You're a Bitchh!

1141 Kata
"Ayo cepat turun!" seru Edgar dan Elena masih juga diam, sebab masih merasakan kebingungan. Edgar sudah tidak sabaran. Ia menyambar lengan Elena dan menariknya dengan kencang, hingga wanita itu jatuh dengan bertumpu pada kedua lututnya sendiri. Elena menganga dan segera menatap pria, yang sedang berdiri di hadapannya itu. "Kenapa kamu kasar sekali??" tanya Elena, ditengah rasa bingungnya, akan perilaku dari suaminya itu. "You are a bitchh! Kamu pikir, aku senang dengan pernikahan ini??" ketus Edgar, yang segera naik keatas tempat tidur. Namun sebelumnya, ia terlihat mengibas tempat yang sempat Elena duduki dan segera menarik selimut, lalu memejamkan mata tanpa merasa bersalah sama sekali. Elena menjatuhkan bongkahan yang berada di belakang tubuhnya itu pada karpet. Ia terdiam, sembari menatap pria, yang sama sekali tidak menghiraukan dirinya itu. Oh ya ampun. Apakah ia telah salah dalam mengambil keputusan?? Apakah sedari awal, ia harusnya tidak menyetujui pernikahan ini?? Saliva ditelannya dengan begitu berat. Kemudian, ia tarik bantal yang sudah tergeletak dibawah dan merebahkan tubuhnya perlahan, lalu meletakkan kepalanya di atas bantal tersebut. Ini hanya mimpi kan?? Kenapa semuanya jadi begini?? Elena mendekap tubuhnya sendiri. Suhu ruangan begitu dingin dan ia hanya tidur dibawah sini saja, tanpa adanya selimut. Sementara laki-laki yang habis menikahinya ini, malah tidur dengan nyaman di atas kasur yang empuk, bersama dengan selimut yang tebal dan hangatnya juga. Elena pejamkan matanya dengan erat. Ia berharap, apa yang terjadi malam ini hanyalah mimpinya saja. Namun, ketika kedua matanya terbuka di keesokan harinya, mimpi buruk itu kembali menghampirinya lagi. Sebuah bantal melayang dengan kasar dan mengenai wajah Elena , yang masih memejamkan matanya di bawah sana. Elena membeliakkan mata dan menatap pria , yang tubuhnya sudah terbalut dengan handuk itu. "Bangunlah! Kenapa kamu tidur seperti orang mati!" ketus pria , yang baru kemarin menikahinya dan sekarang , malah berperilaku seenaknya begini. Elena bangun perlahan dan duduk, sembari mengatur irama detak jantungnya terlebih dulu. Kaget sekali, saat dibangunkan dengan cara seperti tadi. Ia juga telan salivanya itu dan menatap pria, yang sedang menatapnya tanpa berkedip ini. "Cepat mandi dan kita turun kebawah! Kita harus terlihat , seperti sepasang suami istri yang bahagia di depan orang tuaku!" Dahi Elena mengerut dengan sangat banyak, saat mendengarkan penuturan dari pria yang satu ini. Harus terlihat bahagia?? Jadi, ia diminta untuk berpura-pura, bila pria ini adalah laki-laki yang sangat baik, padahal perlakuannya malah sebaliknya dari itu. "Ayo cepatlah!! Apa lagi yang kamu tunggu huh!?" seru Edgar. Elena bangun dari bawah dan segera pergi dari sana. Edgar yang gemas, kepada wanita yang lambat sekali itu, kembali melemparkan bantal lagi dan mengenai belakang kepalanya. Langkah Elena terhenti sesaat. Ia hembuskan napasnya terlebih dahulu, lalu segera memasuki kamar mandi. Sementara Edgar segera berpakaian dengan rapi dan siap-siap, untuk memulai sandiwara di depan keluarganya sendiri. Sepasang pengantin baru itu , baru selesai melangkah di setiap anak tangga yang ada. Tapi sebelum langkah kaki mereka lakukan lagi, Edgar segera menoleh kepada wanita yang berada di sisinya itu dan berucap kepadanya terlebih dahulu. "Kontrol wajahmu itu! Jangan sampai terlihat murung di depan ayahku. Kalau bisa, tersenyumlah dengan lebar!!" bisik Edgar di dekat indra pendengaran Elena. "Iya. Baiklah," jawab Elena. Setibanya di ruang makan. Elena tersenyum dengan sangat aneh. Ia begitu kaku, dalam membuat lengkungan di bibirnya itu. Hingga Rowan malah menatapnya dengan tatapan heran, sambil melayangkan pertanyaan untuknya juga. "Ada apa Elena??" tanya Rowan dan otomatis Edgar segera menoleh kepada wanita yang duduk di sisinya ini. Dahi Edgar mengernyit keheranan. Saat melihat senyuman aneh, yang