ayahku bayar, sampai kamu berani menginjakkan kakimu di rumah ini!!" seru Edgar dengan begitu lantangnya.
Rowan menganga. Tidak sopan sekali, putranya ini bicara kepada anak dari sahabatnya.
"Diam lah, Ed! Makan dan berhenti untuk bicara omong kosong!" hardik sang ayah.
"Omong kosong?? Tapi benar kan?? Dia ini, cuma wanita yang Dad bayar, untuk melakukan segala hal yang Dad ingin kan bukan???" ucap Edgar dengan seulas senyum yang nampak meremehkan.
Rowan naik pitam. Ia bangkit dari kursi dan segera memberikan sabetan tangannya, di pipi putranya yang berpendidikan tapi bicara seperti orang yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah.
"Diam dan makanlah!! Jangan pernah berkata-kata kurang ajar kepada Elena!" hardik Rowan.
Edgar menyentuh pipinya yang terasa panas dan kemudian pergi dari meja makan. Sementara Rowan tetap bisa makan dengan tenang, setelah memberikan teguran yang cukup keras kepada putranya sendiri.
Keesokan harinya.
Saat sarapan pagi pun, Edgar seperti tidak ada kapok- kapoknya , ia kembali mengolok-olok Elena, setidaknya, sampai wanita itu angkat kaki dari rumah ini.
"Apa tidak ada pria tua lain, yang bisa kamu goda selain ayahku??" ucap Edgar kepada wanita yang sedang mengerutkan dahinya itu. Dari semalam, ada saja kata-kata aneh yang dilontarkan oleh pria ini.
Elena nampak kebingungan sendiri. Sementara Rowan yang memperhatikan tingkah absurd putranya itu sendiri, kini terlihat menghela napas dengan panjang, lalu mencetuskan kata-kata, yang membuat Edgar sampai menganga.
"Ed, Menikahlah dengannya!" perintah yang Rowan kumandangkan, hingga kedua bola mata Edgar hampir saja keluar dari tempatnya.