tengah Elena buat. Edgar menghela napas dan kemudian merangkul pundak Elena, hingga Elena menghentikan senyuman dan menatap kepada Edgar. "Tidak ada apa-apa, Dad," jawaban yang seharusnya keluar dari mulut Elena, tetapi malah anaknya itu yang menjawab. "Dad sedang bertanya kepada Elena, bukan kepada kamu!" cetus Rowan. Edgar menoleh kepada Elena lagi dan menatapnya dengan intens, bila memastikan mulut wanita ini tidak dipakai untuk menjelek-jelekkan dirinya. "Tidak ada apa-apa kok, Om. Elena baik-baik saja," jawab Elena dan Edgar akhirnya bisa bernafas dengan lega. Tidak ada ucapan aneh, yang wanita ini katakan kepada ayahnya itu. Jadi aman lah. "Benar tidak ada apa-apa??" tanya Rowan lagi. Elena segera mengangguk dan tersenyum tipis sesaat. Hingga yang masih merangkul bahunya ini, benar-benar merasa aman. "Sudah, Dad. Jangan ditanya-tanya terus. Elena butuh sarapan pagi, untuk mengisi energi tubuhnya. Benar kan??" ucap Edgar, sembari menatap kepada Elena dan memberinya senyuman palsu. "Iya. Aku lapar sekali. Mau sarapan sekarang," jawab Elena dengan sangat kooperatif. "Ya sudah. Ayo kita makan," ajak Edgar sembari menurunkan tangannya dan bahkan memberikan makanan ke dalam piring Elena. Harus terlihat mesra, di depan pria tua yang tengah menatap penuh kecurigaan terhadap mereka ini. Tidak boleh sampai ketahuan, bila mereka hanya sedang berpura-pura. Seusai sarapan pagi. Edgar yang masih libur hari ini , segera menggandeng tangan Elena dan membawanya kembali ke dalam kamar dan di sana, Edgar kembali memberikan Elena peringatan demi peringatan. Pintu kamar ditutup dengan rapat dan tubuh Elena didorong hingga menempel pada pintu kamar itu. Kedua sorot mata Edgar meruncing dan kata demi kata ia lontarkan juga dari mulutnya. "Hey, Dengarkan aku baik-baik. Jangan pernah sekalipun , kamu mengatakan hal buruk tentang diriku kepada ayahku itu. Apa kamu mengerti??" ucap Edgar. "Aku tidak mengatakan apapun. Aku tidak mengatakan apa-apa tadi," balas Elena. "Iya. Memang tidak. Tapi aku perlu memastikan, bila mulutmu ini benar-benar bisa diajak kerja sama!" cetus Edgar. "Iya. Kamu tenang saja. Aku tidak akan mengatakan apa-apa. Aku akan diam. Aku tidak akan mengatakan apapun itu yang jelek-jelek tentang kamu." "Baguslah! Memang hal itu yang aku harapkan! Sudah sana keluar! Pergilah kemanapun sesukamu!" cetus Edgar sembari mendorong tubuh Elena keluar dan menutup pintu kamar kembali. Elena menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan pelan. Tidak tahu ada apa dengan orang itu. Tapi untuk saat ini, ikuti saja dulu kemauannya dan jangan membuatnya kesal. Biarpun sebenarnya, ia tidak pernah melakukan apapun itu, tapi pria yang sudah memperistrinya, selalu saja marah-marah. Malamnya. Bantal kembali dilemparkan ke bawah. Elena tidak diberi tempat, padahal ranjang masihlah luas. Elena duduk saja dibawah sembari bersandar pada nakas. Ia lirik juga , pria yang sudah mengambil ancang-ancang untuk tidur itu dan bertanya, apa kesalahan ia sebenarnya. "Kenapa kamu begitu tidak suka denganku?? Apa aku sudah melakukan kesalahan, yang tidak aku sadari??" tanya Elena kepada pria yang sudah merebahkan tubuhnya di atas sana dan hampir memejamkan matanya itu. Sunggingan bibir Edgar lakukan dan kemudian , ia mulai menimpali pertanyaan yang Elena lontarkan kepadanya tadi. "Tidak kamu sadari?? Berhentilah menjadi orang yang innocent! Jelas-jelas, kamu sudah menjadi duri di dalam rumah tangga ayahku. Tapi masih berpura-pura lugu!!" cetus Edgar. "Maksudnya?? Aku sama sekali tidak mengerti, apa yang kamu katakan ini," timpal Elena yang mengangkat kepalanya untuk menatap Edgar secara langsung. "Oh ya ampun! Kenapa masih saja kamu bersembunyi di dalam topeng itu! Jangan berpura-pura bodoh! Kamu ini, adalah wanita simpanann ayahku kan?? Ibuku bilang , ayahku tidur dengan wanita lain dan pastinya, kamulah wanita itu!!" tuduh Edgar dengan sesukanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN